Bola Basket
Bola basket adalah olahraga bola berkelompok yang terdiri atas dua tim beranggotakan masing-masing lima orang yang saling bertanding mencetak poin dengan memasukkan bola ke dalam keranjang lawan. Bola basket sangat cocok untuk ditonton karena biasa dimainkan di ruang olahraga tertutup dan hanya memerlukan lapangan yang relatif kecil. Selain itu, bola basket mudah dipelajari karena bentuk bolanya yang besar, sehingga tidak menyulitkan pemain ketika memantulkan atau melempar bola tersebut.
Sejarah
Basket dianggap sebagai olahraga unik karena diciptakan secara tidak sengaja oleh seorang guru olahraga. Pada tahun 1891, Dr. James Naismith, seorang guru Olahraga asal Kanada yang mengajar di sebuah perguruan tinggi untuk para siswa profesional di YMCA (sebuah wadah pemuda umat Kristen) diSpringfield,Massachusetts, harus membuat suatu permainan di ruang tertutup untuk mengisi waktu para siswa pada masa liburan musim dingin di New England.Terinspirasi dari permainan yang pernah ia mainkan saat kecil di Ontario,Naismith menciptakan permainan yang sekarang dikenal sebagai bola basket pada 15 Desember 1891.
Menurut cerita, setelah menolak beberapa gagasan karena dianggap terlalu keras dan kurang cocok untuk dimainkan di gelanggang-gelanggang tertutup, dia lalu menulis beberapa peraturan dasar, menempelkan sebuah keranjang di dinding ruang gelanggang olahraga, dan meminta para siswa untuk mulai memainkan permainan ciptaannya itu.
Pertandingan resmi bola basket yang pertama, diselenggarakan pada tanggal 20 Januari 1892 di tempat kerja Dr.James Naismith.Basket adalah sebutan yang diucapkan oleh salah seorang muridnya. Olahraga ini pun menjadi segera terkenal di seantero Amerika Serikat. Penggemar fanatik ditempatkan di seluruh cabang di Amerika Serikat. Pertandingan demi pertandingan pun segera dilaksanakan di kota-kota di seluruh negara bagian Amerika Serikat.
Peraturan Permainan Bola Basket
Peraturan Permainan Bola Basket
Aturan dasar pada permainan Bola Basket adalah sebagai berikut.
• Bola dapat dilemparkan ke segala arah dengan menggunakan salah satu atau kedua tangan.
• Bola dapat dipukul ke segala arah dengan menggunakan salah satu atau kedua tangan, tetapi tidak boleh dipukul menggunakan kepalan tangan (meninju).
• Pemain tidak diperbolehkan berlari sambil memegang bola. Pemain harus melemparkan bola tersebut dari titik tempat menerima bola, tetapi diperbolehkan apabila pemain tersebut berlari pada kecepatan biasa.
• Bola harus dipegang di dalam atau diantara telapak tangan. Lengan atau anggota tubuh lainnya tidak diperbolehkan memegang bola.
• Pemain tidak diperbolehkan menyeruduk, menahan, mendorong, memukul, atau menjegal pemain lawan dengan cara bagaimanapun. Pelanggaran pertama terhadap peraturan ini akan dihitung sebagai kesalahan, pelanggaran kedua akan diberi sanksi berupa diskualifikasi pemain pelanggar hingga keranjang timnya dimasuki oleh bola lawan, dan apabila pelanggaran tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mencederai lawan, maka pemain pelanggar akan dikenai hukuman tidak boleh ikut bermain sepanjang pertandingan. Pada masa ini, pergantian pemain tidak diperbolehkan.
• Sebuah kesalahan dibuat pemain apabila memukul bola dengan kepalan tangan (meninju), melakukan pelanggaran terhadap aturan 3 dan 4, serta melanggar hal-hal yang disebutkan pada aturan 5.
• Apabila salah satu pihak melakukan tiga kesalahan berturut-turut, maka kesalahan itu akan dihitung sebagai gol untuk lawannya (berturut-turut berarti tanpa adanya pelanggaran balik oleh lawan).
• Gol terjadi apabila bola yang dilemparkan atau dipukul dari lapangan masuk ke dalam keranjang, dalam hal ini pemain yang menjaga keranjang tidak menyentuh atau mengganggu gol tersebut. Apabila bola terhenti di pinggir keranjang atau pemain lawan menggerakkan keranjang, maka hal tersebut tidak akan dihitung sebagai sebuah gol.
• Apabila bola keluar lapangan pertandingan, bola akan dilemparkan kembali ke dalam dan dimainkan oleh pemain pertama yang menyentuhnya. Apabila terjadi perbedaan pendapat tentang kepemilikan bola, maka wasitlah yang akan melemparkannya ke dalam lapangan. Pelempar bola diberi waktu 5 detik untuk melemparkan bola dalam genggamannya. Apabila ia memegang lebih lama dari waktu tersebut, maka kepemilikan bola akan berpindah. Apabila salah satu pihak melakukan hal yang dapat menunda pertandingan, maka wasit dapat memberi mereka sebuah peringatan pelanggaran.
• Wasit berhak untuk memperhatikan permainan para pemain dan mencatat jumlah pelanggaran dan memberi tahu wasit pembantu apabila terjadi pelanggaran berturut-turut. Wasit memiliki hak penuh untuk memberikan diskualifikasi pemain yang melakukan pelanggaran sesuai dengan yang tercantum dalam aturan 5.
• Wasit pembantu memperhatikan bola dan mengambil keputusan apabila bola dianggap telah keluar lapangan, pergantian kepemilikan bola, serta menghitung waktu. Wasit pembantu berhak menentukan sah tidaknya suatu gol dan menghitung jumlah gol yang terjadi.
• Waktu pertandingan adalah 4 quarter masing-masing 10 menit
• Pihak yang berhasil memasukkan gol terbanyak akan dinyatakan sebagai pemenang.
MASALAH
Dalam suatu pertandingan bola basket, dimana terjadi lampu gedung tempat pertandingan mati seketika. Pada saat yang bersamaan bola yang dilemparkan oleh salah seorang pemain masuk ke keranjang lawan. Apa tindakan wasit terhadap kejadian tersebut? Apakah goal tersebut syah atau dibatalkan? Beri penjelasan, sesuai dengan peraturan permainan bola basket yang berlaku!
Di tengah-tengah gejolak revolusi bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan yang telah direbut itu, permainan Bola Basket mulai dikenal oleh sebagian kecil rakyat Indonesia, khususnya yang berada di kota perjuangan dan pusat pemerintahan Rakyat Indonesia, Yogyakarta serta kota terdekat Solo. Nampaknya, ancaman pedang dan dentuman meriam penjajah tidak menjadi penghalang bagi bangsa Indonesia untuk melakukan kegiatan olahraga, termasuk permainan Bola Basket. Bahkan dengan dilakukannya kegiatan-kegiatan olahraga tersebut semangat juang bangsa Indonesia untuk mempertahankan tanah airnya dari ancaman para penjajah yang menginginkan kembali berkuasa semakin membaja. Terbukti pada bulan September 1948, di kota Solo diselenggarakan Pekan Olahraga Nasional (PON) Pertama yang mempertandingkan beberapa cabang olahraga, diantaranya Bola Basket. Dalam kegiatan tersebut ikut serta beberapa regu, antara lain : PORO Solo, PORI Yogyakarta dan Akademi Olahraga Sarangan.
Pada tahun 1951, Maladi dalam kedudukannya selaku Sekretaris Komite Olympiade Indonesia (KOI) meminta kepada Tony Wen dan Wim Latumenten untuk menyusun organisasi olahraga Bola Basket Indonesia. Selanjutnya karena pada tahun ini juga di Jakarta akan diselenggarakan PON ke-II, maka kepada kedua tokoh tadi Maladi meminta pula untk menjadi penyelenggara pertandingan Bola Basket.
Atas prakarsa kedua tokoh ini, pada tanggal 23 Oktober 1951 dibentuklah organisasi Bola Basket Indonesia dengan nama Persatuan Basketball Seluruh Indonesia disingkat PERBASI. Tahun 1955 namanya diubah dan disesuaikan dengan perbendaharaan bahasa Indonesia, menjadi Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia yang singkatannya tetap sama yaitu PERBASI.
Dalam susunan Pengurus PERBASI yang pertama, Tony Wen menduduki jabatan Ketua serta Wim Latumeten, Sekretaris. Segera setelah terbentuknya PERBASI, organisasi ini menggabungkan diri dan menjadi anggota KONI serta FIBA. Namun demikian, dengan terbentuknya PERBASI, tidak berarti bahwa perjuangan bangsa Indonesia untuk membina dan mengembangkan permainan Bola Basket di tanah air menjadi ringan. Tantangan yang paling menonjol datang dari masyarakat Cina din Indonesia yang mendirikan Bon Bola Basket sendiri, dan tidak mau bergabung dengan PERBASI.
Untuk menjawab tantangan tersebut, pada tahun 1955 PERBASI menyelenggarakan Konferensi Bola Basket di Bandung yang dihadiri oleh utusan dari Yogyakarta, Semarang, Jakarta dan Bandung.
Keputusan yang paling terpenting dalam Konferensi tersebut ialah PERBASI merupakan satu-satunya organisasi induk olahraga Bola Basket di Indonesia, sehingga tidak ada lagi sebutan Bon Bola Basket Cina dan lain sebagainya. Pada kesempatan itu juga dibicarakan persiapan menghadapi penyelenggaraan kongres yang pertama.
Kongres-kongres PERBASI yang telah diselenggarakan sejak berdirinya tahun 1951 sampai akhir tahun 1983 sebagai berikut :
Kongres ke – I : Tahun 1957 di Semarang
Kongres ke – II : Tahun 1959 di Malang
Kongres ke – III : Yang sedianya akan dilangsungkan tahun 1961 di Manado, dibatalkan.
Kongres ke – IV : Tahun 1967 di Jakarta
Kongres ke – V : Tahun 1969 di Surabaya
Kongres ke – VI : Tahun 1974 di Surabaya
Kongres ke – VII : Tahun 1977 di Jakarta (bersamaan dengan PON IX).
Kongres ke – VIII : Tahun 1981 di Jakarta (bersamaan dengan PON X).
Sejak didirikan tahun 1951, PERBASI telah banyak melakukan kegiatan yang sifatnya nasional, regional dan internaisonal, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dalam melaksanakan pembinaan organisasi, PERBASI menganut sistem vertikal berjenjang, yang dimulai dari tingkat perkumpulan, PERBASI Cabang, Pengurus Daerah PERBASI, sampai kepada Pengurus Besar PERBASI.
Di bidang pembinaan, PERBASI mengenal berbagai cara. Selain pertandingan-pertandingan dilakukan melalui jenjang organisasi vertikal, juga dikenal adanya Kejuaraan Nasional Bola Basket Antar Perkumpulan. Disamping itu, sebagai realisasi daripada keputusan Kongres PERBASI ke VIII Tahun 1981, maka mulai tahun 1982 dilaksanakan Kompetisi Bola Basket Utama yang diikuti perkumpulan terkemuka di Pulau Jawa. Berbeda dengan kegiatan-kegiatan lain, Kompetisi ini dianggap sebagai awal pembaharuan dalam pembinaan Bola Basket Indonesia, karena dalam pelaksanaannya mengambil jalan pintas, tanpa mengikuti jalur vertikal. Hal ini langsung ditujukan pada peningkatan prestasi melalui cara yang dinilai paling cepat yakni dengan pembinaan latihan serta pertandingan yang teratur dan terus menerus sepanjang waktu.
Detlef Schrempf Latih 40 Pemain NBL
TEMPO Interaktif, Jakarta - Mantan pemain liga basket Amerika Serikat (NBA) asal Jerman, Detlef Schrempf akan melatih empat puluh pemain liga basket nasional Indonesia (NBL) di C-Tra Arena Bandung, 21-23 September mendatang. Pria berusia 47 tahun ini pernah tiga kali masuk NBA All-Star dan dua kali meraih gelar NBA Sixth Man of the Year.
Pada pelatihan di camp itu, ia akan berbagi pengalamannya. Detlef akan didampingi para pelatih dari Liga Bola Basket Nasional Indonesia (NBL) untuk memperlancar proses pelatihan. Para peserta yang merupakan wakil dari sepuluh tim NBL diharapkan akan membagi ilmunya kepada rekan-rekannya.
“Kami senang bisa bekerja sama dengan NBA dan membawa kembali camp basket kelas dunia ke Indonesia,” kata Azrul Ananda, commissioner NBL Indonesia, Rabu (15/9). Menurut dia, belajar dari salah satu legenda NBA terkenal dan profesional akan membantu meningkatkan kualitas pemain muda Indonesia.
Kegiatan ini adalah kali kedua yang dilaksanakan Indonesia Development Camp (IDC) bekerja sama dengan Asosiasi NBL. Tujuannya untuk meningkatkan level permainan bola basket Indonesia.
Selama camp nanti, pada peserta akan mengikuti latihan intensif dan program pengembangan pemain. Setiap selesai sesi latihan, mereka mendapat kesempatan menerapkan ilmu barunya dalam pertandingan-pertandingan yang digelar setiap hari. Selain itu, mereka juga akan ikut dalam seminar motivasi life skill seperti leadership, strength, conditioning, dan teamwork.
“Penyelenggaraan kedua Indonesia Development Camp memberi NBA kesempatan
lagi untuk membantu perkembangan basket di Indonesia,” kata Scott Levy, Senior Vice President and Managing Director NBA Asia. Camp ini, kata dia, akan membantu mengembangkan ketrampilan calon bintang NBL masa depan dan meningkatkan kualitas permainan Indonesia.
Sebelumnya kegiatan resmi NBA pernah digelar di Indonesia tahun 2008 lalu. Saat itu, pemain forward Indiana Pacers, Danny Granger memberikan klinik basket sekaligus menghadiri final Development Basketball League (DBL) di Surabaya.
Dan tahun lalu, pemain basket NBA Kevin Martin yang kini memperkuat Houston Rockets (dulu masih di Sacramento Kings) serta asisten pelatih Cleveland Cavaliers Joe Prunty (dulu di Portland Trail Blazers) dan mantan asisten pelatih Los Angeles Clippers Neal Meyer menjadi pelatih camp untuk 48 pemain terbaik DBL di DBL Arena Suraba
by: pristiyana yopi irawati
XI IPA 2
Jumat, 26 November 2010
Jumat, 12 November 2010
Makalah Tentang Limbah
DISUSUN OLEH:
Pristiyana Yopi Irawati
Dari kelas X-c
SMA NEGERI 3 BONTANG
TAHUN AJARAN 2009/2010
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dan puji syukur kehadirat Allah SWT kami ucapkan atas terselesainya Tugas Biologi yang diberikan Bu Tumini dengan membuat makalah yang berisikan tentang Limbah ini. Tanpa ridlha dan kasih sayang serta petunjuk dari-Nya mustahil makalah ini dapat dirampungkan.
Makalah ini disusun sebagai pengganti dan penambah nilai bologi saya yang kurang mencapai SKM. Besar harapan saya makalah ini dapat menambah Ilmu Pengetahuan kita. Saya juga berharap dalam pembuatan makalah ini dapat digunakan oleh semua kalangan dan dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Akhirnya, sesuai pepatah “Tiada Gading Yang Tak Retak” saya mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan makalah ini, khususnya dari teman, Bapak/Ibu guru Biologi. Karena makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kebenaran dan kesempurnaan hanya Allah lah yang Punya dan Maha Kuasa. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang sudah membantu merampungkan makalah ini.
Bontang, 25 Mei 2010
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Latar belakang disusunnya makalah tentang limbah ini agar
o Kegiatan Penanaman Modal dewasa ini semakin banyak dibicarakan untuk kelangsungan Pembangunan Nasional.
o Pada peningkatan terhadap perkembangan industri dapat berdampak (-) terhadap LH,
o Sudah terlalu banyak kasus penc / kerusakan yg terjadi, dimana seringkali kegiatan usaha industri, perdangan, peternakan, pertanian, dll , nyaris selalu dituduh sbg pemicu masalah pencemaran lingkungan,
o Pengusaha industri cenderung menganggap lingk adalah milik bersama ( common property), shg pencemaran / kerusakan lingk dianggap sbg
o faktor aksternal diluar komponen biaya prouksi .
o Aktivitas pembangunan merupakan suatu proses intervensi thd LH, bila tidak dikendalikan, lingk yg tidak sehat sbg akibat yang bakal dirasakan.
o Kualitas lingk yg menurun terjadi krn air sungai dan laut yg tercemar oleh limbah, udara oleh polutan seperti karbon dioksida, tanah oleh barang anorganis yg sulit hancur maupun oleh bahan kimia sep. pestisida. Ini semua menurunkan kesehatan manusia di lingk tsb.
o Munculnya industri-2 di kawasan sepanjang sungai dan pelabuhan, log pond dan sarana transportasi; menyebabkan tekanan thd sungai semakin berat baik kelestarian fungsi sungai maupun pencemaran sungai yg dari hulunya sudah tercemar oleh limbah Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan Tujuan dari makalah ini adalah:
o Pemerintah telah mengeluarkan PP No. 82 Tahun 2001 Ttg Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air , dalam PP tsb Pemerintah melakukan pengendalian pengelolaan air dan pengendalian pencemaran air.
o Untuk pelaksanaan pengendalian pencemaran air Pemerintah menetapkan daya tampung beban penc, persyaratan pembuangan air limbah. Selain itu juga melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran, memantau kualitas air & sumber pencemar .
o Meningkatnya keg dapat mendorong peningkatan penggunaan B-3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), Selama tiga dekade terakhir, penggunaan dan jumlah B-3 semakin meningkat.
o Agar B-3 tidak mencemari LH maka diperlukan peningkatan upaya pengelolaannya dengan lebih baik dan terpadu.
o Tuntutan dan kebutuhan rakyat di daerah akan LH yg baik akan tergilas oleh kepentingan para pemodal besar untuk mengekploitasi alam dengan cara-2 yg dapat mengganggu keseimbangan ekologi . Dalam tahun-tahun belakangan ini telah muncul berbagai konflik tersebar secara merata diberbagai wilayah nusantara
o Kekuasaan politik belum memiliki arti nyata agar mampu memanfaatkan potensi sumber daya alamnya melalui sebuah proses pembangunan yang berkelanjutan.
o Olkartu ketaatan thd ketentuan UU maupun persyratan perizinan seperti AMDAL/RKL-RPL, UKL/UPL, Izin limbah cair, Izin Land Aplikasi, izin TPS LB-3 yang berkaitan dengan masalah lingk harus dilakukan secara sukarela oleh para penanggung jawab .
o Kenyataannya masih banyak yang belum diaati/atau dilanggar , untuk itu perlu adanya dorongan melalui program penaatan, pemeriksaan dan ada kalanya harus dilakukan dengan upaya paksa dalam bentuk program penegakan hukum/yustisi.
o Pemeriksaan/inspeksi merupakan salah satu kegiatan pengawasan agar pengusaha mentaati semua ketentuan yang berlaku ( air, udara, tanah, kebisingan, B-3).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Limbah
Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3).
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water).
Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
2.2 Pengolahan Limbah
Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:
1. pengolahan menurut tingkatan perlakuan
2. pengolahan menurut karakteristik limbah
Untuk mengatasi berbagai limbah dan air limpasan (hujan), maka suatu kawasan permukiman membutuhkan berbagai jenis layanan sanitasi. Layanan sanitasi ini tidak dapat selalu diartikan sebagai bentuk jasa layanan yang disediakan pihak lain. Ada juga layanan sanitasi yang harus disediakan sendiri oleh masyarakat, khususnya pemilik atau penghuni rumah, seperti jamban misalnya.
1. Layanan air limbah domestik: pelayanan sanitasi untuk menangani limbah Air kakus.
2. Jamban yang layak harus memiliki akses air besrsih yang cukup dan tersambung ke unit penanganan air kakus yang benar. Apabila jamban pribadi tidak ada, maka masyarakat perlu memiliki akses ke jamban bersama atau MCK.
3. Layanan persampahan. Layanan ini diawali dengan pewadahan sampah dan pengumpulan sampah. Pengumpulan dilakukan dengan menggunakan gerobak atau truk sampah. Layanan sampah juga harus dilengkapi dengan tempat pembuangan sementara (TPS), tempat pembuangan akhir (TPA), atau fasilitas pengolahan sampah lainnya. Dibeberapa wilayah pemukiman, layanan untuk mengatasi sampah dikembangkan secara kolektif oleh masyarakat. Beberapa ada yang melakukan upaya kolektif lebih lanjut dengan memasukkan upaya pengkomposan dan pengumpulan bahan layak daur-ulang.
4. Layanan drainase lingkungan adalah penanganan limpasan air hujan menggunakan saluran drainase (selokan) yang akan menampung limpasan air tersebut dan mengalirkannya ke badan air penerima. Dimensi saluran drainase harus cukup besar agar dapat menampung limpasan air hujan dari wilayah yang dilayaninya. Saluran drainase harus memiliki kemiringan yang cukup dan terbebas dari sampah.
5. Penyediaan air bersih dalam sebuah pemukiman perlu tersedia secara berkelanjutan dalam jumlah yang cukup. Air bersih ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan makan, minum, mandi, dan kakus saja, melainkan juga untuk kebutuhan cuci dan pembersihan lingkungan.
2.3 Karakteristik Limbah
1. Berukuran mikro
2. Dinamis
3. Berdampak luas (penyebarannya)
4. Berdampak jangka panjang (antar generasi)
2.4 Limbah Industri
Berdasarkan karakteristiknya limbah industri dapat dibagi menjadi empat bagian
1. Limbah cair biasanya dikenal sebagai entitas pencemar air. Komponen pencemaran air pada umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan organik, dan bahan buangan anorganik.
2. Limbah padat
3. Limbah gas dan partikel
4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Merupakan sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat, konsentrasinya, dan jumlahnya secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusak, dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengelolaan Limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3. Pengelolaan Limbah B3 ini bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan
2.5 Limbah Beracun
Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia.Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.
2.6 Macam Limbah Beracun
• Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.
• Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
• Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
• Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut.
• Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.
• Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi pada kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0 untuk limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.
2.7 Limbah
Pada setiap tahap dari siklus bahan bakar nuklir menghasilkan limbah nuklir, baik dari pertambangan dan pengayaan uranium, ke pengoperasian reaktor hingga ke tahap pemrosesan kembali bahan bakar nuklir yang telah terpakai. Limbah nuklir ini akan tetap berbahaya selama ratusan tahun, sebagai warisan beracun untuk generasi mendatang.
Penonaktifan fasilitas nuklir juga akan menghasilkan sejumlah besar limbah radioaktif. Kebanyakan situs-situs nuklir dunia membutuhkan pengawasan dan perlindungan berabad-abad setelah penutupan fasilitas-fasilitas tersebut.
Volume global dari bahan baku yang terpakai adalah 220.000 ton selama tahun 2000, dan masih terus bertambah hingga kira-kira 10.000 per tahun. Meskipun mampu menarik investasi bernilai milyaran dollar untuk berbagai pilihan pembuangan limbah, tetapi industri nuklir dan pemerintah telah gagal memberikan solusi yang paling memungkinkan dan berkelanjutan.
Sebagian besar dari proposal yang ada saat ini, terkait dengan limbah nuklir radioaktif tinggi, mengusulkan limbah-limbah tersebut dikubur di dalam tanah dimana situs-situs nuklir berada. Namun pilihan tersebut belum dapat memberi jawaban, apakah kotak penyimpanan, persediaan itu sendiri, atau bebatuan di sekelilingnya mampu memberikan perlindungan yang cukup dan dapat menghentikan radiasi radioaktif dalam jangka wantu yang panjang yang belum dapat diprediksi.
Sebagai contoh adalah rencana industri yang telah diberitakan luas sebagai rencana yang gagal bagi tempat pembuangan limbah nuklir. Lokasi yang diusulkan di Yucca Mountain Nevada, Amerika Serikat. Setelah hampir 20 tahun, melibatkan banyak penelitian dan investasi milyaran dolar, tak satu gram pun dari bahan baku yang telah terpakai, yang saat ini telah dikirim ke situs tersebut dari reaktor-reaktor nuklir di seluruh penjuru Amerika Serikat. Terdapat ketidakpastian pada kecocokan geologis setempat bagi pembuangan limbah di situs yang tersisa, investigasi yang masih berlangsung menunjukan adanya manipulasi data ilmiah dan ancaman tindkan hukum yang dilakukan oleh pemerintah.
Sebagai tambahan dalam masalah pembuangan limbah tingkat tinggi, terdapat sejumlah contoh dari tempat-tempat pembuangan yang telah ada, yang berisikan limbah tingkat rendah, yang telah mengalami kebocorkan bahan radioaktif ke lingkungan. Drigg di Inggris dan CSM di Le Hague, Prancis adalah dua diantaranya.
Saat ini, tidak ada pilihan yang mampu menunjukkan bahwa limbah masih terisolasi dari lingkungan selama puluhan bahkan hingga ratusan ribu tahun. Tidak ada metode yang dapat diandalkan untuk memperingatkan generasi yang akan datang tentang keberadaan dari pembuangan limbah nuklir.
Pada setiap tahap dari siklus bahan bakar nuklir menghasilkan limbah nuklir, baik dari pertambangan dan pengayaan uranium, ke pengoperasian reaktor hingga ke tahap pemrosesan kembali bahan bakar nuklir yang telah terpakai. Limbah nuklir ini akan tetap berbahaya selama ratusan tahun, sebagai warisan beracun untuk generasi mendatang.
Penonaktifan fasilitas nuklir juga akan menghasilkan sejumlah besar limbah radioaktif. Kebanyakan situs-situs nuklir dunia membutuhkan pengawasan dan perlindungan berabad-abad setelah penutupan fasilitas-fasilitas tersebut.
Volume global dari bahan baku yang terpakai adalah 220.000 ton selama tahun 2000, dan masih terus bertambah hingga kira-kira 10.000 per tahun. Meskipun mampu menarik investasi bernilai milyaran dollar untuk berbagai pilihan pembuangan limbah, tetapi industri nuklir dan pemerintah telah gagal memberikan solusi yang paling memungkinkan dan berkelanjutan.
Sebagian besar dari proposal yang ada saat ini, terkait dengan limbah nuklir radioaktif tinggi, mengusulkan limbah-limbah tersebut dikubur di dalam tanah dimana situs-situs nuklir berada. Namun pilihan tersebut belum dapat memberi jawaban, apakah kotak penyimpanan, persediaan itu sendiri, atau bebatuan di sekelilingnya mampu memberikan perlindungan yang cukup dan dapat menghentikan radiasi radioaktif dalam jangka wantu yang panjang yang belum dapat diprediksi.
Sebagai contoh adalah rencana industri yang telah diberitakan luas sebagai rencana yang gagal bagi tempat pembuangan limbah nuklir. Lokasi yang diusulkan di Yucca Mountain Nevada, Amerika Serikat. Setelah hampir 20 tahun, melibatkan banyak penelitian dan investasi milyaran dolar, tak satu gram pun dari bahan baku yang telah terpakai, yang saat ini telah dikirim ke situs tersebut dari reaktor-reaktor nuklir di seluruh penjuru Amerika Serikat. Terdapat ketidakpastian pada kecocokan geologis setempat bagi pembuangan limbah di situs yang tersisa, investigasi yang masih berlangsung menunjukan adanya manipulasi data ilmiah dan ancaman tindkan hukum yang dilakukan oleh pemerintah.
Sebagai tambahan dalam masalah pembuangan limbah tingkat tinggi, terdapat sejumlah contoh dari tempat-tempat pembuangan yang telah ada, yang berisikan limbah tingkat rendah, yang telah mengalami kebocorkan bahan radioaktif ke lingkungan. Drigg di Inggris dan CSM di Le Hague, Prancis adalah dua diantaranya.
Saat ini, tidak ada pilihan yang mampu menunjukkan bahwa limbah masih terisolasi dari lingkungan selama puluhan bahkan hingga ratusan ribu tahun. Tidak ada metode yang dapat diandalkan untuk memperingatkan generasi yang akan datang tentang keberadaan dari pembuangan limbah nuklir.
2.8 Peran Lokasi Penimbunan Limbah
2.8.1 Tujuan Penimbunan Limbah
Tujuan pembuatan penimbunan limbah ialah menstabilkan limbah padat dan membuatnya menjadi bersih melalui penyimpanan limbah secara benar dan penggunaan fungsi metabolis alami yang benar.
2.8.2 Klasifikasi Lokasi Penimbunan Limbah
2.8.3 Klasifikasi Struktur Penimbunan Limbah
Lokasi penimbunan limbah digolongkan ke dalam 5 jenis menurut struktur sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1 dan Gambar 1. Dari segi mutu lindi dan gas yang ditimbulkan dari lokasi penimbunan limbah, baik metode penimbunan limbah semi-aerobik maupun aerobik yang dikehendaki.
Tabel 1. Klasifikasi Struktur Penimbunan limbah
Penimbunan limbah anaerobic Limbah padat harus ditimbun kedalam galian di area tanah datar atau lembah. Limbah berisi air dan dalam keadaan anaerobik.
Penimbunan limbah saniter anaerobic Penimbunan limbah anaerobik dengan penutup berbentuk "sandwich". Kondisi limbah padat sama dengan penimbunan limbah anaerobik.
Penimbunan limbah saniter anaerobik yang telah disempurnakan (penimbunan limbah saniter yang telah disempurnakan) Memiliki sistem penampungan lindi di dasar lokasi penimbunan limbah. Sedangkan yang lainnya sama seperti penimbunan limbah saniter anaerobik. Kondisinya tetap anaerobik dan kadar air jauh lebih sedikit dibandingkan dengan penimbunan limbah saniter anaerobik.
Penimbunan limbah semi-aerobik Saluran penampungan lindi lebih besar dari pada saluran penimbunan limbah saniter yang telah disempurnakan. Lubang saluran dikelilingi udara dan salurannya ditutupi batu yang telah dihancurkan kecil-kecil. Kadar air pada limbah padat kecil. Oksigen disediakan bagi limbah padat dari saluran penampungan lindi
Penimbunan limbah aerobic Di samping saluran penampungan lindi, pipa persediaan udara dipasang dan udara didorong agar memasuki limbah padat sehingga kondisinya menjadi lebih aerobik dibandingkan dengan penimbunan limbah semi-aerobik.
2.8.4 Struktur Penimbunan Limbah Semi-aerobik
Sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2, penimbunan limbah semi-aerobik memungkinkan terjadinya proses masuknya udara melalui pipa penampung lindi yang dipasang di dasar penimbunan limbah, yang membantu memperbesar terjadinya proses aerobik, dan membuat bakteri aerobik menjadi aktif, serta mempercepat terjadinya dekomposisi limbah.
Gambar 2. Jenis Penimbunan limbah dan Sistem Penampungan Lindi
Selanjutnya kegiatan ini akan membuat mutu dari lindi menjadi lebih baik dengan terjadinya penurunan kepekatan lindi, juga mengurangi terbentuknya gas berbahaya, yang seluruhnya dapat menimbulkan stabilisasi lokasi dari penimbunan limbah menjadi lebih cepat. Lihat Gambar 3.
Gambar 3. Perubahan Kadar Kepekatan Lindi dalam BOD sesuai dengan jenis Penimbunan
2.8.5 Lokasi Penimbunan Limbah Saniter Khusus
Lokasi penimbunan limbah dapat melaksanakan fungsinya hanya apabila kita memiliki rancangan dan cara kerja yang baik. Rancangan yang baik dengan cara kerja yang buruk atau rancangan yang buruk dengan cara kerja yang baik tidak akan menimbulkan hasil yang baik. Lihat Gambar 4.
Gambar 4. Ilustrasi konsep Lokasi Penimbunan limbah Sanitasi Khusus
2.9 Pencegahan Polusi Sekunder
2.9.1 Keadaan Sekarang dan Masa Depan Lokasi Penimbunan Limbah
Umumnya orang tidak menghendaki lokasi penimbunan limbah dibuat dekat dengan tempat tinggal mereka karena hal ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan warga setempat. Dampak negatif demikian disebut "polusi sekunder" mengingat tujuan utama lokasi penimbunan limbah ialah menghindari polusi lingkungan hidup di daerah kota dengan membawa limbah dari daerah kota, dan menampungnya di lokasi penimbunan limbah yang baik.
Meskipun demikian, lokasi penimbunan limbah merupakan fasilitas umum yang sangat diperlukan bagi setiap kota modern di dunia.
Oleh karena itu, setiap kota perlu merencanakan dan merancang lokasi penimbunan limbah dengan cara yang dapat diterima oleh masyarakat .
Guna membuat lokasi penimbunan limbah yang dapat diterima masyarakat setempat, polusi sekunder dan dampak buruk yang ditimbulkannya perlu diperkecil.
Perlu juga untuk dirumuskan rencana pemakaian lokasi paska-penutupan dengan mempertimbangkan pendapat masyarakat setempat.
2.9.2 Polusi Sekunder yang Ditimbulkan dari Lokasi Penimbunan Limbah
(a) Pencemaran air
Lindi yang ditimbulkan dari lokasi penimbunan limbah, jika tidak diolah akan, mencemarkan sungai, laut dan air tanah.
(b) Pembentukan gas
Gas utama yang ditimbulkan dari lokasi penimbunan limbah adalah metan, amonium, hidrogen sulfida, dan karbon dioksida.
(c) Bau tak sedap
Ada dua jenis bau tak enak yang ditimbulkan dari lokasi penimbunan limbah. Pertama adalah bau yang ditimbulkan dari limbahnya sendiri, yang lainnya adalah gas yang ditimbulkan melalui dekomposisi limbah.
(d) Hama dan vektor
Limbah dapur cenderung menjadi sarang lalat, dan menarik tikus dan burung gagak.
(e) Kebisingan dan getaran
Kendaraan angkutan limbah yang masuk dan peralatan penimbunan limbah dapat menjadi sumber kebisingan dan getaran.
(f) Kebakaran
Kebakaran dapat terjadi secara spontan akibat pembentukan gas metan atau pemakaian bahan kimia. Kebakaran juga dapat disebabkan oleh para pemulung atau orang lain.
2.9.3 Pencegahan Polusi Sekunder dengan Menggunakan Tanah Penutup
Jika kita ingin mencegah polusi sekunder dengan sempurna dengan mendirikan fasilitas pengolahan air limbah, misalnya, sejumlah besar uang dan teknologi tinggi diperlukan.
Penggunaan tanah penutup, meskipun tidak sempurna dalam pencegahan polusi sekunder, dianjurkan karena cara ini ekonomis dan efektif.
Bahan penutup seperti tanah harus digunakan untuk menutup limbah padat dengan cepat setelah diturunkan.
Setelah penurunan limbah terakhir setiap hari, tanah penutup limbah harus dikumpulkan pada lerengan lapisan limbah yang harus diatur setiap hari.
Aplikasi tanah penutup sebagaimana mestinya akan cukup banyak mengurangi polusi sekunder.
2.9.4 Efektifitas metode tanah penutup
Penggunaan tanah penutup, akan memberi manfaat dan pengaruh sebagai berikut:
(a) Pencegahan terjadinya penyebaran sampah
(b) Pencegahan terjadinya bau tak sedap
(c) Menyingkirkan hama dan vektor
(d) Pencegahan kebakaran serta penyebarannya
(e) Penyempurnaan lansekap
(f) Pengurangan pembentukan lindi
Sebagaimana disebutkan di atas, aplikasi tanah penutup sangat efektif dalam pencegahan polusi lingkungan hidup
Bahan tanah penutup tidak perlu yang harus dibeli. Limbah tanah, limbah pembongkaran, atau limbah lama dapat digunakan sebagai tanah penutup.
2.10 . Pengelolaan dan Kegiatan Lokasi Penimbunan Limbah
Hal yang penting diperhatikan ialah memelihara lokasi penimbunan limbah agar tetap bersih dan sehat, dan memperbesar kapasitas lokasi penimbunan limbah dengan operasi yang baik.
Aktivitas pengelolaan dan operasi lokasi meliputi hal-hal berikut:
(a) Analisa limbah
Periksa semua jenis limbah yang masuk. Jangan menerima limbah berbahaya jenis apapun. Buat catatan limbah yang masuk mengenai jenis dan banyaknya.
(b) Penimbunan limbah saniter
Membuat rencana kegiatan lokasi penimbunan limbah dimuka, dan ikuti rencana ini. "Merencanakan sebelum Operasi" sungguh penting bagi sanitasi lokasi penimbunan limbah.
(c) Upaya pelestarian lingkungan hidup
Memantau linindi dan gas secara reguler, dan kontrol vektor.
(d) Catatan Penimbunan limbah
Ukur dan buat catatan ketinggian lokasi penimbunan secara rutin, yang dapat berguna untuk memperkirakan kapasitas lokasi penimbunan yang masih ada. Sediakan semua bahan yang diperlukan.
(e) Pengelolaan lokasi paska-penimbunan limbah
Bahkan setelah penyelesaian pembuatan lokasi penimbunan limbah, perlu dilanjutkan dengan pemantauan penurunan tanah dan polusi lingkungan hidup yang diakibatkan oleh lindi.
2.11 Rencana Pemanfaatan Lokasi Paska-Penimbunan Limbah
Kegiatan penimbunan limbah dapat dipertimbangkan sebagai langkah pembentukan tanah.
Kegiatan penimbunan limbah harus dirancang sedemikian rupa sehingga mempercepat penggunaan kembali lokasi paska-penutupan, dan mempermudah pengelolaan lokasi paska-penutupan sebelum digunakan kembali.
Karena pembuangan secara terbuka akan menciptakan tanah lempung, dan memerlukan waktu lebih lama sebelum pembentukan gas metan dan bau tak sedap hilang, metode pembuangan terbuka memerlukan waktu yang lama sebelum pemakaian kembali dimungkinkan, dan karenanya kegiatan ini tidak dianjurkan.
Berbagai faktor yang mempengaruhi permulaan penggunaan kembali penimbunan limbah paska-penutupan meliputi 1) kecepatan penurunan tanah, 2) mutu lindi, 3) mutu dan kadar gas, dan 4) suhu endapan limbah di lokasi penimbunan limbah paska-penutupan.
Adalah sangat penting untuk menggunakan rencana penggunaan lokasi paska-penutupan ke dalam rancangan dan kegiatan lokasi penimbunan limbah.
2.12 Pengolahan Limbah Cair
Industri primer pengolahan hasil hutan merupakan salah satu penyumbang limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. Bagi industri-industri besar, seperti industri pulp dan kertas, teknologi pengolahan limbah cair yang dihasilkannya mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil atau sedang. Namun demikian, mengingat penting dan besarnya dampak yang ditimbulkan limbah cair bagi lingkungan, penting bagi sektor industri kehutanan untuk memahami dasar-dasar teknologi pengolahan limbah cair.
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Jadi teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan.
Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:
1. pengolahan secara fisika
2. pengolahan secara kimia
3. pengolahan secara biologi
Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi.
Pengolahan Secara Fisika
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis-nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam proses osmosa.
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut.
Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat mahal.
Pengolahan Secara Kimia
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).
Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida.
Pada dasarnya kita dapat memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia.
Pengolahan secara biologi
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.
Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);
2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.
Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Di dalam lagoon yang diaerasi cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja.
Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:
1. trickling filter
2. cakram biologi
3. filter terendam
4. reaktor fludisasi
Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80%-90%.
Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;
2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.
Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.
Dalam prakteknya saat ini, teknologi pengolahan limbah cair mungkin tidak lagi sesederhana seperti dalam uraian di atas. Namun pada prinsipnya, semua limbah yang dihasilkan harus melalui beberapa langkah pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan atau kembali dimanfaatkan dalam proses produksi, dimana uraian di atas dapat dijadikan sebagai acuan.
Pencemaran
Pencemaran, menurut SK Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup No 02/MENKLH/1988, adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air/udara, dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan. Baku mutu lingkungan adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuhan atau benda lainnya.
Pada saat ini, pencemaran terhadap lingkungan berlangsung di mana-mana dengan laju yang sangat cepat. Sekarang ini beban pencemaran dalam lingkungan sudah semakin berat dengan masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat.
Pencemaran lingkungan dapat dikategorikan menjadi:
• Pencemaran air
• Pencemaran udara
• Pencemaran tanah
• Tentang Pengolahan Limbah Air Wastewater Gardens®
• ________________________________________
•
• Wastewater Gardens® adalah...
• Sebuah solusi menarik yang murah dan alami untuk pengolahan limbah air kotor yang efektif. Sistem ini cocok untuk digunakan di masyarakat, kantor, hotel dan rumah. Wastewater Gardens® telah dibuktikan lebih efektif, terjangkau dan tahan lama dibandingkan dengan sistem pengolahan limbah biasa, khususnya di daerah tropis dan wilayah yang terpencil.
• Sejauh ini Wastewater Gardens® telah dipasang di lebih dari 150 rumah, hotel,kantor dan masyarakat di seluruh dunia.
• Untuk mempelajari lebih jauh tentang sistem dan melihat foto-foto sistem yang sudah dipasang di Indonesia sampai sekarang ini, Klik website Wastewater Gardens® di sini.
• Siapa yang mengembangkan tehnologi ini?
• ________________________________________
• Dr. Mark Nelson bekerja sama dengan Planetary Coral Reef Foundation (PCRF U.S.) dan ahli ekologi yang terkenal Prof. H.T. Odum dari Center for Wetlands di Universitas Florida, telah mengembangkan pendekatan yang inovatif ini untuk pengolahan limbah air kotor.
• ________________________________________
• Wastewater Gardens®
yang pertama kali dipasang di Indonesia pada tahun 1998 Emerald Starr, arsitek yang mengatur pemasangan sistem ini sangat terkesan dengan aplikasi sistem ini untuk melestarikan eko-sistem di Indonesia sehingga bergabung dengan Yayasan IDEP untuk mempromosikan dan mengembangkan sistem Wastewater Gardens® ini di Indonesia.
• Pada tahun 2000/2001, Dr. Mark Nelson, pembangun sistem Wastewater Gardens® ini diundang untuk memfasilitasi serangkaian seminar tentang manfaat sistem Wastewater Gardens® ini di universitas, pemerintahan dan industri swasta di Indonesia. Pada tahun 2001, setelah memantau proyek awal yang telah dikembangkan, BAPEDALDA telah memberikan surat rekomendasi untuk Wastewater Gardens® dan sejak saat itu telah mendukung perkembangan proyek yang sedang berlangsung. Sebagai contoh yang bisa dilihat untuk menggairahkan masyarakat akan sistem solusi lingkungan yang menarik ini, sistem ini telah dipasang di kantor pusat BAPEDALDA di sanur, Bali.
• Sampai sekarang beberapa sistem telah dipasang di Indonesia dari tempat-tempat pariwisata ke proyek-proyek perkembangan masyarakat, resort dan rumah-rumah pribadi. Yayasan IDEP bekerja sama dengan firma-firma arsitektur dan Perusahaan Pembangunan PT Bali Gede telah memasang sistem Wastewater Gardens® di seluruh Indonesia.
• • kembali ke atas •
• ________________________________________
• Wastewater Gardens® -
sebuah solusi yang ideal untuk daerah pertanian di Indonesia Masyarakat kecil di daerah pertanian yang terpencil mempunyai kesulitan dan harus membayar mahal untuk perawatan peralatan sistem pengolahan limbah air kotor yang diberikan. Sering dilaporkan bahwa perawatan ini tidak mungkin untuk dilakukan dan hasilnya adalah sistem pengolahan limbah yang tidak bekerja.
non-existent and inadequate sewage treatment results.
• “Limbah air kotor” ternyata juga merupakan sumber air dan nutrisi yang berharga yang bisa digunakan untuk menyuburkan lahan basah dan kebun. Ahli-ahli perlahanan basah telah menyimpulkan bahwa tidak hanya karena alami tetapi juga eko-sistem yang dirancang dan dibangun dengan baik sangat efisien untuk memanfaatkan dan membersihkan air yang mengandung banyak nutrisi itu.
• Karena sistem ini tergantung pada tanaman hijau dan mikroba, akan lebih baik proses kerjanya apabila dilakukan di daerah yang hangat dan banyak sinar matahari. Maka pendekatan ini sangat ideal untuk daerah beriklim sedang dan daerah tropis.
• Pendekatan ini sangat sempurna untuk digunakan di Indonesia karena disamping mudah perawatannya juga sangat efisien dalam merubah apa yang tadinya ‘limbah’ menjadi sesuatu yang menguntungkan. Lahan basah juga tidak mahal, tidak ada ketergantungan akan tehnologi yang rumit dan mahal perawatannya. Lahan basah tidak memerlukan listrik atau bahan bakar
I. DAMPAK PEMBANGUNAN INDUSTRI TERHADAP PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
o Setiap penanggung jawab kegiatan industri wajib:
o 1. melakukan pengelolaan LC shg mutu LC yg dibuang ke lingk tidak melampuai Baku Mutu Limbah Cair yang telah ditetapkan
o 2. membuat saluran pembuangan LC yg kedap air shg tidak terjadi perembesan limbah cair ke lingkungan
o 3. memasang alat ukur debit atau laju alir LC dan melakukan pencatatan debit harian limbah cair tersebut.
o 4. Tidak melakukan pengenceran LC, termasuk mencampurkan buangan air bekas pendingin ke dalam aliran pembuangan limbah cair.
o 5. Memeriksakan kadar parameter BMLC yg ditetapkan secara periodik se kurang-2nya satu kali dlm satu bulan
o 6. Memisahkan saluran pembuangan LC dg saluran limpahan air hujan
o 7. Melakukan pencatatan produksi bulanan senyatanya.
o 8. Menyampaikan laporan ttg catatan debit harian, kadar parameter BMLC, dll sekurang-2nya 3 bulan sekali kepada BAPEDAL (Kab./Kota dan Propinsi serta instansi teknis terkait)
II. PROTAP PENANGGULANGAN DAMPAK LINGKUNGAN
PENCEMARAN / PENGAWASAN
A. Pengelolaan dan Pengendalian Pencemaran Air
o Cara pengelolaan air limbah yang diterapkan dan teknologinya
o Bahan kimia dan biologi yang digunakan dalam pengelolaan air limbah
o Pengecekan thd kondisi fisik IPAL & Kerja IPAL (permanen kedap air atau tidak)
o Kapasitas Instalasi Pengolah Limbah (IPAL) dan designnya
o Kapasitas limbah yg dihslkan dari masing-masing unit kegiatan (proses)
o Pengecekan terhadap air pendingin boiler, apakah dicampur dengan limbah atau dimanfaatkan lagi (reuse)
o Skema pengelolaan air limbah
o Debit air limbah dari IPAL, lihat catatan harian pabrik tentang hal ini.
o Pengecekan terhadap saluran air limbahnya
o Pengecekan thd alat ukur debit air limbah ( flow meter ) yg dimiliki pabrik
o Data analisa air limbah , baik hasil swapantau pabrik maupun hasil pengawasan instansi yang bertanggungjawab di daerah
o Pengecekan thd pengelolaan lumpur sedimen dan sludge dari IPAL
o Pengecekan thd upaya pemanfaatan air limbah (reuse, recycle dan reduce).
B. Penanganan Limbah Cair
o Proses penanganan Limbah Cair pada prinsipnya terdiri dari tiga tahap yaitu :
o Primer : utk memisahkan air
o buangan dg padatan
o Sekunder : Penyaringan lanjutan dan
o lumpur aktif
o Tersier : proses biologis, adsorbsi,
o destilasi, dll
C. Pengelolaan Limbah B-3
Pengelolaan flock atau lumpur hasil sedimentasi dan sludge dr proses anaerob / aerob, baik di dlm maupun di luar pabrik.
Pengelolaan kotoran dari kegiatan back wash, lumpur atau endapan dari unit pengelohan air baku proses (water treatment)
Kegiatan pengumpulan dan penyimpanan oli bekas, ceceran minyak dan apakah mempunyai oil separator ?
Bagaimana pengelolaan bahan-bahan sisa laboratorium
Incenerator Limbah B-3 (pembakaran limbah B-3)
Landfill limbah B-3 (penimbunan limbah B-3) dan pengolahan leachate (air sampah)
Bgmn pengelolaan sampah di tungku boiler, debu yg tertangkap pada alat penangkap debu (cyclon atau electric presipitator)
Upaya untuk memanfaatkan limbah padat, mengurangi limbah B-3, pemanfaatan kembali limbah B-3 dan daur ulang
Apakah limbah B-3 yang dihasilkan telah diberi tanda dan label .
Masalah perizinan yang menyangkut pengumpulan, pengangkutan dan pengoperasian alat, dalam rangka pengelolaan limbah B-3
D. Pengelolaan Limbah Padat Non B-3
o Proses penanganan dan pengelolaan limbah padat non B-3 , perlu diperiksa apakah limbah yg dikatakan masuk kategori non B-3 telah melewati analisis karakteristik limbah B-3 atau telah dapat dipastikan bukan termasuk L-B-3.
o Untuk mengetahui jumlah atau kapasitas limbah dilakukan pengecekan thd sumber limbah padat non B-3 tersebut
o Berdasarkan teknologi yang tersedia dan alur proses produksi dapat diketahui volume limbah padat yang dihasilkan, berapa yang dimanfaatkan kembali, berapa yang ditimbun , atau bahkan berapa yang dijual . Selanjutnya dapat dibuat neraca keseimbangan
o Dalam pemanfaatan limbah padat non B-3 perlu dirinci dan dicatat pihak mana yang memanfaatkan , untuk tujuan apa, dan berapa jumlah yang dimanfaatkan . Apabila hasil pemanfaatan berupa produk yang memberi nilai tambah pada perusahaan, apakah ada dampak samping dari produk tersebut (cek limbahnya), dan seterusnya.
E. Pengelolaan dan Pengendalian Pencemaran Udara
Proses yg diterapkan untuk mengolah emisi gas dan debu, adakah alat treatment utk mengurangi pencemaran udara
Peralatan yg digunakan dan kapasitasnya, sumber yg menghasilkan limbah gas serta kapasitas limbahnya
Lokasi cerobong dan dampaknya terhadap lingk sekitar,
Masalah perizinan yg berkaitan dg pembuangan emisi gas
Usaha untuk mengurangi kebisingan, getaran dan bau.
Pemantauan kualitas emisi gas, debu, kebisingan, getaran baik didalam pabrik maupun di luar pabrik.
Masalah bau atau kebauan di sekitar pabrik (dapat pula dilakukan cek silang thd masy. sekitar (data sekunder), dilakukan secara terpisah dg kegiatan inspeksi ke industri)
III. PERMASALAHAN LINGKUNGAN dan KEBIJAKAN
o 1. Isu LH adalah Penc dan Perusakan lingk , Implikasi dampaknya sangat luas dan komplek krn mengganggu sendi-2 kehidupan masy. dan keberadaan makhluk hidup
o 2. Masalahan LH bersifat multi sektoral dan kompleks yg hrs ditangani scr holistik dan terpadu.
o 3. Penanganan masalah LH harus diawali dg komitment yg kuat dr berbagai stakeholders
o Diaplikasikan dalam kebijakan yg operasional, berasaskan keadilan dan kesetaraan hak dan kewajiban antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat
o 4. Penegakan hukum lingk thd pelaku kejahatan lingk mutlak harus dilaksanakan dg pembaharuan dan pembentukan peradilan lingk dan perangkatnya
Kebijakan pengawasan dan pengendalian Penc Lingk
• Penetapan, penerapan dan pengawasan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kab/Kota
• Rencana pengelolaan DAS secara terpadu mengarah kepada one river one management .
• Dokumen RKL-RPL dan UKL-UPL sebagai tool pengawasan dan pengendalian dampak lingk
• Mendorong dunia usaha melakukan Minimisasi limbah dg mengembangkan cleaning production .
• Penetapan peruntukan dan baku mutu sungai .
o Penetapan baku mutu limbah berbagai industri, hotel, rumah sakit, air terproduksi dll.
• Mendorong PKS melakukan LA pd lahan-2 kebun LA disertai dg pengawasan yg ketat.
o Pemantapan dan optimalisasi serta pendayagunaan AMDAL sebagai instrument management lingkungan dan dokumen publik.
o Pembinaan dan pengembangan peran serta dan pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan lingkungan hidup, termasuk LSM
Pencemaran Industri
o Pertumbuhan industri dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Tidak dapat dihindari, dampak ikutan dari industrialisasi ini adalah juga terjadinya peningkatan pencemaran yg dihasilkan dr proses produksi.
o Proses produksi ini akan menghasilkan produk yg diinginkan dan hasil samping yang tidak diinginkan berupa limbah
o Limbah terdiri dari limbah padat, limbah cair dan gas buangan yang akan masuk ke lingkungan.
o Untuk itu diperlukan upaya untuk mengurangi limbah tsb dg membuat IPAL (Instalasi Pengolah Air Limbah), Dust Collector (Penangkap Debu), Peredam suara, dll
o Untuk memastikan suatu kegiatan industri tidak mempunyai dampak (-) thd lingk, diperlukan upaya pemantauan secara berkala dan terus menerus terhadap kualitas limbah cair dan gas buangan
Prosedur Pengawasan Pengendalian Penc. Air
o Pengawasan (INSPEKSI ) : Kegiatan pemantauan utk mengetahui apakah kegiatan yg bersangkutan melaksanakan penaatan thd peraturan.
o TUJUAN Pengawasan / Inspeksi :
o Utk meninjau, mengevaluasi dan menetapkan status ketaatan dr industri
o Meninjau ulang/ memperbaharui data yg diperoleh sebelumnya
o Mengidentifikasi potensi B-3 & usulan upaya perlindungan lingk.
o Memantau kualitas limbah cair/ emisi gas buang
o Utk pengolahan data informasi , shg berguna dimasa yg akan datang termasuk utk keperluan penyidikan.
o BENTUK-BENTUK PENGAWASAN
o Pengawasan Rutin
o Pengawasan Insidentil (Sidak)
o Pengawasan Kunjungan
o KEGUNAAN PENGAWASAN/ INSPEKSI : Utk mendapatkan data berupa fakta mengenai ketaatan atau ketidaktaatan objek inspeksi terhadap UU, PP, Perda, Perizinan, dll.
Kepatuhan secara sukarela
o Konsumen dan produsen dihimbau untuk peduli lingkungan atau mempraktekkan apa yg disebut " etika lingkungan ". Misalnya, mereka diseru utk menggunakan botol gelas minuman (yg dpt digunakan lagi) dr pd botol plastik (yg sekali pakai dibuang).
o Jika produsen, mau menerima himbauan, mereka diharapkan dpt membuat persetujuan sukarela utk berproduksi scr ramah-lingk , shg tdk perlu dilakukan pemaksaan hukum atau administratif.
o jika instrumen ini dianut, masy dan pemerintah harus melakukan gerakan pendidikan dan penyadaran tentang lingkungan, agar konsumen hanya membeli barang yg diproduksi scr ramah-lingk .
o Para pakar dpt berhimpun utk menyusun semacam " norma profesi teknik " yg diterima scr umum, shg dpt mengikat seluruh industri.
o Kampanye atau himbauan ini merupakan alternatif yang bermanfaat dan hemat untuk mengendalikan perilaku-cemar ,
o Upaya pencegahan penc membutuhkan biaya yg tdk kecil, shg mungkin hrs dilakukan pengurangan jml industri yg berakibat berkurangnya lapangan kerja .
o Produk yg diolah scr ramah-lingkungan dpt lebih mahal dr pd produk sejenis di negara lain, hal ini akan mengakibatkan produk dari negara yg pertama ini mempunyai daya-saing yg rendah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
o Dalam pengendalian pencemaran perlu dilakukan secara terpadu antar berbagai stakeholder yg terlkait agar memberikan daya ungkit thd perbaikan kualitas lingkungan.
o Penegakan hukum lingk perlu diterapkan secara konsisten agar terdapat kepastian hukum bagi suatu pelanggaran dan tidak menjadikan preseden buruk terhadap yang lain.
o Daya dukung lingkungan merupakan hal penting utk dikaji sbg dasar bagi pengambilan keputusan dlm suatu lingk tertentu.
o Kemampuan dan wawasan masyarakat di lingk rawan dampak perlu ditingkatkan scr bertahap sbg ujung tombak membantu Pemerintah dlm pengendalian pencemaran air.
3.2 Saran
3.3 Kritik
DAFTAR PUSTAKA
Ika Ratna Sari, S.Pd. 2006. Metode Belajar Efektif Biologi: Jawa Tengah. CV Media Karya Putra.
Purba Michael. 2004. Biologi Untuk SMA : Jakarta. PT Erlangga.
Purba, Michael.2006. Biologi .Jakarta:Erlangga.
Sudarmo Unggul.2007.Biologi x .Jakarta:Phibeta
Pristiyana.2010.SMAN 3 BONTANG Kelas X-C.Bontang
Pristiyana Yopi Irawati
Dari kelas X-c
SMA NEGERI 3 BONTANG
TAHUN AJARAN 2009/2010
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dan puji syukur kehadirat Allah SWT kami ucapkan atas terselesainya Tugas Biologi yang diberikan Bu Tumini dengan membuat makalah yang berisikan tentang Limbah ini. Tanpa ridlha dan kasih sayang serta petunjuk dari-Nya mustahil makalah ini dapat dirampungkan.
Makalah ini disusun sebagai pengganti dan penambah nilai bologi saya yang kurang mencapai SKM. Besar harapan saya makalah ini dapat menambah Ilmu Pengetahuan kita. Saya juga berharap dalam pembuatan makalah ini dapat digunakan oleh semua kalangan dan dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Akhirnya, sesuai pepatah “Tiada Gading Yang Tak Retak” saya mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan makalah ini, khususnya dari teman, Bapak/Ibu guru Biologi. Karena makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kebenaran dan kesempurnaan hanya Allah lah yang Punya dan Maha Kuasa. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang sudah membantu merampungkan makalah ini.
Bontang, 25 Mei 2010
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Latar belakang disusunnya makalah tentang limbah ini agar
o Kegiatan Penanaman Modal dewasa ini semakin banyak dibicarakan untuk kelangsungan Pembangunan Nasional.
o Pada peningkatan terhadap perkembangan industri dapat berdampak (-) terhadap LH,
o Sudah terlalu banyak kasus penc / kerusakan yg terjadi, dimana seringkali kegiatan usaha industri, perdangan, peternakan, pertanian, dll , nyaris selalu dituduh sbg pemicu masalah pencemaran lingkungan,
o Pengusaha industri cenderung menganggap lingk adalah milik bersama ( common property), shg pencemaran / kerusakan lingk dianggap sbg
o faktor aksternal diluar komponen biaya prouksi .
o Aktivitas pembangunan merupakan suatu proses intervensi thd LH, bila tidak dikendalikan, lingk yg tidak sehat sbg akibat yang bakal dirasakan.
o Kualitas lingk yg menurun terjadi krn air sungai dan laut yg tercemar oleh limbah, udara oleh polutan seperti karbon dioksida, tanah oleh barang anorganis yg sulit hancur maupun oleh bahan kimia sep. pestisida. Ini semua menurunkan kesehatan manusia di lingk tsb.
o Munculnya industri-2 di kawasan sepanjang sungai dan pelabuhan, log pond dan sarana transportasi; menyebabkan tekanan thd sungai semakin berat baik kelestarian fungsi sungai maupun pencemaran sungai yg dari hulunya sudah tercemar oleh limbah Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan Tujuan dari makalah ini adalah:
o Pemerintah telah mengeluarkan PP No. 82 Tahun 2001 Ttg Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air , dalam PP tsb Pemerintah melakukan pengendalian pengelolaan air dan pengendalian pencemaran air.
o Untuk pelaksanaan pengendalian pencemaran air Pemerintah menetapkan daya tampung beban penc, persyaratan pembuangan air limbah. Selain itu juga melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran, memantau kualitas air & sumber pencemar .
o Meningkatnya keg dapat mendorong peningkatan penggunaan B-3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), Selama tiga dekade terakhir, penggunaan dan jumlah B-3 semakin meningkat.
o Agar B-3 tidak mencemari LH maka diperlukan peningkatan upaya pengelolaannya dengan lebih baik dan terpadu.
o Tuntutan dan kebutuhan rakyat di daerah akan LH yg baik akan tergilas oleh kepentingan para pemodal besar untuk mengekploitasi alam dengan cara-2 yg dapat mengganggu keseimbangan ekologi . Dalam tahun-tahun belakangan ini telah muncul berbagai konflik tersebar secara merata diberbagai wilayah nusantara
o Kekuasaan politik belum memiliki arti nyata agar mampu memanfaatkan potensi sumber daya alamnya melalui sebuah proses pembangunan yang berkelanjutan.
o Olkartu ketaatan thd ketentuan UU maupun persyratan perizinan seperti AMDAL/RKL-RPL, UKL/UPL, Izin limbah cair, Izin Land Aplikasi, izin TPS LB-3 yang berkaitan dengan masalah lingk harus dilakukan secara sukarela oleh para penanggung jawab .
o Kenyataannya masih banyak yang belum diaati/atau dilanggar , untuk itu perlu adanya dorongan melalui program penaatan, pemeriksaan dan ada kalanya harus dilakukan dengan upaya paksa dalam bentuk program penegakan hukum/yustisi.
o Pemeriksaan/inspeksi merupakan salah satu kegiatan pengawasan agar pengusaha mentaati semua ketentuan yang berlaku ( air, udara, tanah, kebisingan, B-3).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Limbah
Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3).
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water).
Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
2.2 Pengolahan Limbah
Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:
1. pengolahan menurut tingkatan perlakuan
2. pengolahan menurut karakteristik limbah
Untuk mengatasi berbagai limbah dan air limpasan (hujan), maka suatu kawasan permukiman membutuhkan berbagai jenis layanan sanitasi. Layanan sanitasi ini tidak dapat selalu diartikan sebagai bentuk jasa layanan yang disediakan pihak lain. Ada juga layanan sanitasi yang harus disediakan sendiri oleh masyarakat, khususnya pemilik atau penghuni rumah, seperti jamban misalnya.
1. Layanan air limbah domestik: pelayanan sanitasi untuk menangani limbah Air kakus.
2. Jamban yang layak harus memiliki akses air besrsih yang cukup dan tersambung ke unit penanganan air kakus yang benar. Apabila jamban pribadi tidak ada, maka masyarakat perlu memiliki akses ke jamban bersama atau MCK.
3. Layanan persampahan. Layanan ini diawali dengan pewadahan sampah dan pengumpulan sampah. Pengumpulan dilakukan dengan menggunakan gerobak atau truk sampah. Layanan sampah juga harus dilengkapi dengan tempat pembuangan sementara (TPS), tempat pembuangan akhir (TPA), atau fasilitas pengolahan sampah lainnya. Dibeberapa wilayah pemukiman, layanan untuk mengatasi sampah dikembangkan secara kolektif oleh masyarakat. Beberapa ada yang melakukan upaya kolektif lebih lanjut dengan memasukkan upaya pengkomposan dan pengumpulan bahan layak daur-ulang.
4. Layanan drainase lingkungan adalah penanganan limpasan air hujan menggunakan saluran drainase (selokan) yang akan menampung limpasan air tersebut dan mengalirkannya ke badan air penerima. Dimensi saluran drainase harus cukup besar agar dapat menampung limpasan air hujan dari wilayah yang dilayaninya. Saluran drainase harus memiliki kemiringan yang cukup dan terbebas dari sampah.
5. Penyediaan air bersih dalam sebuah pemukiman perlu tersedia secara berkelanjutan dalam jumlah yang cukup. Air bersih ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan makan, minum, mandi, dan kakus saja, melainkan juga untuk kebutuhan cuci dan pembersihan lingkungan.
2.3 Karakteristik Limbah
1. Berukuran mikro
2. Dinamis
3. Berdampak luas (penyebarannya)
4. Berdampak jangka panjang (antar generasi)
2.4 Limbah Industri
Berdasarkan karakteristiknya limbah industri dapat dibagi menjadi empat bagian
1. Limbah cair biasanya dikenal sebagai entitas pencemar air. Komponen pencemaran air pada umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan organik, dan bahan buangan anorganik.
2. Limbah padat
3. Limbah gas dan partikel
4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Merupakan sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat, konsentrasinya, dan jumlahnya secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusak, dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengelolaan Limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3. Pengelolaan Limbah B3 ini bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan
2.5 Limbah Beracun
Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia.Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.
2.6 Macam Limbah Beracun
• Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.
• Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
• Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
• Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut.
• Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.
• Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi pada kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0 untuk limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.
2.7 Limbah
Pada setiap tahap dari siklus bahan bakar nuklir menghasilkan limbah nuklir, baik dari pertambangan dan pengayaan uranium, ke pengoperasian reaktor hingga ke tahap pemrosesan kembali bahan bakar nuklir yang telah terpakai. Limbah nuklir ini akan tetap berbahaya selama ratusan tahun, sebagai warisan beracun untuk generasi mendatang.
Penonaktifan fasilitas nuklir juga akan menghasilkan sejumlah besar limbah radioaktif. Kebanyakan situs-situs nuklir dunia membutuhkan pengawasan dan perlindungan berabad-abad setelah penutupan fasilitas-fasilitas tersebut.
Volume global dari bahan baku yang terpakai adalah 220.000 ton selama tahun 2000, dan masih terus bertambah hingga kira-kira 10.000 per tahun. Meskipun mampu menarik investasi bernilai milyaran dollar untuk berbagai pilihan pembuangan limbah, tetapi industri nuklir dan pemerintah telah gagal memberikan solusi yang paling memungkinkan dan berkelanjutan.
Sebagian besar dari proposal yang ada saat ini, terkait dengan limbah nuklir radioaktif tinggi, mengusulkan limbah-limbah tersebut dikubur di dalam tanah dimana situs-situs nuklir berada. Namun pilihan tersebut belum dapat memberi jawaban, apakah kotak penyimpanan, persediaan itu sendiri, atau bebatuan di sekelilingnya mampu memberikan perlindungan yang cukup dan dapat menghentikan radiasi radioaktif dalam jangka wantu yang panjang yang belum dapat diprediksi.
Sebagai contoh adalah rencana industri yang telah diberitakan luas sebagai rencana yang gagal bagi tempat pembuangan limbah nuklir. Lokasi yang diusulkan di Yucca Mountain Nevada, Amerika Serikat. Setelah hampir 20 tahun, melibatkan banyak penelitian dan investasi milyaran dolar, tak satu gram pun dari bahan baku yang telah terpakai, yang saat ini telah dikirim ke situs tersebut dari reaktor-reaktor nuklir di seluruh penjuru Amerika Serikat. Terdapat ketidakpastian pada kecocokan geologis setempat bagi pembuangan limbah di situs yang tersisa, investigasi yang masih berlangsung menunjukan adanya manipulasi data ilmiah dan ancaman tindkan hukum yang dilakukan oleh pemerintah.
Sebagai tambahan dalam masalah pembuangan limbah tingkat tinggi, terdapat sejumlah contoh dari tempat-tempat pembuangan yang telah ada, yang berisikan limbah tingkat rendah, yang telah mengalami kebocorkan bahan radioaktif ke lingkungan. Drigg di Inggris dan CSM di Le Hague, Prancis adalah dua diantaranya.
Saat ini, tidak ada pilihan yang mampu menunjukkan bahwa limbah masih terisolasi dari lingkungan selama puluhan bahkan hingga ratusan ribu tahun. Tidak ada metode yang dapat diandalkan untuk memperingatkan generasi yang akan datang tentang keberadaan dari pembuangan limbah nuklir.
Pada setiap tahap dari siklus bahan bakar nuklir menghasilkan limbah nuklir, baik dari pertambangan dan pengayaan uranium, ke pengoperasian reaktor hingga ke tahap pemrosesan kembali bahan bakar nuklir yang telah terpakai. Limbah nuklir ini akan tetap berbahaya selama ratusan tahun, sebagai warisan beracun untuk generasi mendatang.
Penonaktifan fasilitas nuklir juga akan menghasilkan sejumlah besar limbah radioaktif. Kebanyakan situs-situs nuklir dunia membutuhkan pengawasan dan perlindungan berabad-abad setelah penutupan fasilitas-fasilitas tersebut.
Volume global dari bahan baku yang terpakai adalah 220.000 ton selama tahun 2000, dan masih terus bertambah hingga kira-kira 10.000 per tahun. Meskipun mampu menarik investasi bernilai milyaran dollar untuk berbagai pilihan pembuangan limbah, tetapi industri nuklir dan pemerintah telah gagal memberikan solusi yang paling memungkinkan dan berkelanjutan.
Sebagian besar dari proposal yang ada saat ini, terkait dengan limbah nuklir radioaktif tinggi, mengusulkan limbah-limbah tersebut dikubur di dalam tanah dimana situs-situs nuklir berada. Namun pilihan tersebut belum dapat memberi jawaban, apakah kotak penyimpanan, persediaan itu sendiri, atau bebatuan di sekelilingnya mampu memberikan perlindungan yang cukup dan dapat menghentikan radiasi radioaktif dalam jangka wantu yang panjang yang belum dapat diprediksi.
Sebagai contoh adalah rencana industri yang telah diberitakan luas sebagai rencana yang gagal bagi tempat pembuangan limbah nuklir. Lokasi yang diusulkan di Yucca Mountain Nevada, Amerika Serikat. Setelah hampir 20 tahun, melibatkan banyak penelitian dan investasi milyaran dolar, tak satu gram pun dari bahan baku yang telah terpakai, yang saat ini telah dikirim ke situs tersebut dari reaktor-reaktor nuklir di seluruh penjuru Amerika Serikat. Terdapat ketidakpastian pada kecocokan geologis setempat bagi pembuangan limbah di situs yang tersisa, investigasi yang masih berlangsung menunjukan adanya manipulasi data ilmiah dan ancaman tindkan hukum yang dilakukan oleh pemerintah.
Sebagai tambahan dalam masalah pembuangan limbah tingkat tinggi, terdapat sejumlah contoh dari tempat-tempat pembuangan yang telah ada, yang berisikan limbah tingkat rendah, yang telah mengalami kebocorkan bahan radioaktif ke lingkungan. Drigg di Inggris dan CSM di Le Hague, Prancis adalah dua diantaranya.
Saat ini, tidak ada pilihan yang mampu menunjukkan bahwa limbah masih terisolasi dari lingkungan selama puluhan bahkan hingga ratusan ribu tahun. Tidak ada metode yang dapat diandalkan untuk memperingatkan generasi yang akan datang tentang keberadaan dari pembuangan limbah nuklir.
2.8 Peran Lokasi Penimbunan Limbah
2.8.1 Tujuan Penimbunan Limbah
Tujuan pembuatan penimbunan limbah ialah menstabilkan limbah padat dan membuatnya menjadi bersih melalui penyimpanan limbah secara benar dan penggunaan fungsi metabolis alami yang benar.
2.8.2 Klasifikasi Lokasi Penimbunan Limbah
2.8.3 Klasifikasi Struktur Penimbunan Limbah
Lokasi penimbunan limbah digolongkan ke dalam 5 jenis menurut struktur sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1 dan Gambar 1. Dari segi mutu lindi dan gas yang ditimbulkan dari lokasi penimbunan limbah, baik metode penimbunan limbah semi-aerobik maupun aerobik yang dikehendaki.
Tabel 1. Klasifikasi Struktur Penimbunan limbah
Penimbunan limbah anaerobic Limbah padat harus ditimbun kedalam galian di area tanah datar atau lembah. Limbah berisi air dan dalam keadaan anaerobik.
Penimbunan limbah saniter anaerobic Penimbunan limbah anaerobik dengan penutup berbentuk "sandwich". Kondisi limbah padat sama dengan penimbunan limbah anaerobik.
Penimbunan limbah saniter anaerobik yang telah disempurnakan (penimbunan limbah saniter yang telah disempurnakan) Memiliki sistem penampungan lindi di dasar lokasi penimbunan limbah. Sedangkan yang lainnya sama seperti penimbunan limbah saniter anaerobik. Kondisinya tetap anaerobik dan kadar air jauh lebih sedikit dibandingkan dengan penimbunan limbah saniter anaerobik.
Penimbunan limbah semi-aerobik Saluran penampungan lindi lebih besar dari pada saluran penimbunan limbah saniter yang telah disempurnakan. Lubang saluran dikelilingi udara dan salurannya ditutupi batu yang telah dihancurkan kecil-kecil. Kadar air pada limbah padat kecil. Oksigen disediakan bagi limbah padat dari saluran penampungan lindi
Penimbunan limbah aerobic Di samping saluran penampungan lindi, pipa persediaan udara dipasang dan udara didorong agar memasuki limbah padat sehingga kondisinya menjadi lebih aerobik dibandingkan dengan penimbunan limbah semi-aerobik.
2.8.4 Struktur Penimbunan Limbah Semi-aerobik
Sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2, penimbunan limbah semi-aerobik memungkinkan terjadinya proses masuknya udara melalui pipa penampung lindi yang dipasang di dasar penimbunan limbah, yang membantu memperbesar terjadinya proses aerobik, dan membuat bakteri aerobik menjadi aktif, serta mempercepat terjadinya dekomposisi limbah.
Gambar 2. Jenis Penimbunan limbah dan Sistem Penampungan Lindi
Selanjutnya kegiatan ini akan membuat mutu dari lindi menjadi lebih baik dengan terjadinya penurunan kepekatan lindi, juga mengurangi terbentuknya gas berbahaya, yang seluruhnya dapat menimbulkan stabilisasi lokasi dari penimbunan limbah menjadi lebih cepat. Lihat Gambar 3.
Gambar 3. Perubahan Kadar Kepekatan Lindi dalam BOD sesuai dengan jenis Penimbunan
2.8.5 Lokasi Penimbunan Limbah Saniter Khusus
Lokasi penimbunan limbah dapat melaksanakan fungsinya hanya apabila kita memiliki rancangan dan cara kerja yang baik. Rancangan yang baik dengan cara kerja yang buruk atau rancangan yang buruk dengan cara kerja yang baik tidak akan menimbulkan hasil yang baik. Lihat Gambar 4.
Gambar 4. Ilustrasi konsep Lokasi Penimbunan limbah Sanitasi Khusus
2.9 Pencegahan Polusi Sekunder
2.9.1 Keadaan Sekarang dan Masa Depan Lokasi Penimbunan Limbah
Umumnya orang tidak menghendaki lokasi penimbunan limbah dibuat dekat dengan tempat tinggal mereka karena hal ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan warga setempat. Dampak negatif demikian disebut "polusi sekunder" mengingat tujuan utama lokasi penimbunan limbah ialah menghindari polusi lingkungan hidup di daerah kota dengan membawa limbah dari daerah kota, dan menampungnya di lokasi penimbunan limbah yang baik.
Meskipun demikian, lokasi penimbunan limbah merupakan fasilitas umum yang sangat diperlukan bagi setiap kota modern di dunia.
Oleh karena itu, setiap kota perlu merencanakan dan merancang lokasi penimbunan limbah dengan cara yang dapat diterima oleh masyarakat .
Guna membuat lokasi penimbunan limbah yang dapat diterima masyarakat setempat, polusi sekunder dan dampak buruk yang ditimbulkannya perlu diperkecil.
Perlu juga untuk dirumuskan rencana pemakaian lokasi paska-penutupan dengan mempertimbangkan pendapat masyarakat setempat.
2.9.2 Polusi Sekunder yang Ditimbulkan dari Lokasi Penimbunan Limbah
(a) Pencemaran air
Lindi yang ditimbulkan dari lokasi penimbunan limbah, jika tidak diolah akan, mencemarkan sungai, laut dan air tanah.
(b) Pembentukan gas
Gas utama yang ditimbulkan dari lokasi penimbunan limbah adalah metan, amonium, hidrogen sulfida, dan karbon dioksida.
(c) Bau tak sedap
Ada dua jenis bau tak enak yang ditimbulkan dari lokasi penimbunan limbah. Pertama adalah bau yang ditimbulkan dari limbahnya sendiri, yang lainnya adalah gas yang ditimbulkan melalui dekomposisi limbah.
(d) Hama dan vektor
Limbah dapur cenderung menjadi sarang lalat, dan menarik tikus dan burung gagak.
(e) Kebisingan dan getaran
Kendaraan angkutan limbah yang masuk dan peralatan penimbunan limbah dapat menjadi sumber kebisingan dan getaran.
(f) Kebakaran
Kebakaran dapat terjadi secara spontan akibat pembentukan gas metan atau pemakaian bahan kimia. Kebakaran juga dapat disebabkan oleh para pemulung atau orang lain.
2.9.3 Pencegahan Polusi Sekunder dengan Menggunakan Tanah Penutup
Jika kita ingin mencegah polusi sekunder dengan sempurna dengan mendirikan fasilitas pengolahan air limbah, misalnya, sejumlah besar uang dan teknologi tinggi diperlukan.
Penggunaan tanah penutup, meskipun tidak sempurna dalam pencegahan polusi sekunder, dianjurkan karena cara ini ekonomis dan efektif.
Bahan penutup seperti tanah harus digunakan untuk menutup limbah padat dengan cepat setelah diturunkan.
Setelah penurunan limbah terakhir setiap hari, tanah penutup limbah harus dikumpulkan pada lerengan lapisan limbah yang harus diatur setiap hari.
Aplikasi tanah penutup sebagaimana mestinya akan cukup banyak mengurangi polusi sekunder.
2.9.4 Efektifitas metode tanah penutup
Penggunaan tanah penutup, akan memberi manfaat dan pengaruh sebagai berikut:
(a) Pencegahan terjadinya penyebaran sampah
(b) Pencegahan terjadinya bau tak sedap
(c) Menyingkirkan hama dan vektor
(d) Pencegahan kebakaran serta penyebarannya
(e) Penyempurnaan lansekap
(f) Pengurangan pembentukan lindi
Sebagaimana disebutkan di atas, aplikasi tanah penutup sangat efektif dalam pencegahan polusi lingkungan hidup
Bahan tanah penutup tidak perlu yang harus dibeli. Limbah tanah, limbah pembongkaran, atau limbah lama dapat digunakan sebagai tanah penutup.
2.10 . Pengelolaan dan Kegiatan Lokasi Penimbunan Limbah
Hal yang penting diperhatikan ialah memelihara lokasi penimbunan limbah agar tetap bersih dan sehat, dan memperbesar kapasitas lokasi penimbunan limbah dengan operasi yang baik.
Aktivitas pengelolaan dan operasi lokasi meliputi hal-hal berikut:
(a) Analisa limbah
Periksa semua jenis limbah yang masuk. Jangan menerima limbah berbahaya jenis apapun. Buat catatan limbah yang masuk mengenai jenis dan banyaknya.
(b) Penimbunan limbah saniter
Membuat rencana kegiatan lokasi penimbunan limbah dimuka, dan ikuti rencana ini. "Merencanakan sebelum Operasi" sungguh penting bagi sanitasi lokasi penimbunan limbah.
(c) Upaya pelestarian lingkungan hidup
Memantau linindi dan gas secara reguler, dan kontrol vektor.
(d) Catatan Penimbunan limbah
Ukur dan buat catatan ketinggian lokasi penimbunan secara rutin, yang dapat berguna untuk memperkirakan kapasitas lokasi penimbunan yang masih ada. Sediakan semua bahan yang diperlukan.
(e) Pengelolaan lokasi paska-penimbunan limbah
Bahkan setelah penyelesaian pembuatan lokasi penimbunan limbah, perlu dilanjutkan dengan pemantauan penurunan tanah dan polusi lingkungan hidup yang diakibatkan oleh lindi.
2.11 Rencana Pemanfaatan Lokasi Paska-Penimbunan Limbah
Kegiatan penimbunan limbah dapat dipertimbangkan sebagai langkah pembentukan tanah.
Kegiatan penimbunan limbah harus dirancang sedemikian rupa sehingga mempercepat penggunaan kembali lokasi paska-penutupan, dan mempermudah pengelolaan lokasi paska-penutupan sebelum digunakan kembali.
Karena pembuangan secara terbuka akan menciptakan tanah lempung, dan memerlukan waktu lebih lama sebelum pembentukan gas metan dan bau tak sedap hilang, metode pembuangan terbuka memerlukan waktu yang lama sebelum pemakaian kembali dimungkinkan, dan karenanya kegiatan ini tidak dianjurkan.
Berbagai faktor yang mempengaruhi permulaan penggunaan kembali penimbunan limbah paska-penutupan meliputi 1) kecepatan penurunan tanah, 2) mutu lindi, 3) mutu dan kadar gas, dan 4) suhu endapan limbah di lokasi penimbunan limbah paska-penutupan.
Adalah sangat penting untuk menggunakan rencana penggunaan lokasi paska-penutupan ke dalam rancangan dan kegiatan lokasi penimbunan limbah.
2.12 Pengolahan Limbah Cair
Industri primer pengolahan hasil hutan merupakan salah satu penyumbang limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. Bagi industri-industri besar, seperti industri pulp dan kertas, teknologi pengolahan limbah cair yang dihasilkannya mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil atau sedang. Namun demikian, mengingat penting dan besarnya dampak yang ditimbulkan limbah cair bagi lingkungan, penting bagi sektor industri kehutanan untuk memahami dasar-dasar teknologi pengolahan limbah cair.
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Jadi teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan.
Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:
1. pengolahan secara fisika
2. pengolahan secara kimia
3. pengolahan secara biologi
Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi.
Pengolahan Secara Fisika
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis-nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam proses osmosa.
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut.
Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat mahal.
Pengolahan Secara Kimia
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).
Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida.
Pada dasarnya kita dapat memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia.
Pengolahan secara biologi
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.
Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);
2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.
Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Di dalam lagoon yang diaerasi cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja.
Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:
1. trickling filter
2. cakram biologi
3. filter terendam
4. reaktor fludisasi
Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80%-90%.
Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;
2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.
Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.
Dalam prakteknya saat ini, teknologi pengolahan limbah cair mungkin tidak lagi sesederhana seperti dalam uraian di atas. Namun pada prinsipnya, semua limbah yang dihasilkan harus melalui beberapa langkah pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan atau kembali dimanfaatkan dalam proses produksi, dimana uraian di atas dapat dijadikan sebagai acuan.
Pencemaran
Pencemaran, menurut SK Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup No 02/MENKLH/1988, adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air/udara, dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan. Baku mutu lingkungan adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuhan atau benda lainnya.
Pada saat ini, pencemaran terhadap lingkungan berlangsung di mana-mana dengan laju yang sangat cepat. Sekarang ini beban pencemaran dalam lingkungan sudah semakin berat dengan masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat.
Pencemaran lingkungan dapat dikategorikan menjadi:
• Pencemaran air
• Pencemaran udara
• Pencemaran tanah
• Tentang Pengolahan Limbah Air Wastewater Gardens®
• ________________________________________
•
• Wastewater Gardens® adalah...
• Sebuah solusi menarik yang murah dan alami untuk pengolahan limbah air kotor yang efektif. Sistem ini cocok untuk digunakan di masyarakat, kantor, hotel dan rumah. Wastewater Gardens® telah dibuktikan lebih efektif, terjangkau dan tahan lama dibandingkan dengan sistem pengolahan limbah biasa, khususnya di daerah tropis dan wilayah yang terpencil.
• Sejauh ini Wastewater Gardens® telah dipasang di lebih dari 150 rumah, hotel,kantor dan masyarakat di seluruh dunia.
• Untuk mempelajari lebih jauh tentang sistem dan melihat foto-foto sistem yang sudah dipasang di Indonesia sampai sekarang ini, Klik website Wastewater Gardens® di sini.
• Siapa yang mengembangkan tehnologi ini?
• ________________________________________
• Dr. Mark Nelson bekerja sama dengan Planetary Coral Reef Foundation (PCRF U.S.) dan ahli ekologi yang terkenal Prof. H.T. Odum dari Center for Wetlands di Universitas Florida, telah mengembangkan pendekatan yang inovatif ini untuk pengolahan limbah air kotor.
• ________________________________________
• Wastewater Gardens®
yang pertama kali dipasang di Indonesia pada tahun 1998 Emerald Starr, arsitek yang mengatur pemasangan sistem ini sangat terkesan dengan aplikasi sistem ini untuk melestarikan eko-sistem di Indonesia sehingga bergabung dengan Yayasan IDEP untuk mempromosikan dan mengembangkan sistem Wastewater Gardens® ini di Indonesia.
• Pada tahun 2000/2001, Dr. Mark Nelson, pembangun sistem Wastewater Gardens® ini diundang untuk memfasilitasi serangkaian seminar tentang manfaat sistem Wastewater Gardens® ini di universitas, pemerintahan dan industri swasta di Indonesia. Pada tahun 2001, setelah memantau proyek awal yang telah dikembangkan, BAPEDALDA telah memberikan surat rekomendasi untuk Wastewater Gardens® dan sejak saat itu telah mendukung perkembangan proyek yang sedang berlangsung. Sebagai contoh yang bisa dilihat untuk menggairahkan masyarakat akan sistem solusi lingkungan yang menarik ini, sistem ini telah dipasang di kantor pusat BAPEDALDA di sanur, Bali.
• Sampai sekarang beberapa sistem telah dipasang di Indonesia dari tempat-tempat pariwisata ke proyek-proyek perkembangan masyarakat, resort dan rumah-rumah pribadi. Yayasan IDEP bekerja sama dengan firma-firma arsitektur dan Perusahaan Pembangunan PT Bali Gede telah memasang sistem Wastewater Gardens® di seluruh Indonesia.
• • kembali ke atas •
• ________________________________________
• Wastewater Gardens® -
sebuah solusi yang ideal untuk daerah pertanian di Indonesia Masyarakat kecil di daerah pertanian yang terpencil mempunyai kesulitan dan harus membayar mahal untuk perawatan peralatan sistem pengolahan limbah air kotor yang diberikan. Sering dilaporkan bahwa perawatan ini tidak mungkin untuk dilakukan dan hasilnya adalah sistem pengolahan limbah yang tidak bekerja.
non-existent and inadequate sewage treatment results.
• “Limbah air kotor” ternyata juga merupakan sumber air dan nutrisi yang berharga yang bisa digunakan untuk menyuburkan lahan basah dan kebun. Ahli-ahli perlahanan basah telah menyimpulkan bahwa tidak hanya karena alami tetapi juga eko-sistem yang dirancang dan dibangun dengan baik sangat efisien untuk memanfaatkan dan membersihkan air yang mengandung banyak nutrisi itu.
• Karena sistem ini tergantung pada tanaman hijau dan mikroba, akan lebih baik proses kerjanya apabila dilakukan di daerah yang hangat dan banyak sinar matahari. Maka pendekatan ini sangat ideal untuk daerah beriklim sedang dan daerah tropis.
• Pendekatan ini sangat sempurna untuk digunakan di Indonesia karena disamping mudah perawatannya juga sangat efisien dalam merubah apa yang tadinya ‘limbah’ menjadi sesuatu yang menguntungkan. Lahan basah juga tidak mahal, tidak ada ketergantungan akan tehnologi yang rumit dan mahal perawatannya. Lahan basah tidak memerlukan listrik atau bahan bakar
I. DAMPAK PEMBANGUNAN INDUSTRI TERHADAP PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
o Setiap penanggung jawab kegiatan industri wajib:
o 1. melakukan pengelolaan LC shg mutu LC yg dibuang ke lingk tidak melampuai Baku Mutu Limbah Cair yang telah ditetapkan
o 2. membuat saluran pembuangan LC yg kedap air shg tidak terjadi perembesan limbah cair ke lingkungan
o 3. memasang alat ukur debit atau laju alir LC dan melakukan pencatatan debit harian limbah cair tersebut.
o 4. Tidak melakukan pengenceran LC, termasuk mencampurkan buangan air bekas pendingin ke dalam aliran pembuangan limbah cair.
o 5. Memeriksakan kadar parameter BMLC yg ditetapkan secara periodik se kurang-2nya satu kali dlm satu bulan
o 6. Memisahkan saluran pembuangan LC dg saluran limpahan air hujan
o 7. Melakukan pencatatan produksi bulanan senyatanya.
o 8. Menyampaikan laporan ttg catatan debit harian, kadar parameter BMLC, dll sekurang-2nya 3 bulan sekali kepada BAPEDAL (Kab./Kota dan Propinsi serta instansi teknis terkait)
II. PROTAP PENANGGULANGAN DAMPAK LINGKUNGAN
PENCEMARAN / PENGAWASAN
A. Pengelolaan dan Pengendalian Pencemaran Air
o Cara pengelolaan air limbah yang diterapkan dan teknologinya
o Bahan kimia dan biologi yang digunakan dalam pengelolaan air limbah
o Pengecekan thd kondisi fisik IPAL & Kerja IPAL (permanen kedap air atau tidak)
o Kapasitas Instalasi Pengolah Limbah (IPAL) dan designnya
o Kapasitas limbah yg dihslkan dari masing-masing unit kegiatan (proses)
o Pengecekan terhadap air pendingin boiler, apakah dicampur dengan limbah atau dimanfaatkan lagi (reuse)
o Skema pengelolaan air limbah
o Debit air limbah dari IPAL, lihat catatan harian pabrik tentang hal ini.
o Pengecekan terhadap saluran air limbahnya
o Pengecekan thd alat ukur debit air limbah ( flow meter ) yg dimiliki pabrik
o Data analisa air limbah , baik hasil swapantau pabrik maupun hasil pengawasan instansi yang bertanggungjawab di daerah
o Pengecekan thd pengelolaan lumpur sedimen dan sludge dari IPAL
o Pengecekan thd upaya pemanfaatan air limbah (reuse, recycle dan reduce).
B. Penanganan Limbah Cair
o Proses penanganan Limbah Cair pada prinsipnya terdiri dari tiga tahap yaitu :
o Primer : utk memisahkan air
o buangan dg padatan
o Sekunder : Penyaringan lanjutan dan
o lumpur aktif
o Tersier : proses biologis, adsorbsi,
o destilasi, dll
C. Pengelolaan Limbah B-3
Pengelolaan flock atau lumpur hasil sedimentasi dan sludge dr proses anaerob / aerob, baik di dlm maupun di luar pabrik.
Pengelolaan kotoran dari kegiatan back wash, lumpur atau endapan dari unit pengelohan air baku proses (water treatment)
Kegiatan pengumpulan dan penyimpanan oli bekas, ceceran minyak dan apakah mempunyai oil separator ?
Bagaimana pengelolaan bahan-bahan sisa laboratorium
Incenerator Limbah B-3 (pembakaran limbah B-3)
Landfill limbah B-3 (penimbunan limbah B-3) dan pengolahan leachate (air sampah)
Bgmn pengelolaan sampah di tungku boiler, debu yg tertangkap pada alat penangkap debu (cyclon atau electric presipitator)
Upaya untuk memanfaatkan limbah padat, mengurangi limbah B-3, pemanfaatan kembali limbah B-3 dan daur ulang
Apakah limbah B-3 yang dihasilkan telah diberi tanda dan label .
Masalah perizinan yang menyangkut pengumpulan, pengangkutan dan pengoperasian alat, dalam rangka pengelolaan limbah B-3
D. Pengelolaan Limbah Padat Non B-3
o Proses penanganan dan pengelolaan limbah padat non B-3 , perlu diperiksa apakah limbah yg dikatakan masuk kategori non B-3 telah melewati analisis karakteristik limbah B-3 atau telah dapat dipastikan bukan termasuk L-B-3.
o Untuk mengetahui jumlah atau kapasitas limbah dilakukan pengecekan thd sumber limbah padat non B-3 tersebut
o Berdasarkan teknologi yang tersedia dan alur proses produksi dapat diketahui volume limbah padat yang dihasilkan, berapa yang dimanfaatkan kembali, berapa yang ditimbun , atau bahkan berapa yang dijual . Selanjutnya dapat dibuat neraca keseimbangan
o Dalam pemanfaatan limbah padat non B-3 perlu dirinci dan dicatat pihak mana yang memanfaatkan , untuk tujuan apa, dan berapa jumlah yang dimanfaatkan . Apabila hasil pemanfaatan berupa produk yang memberi nilai tambah pada perusahaan, apakah ada dampak samping dari produk tersebut (cek limbahnya), dan seterusnya.
E. Pengelolaan dan Pengendalian Pencemaran Udara
Proses yg diterapkan untuk mengolah emisi gas dan debu, adakah alat treatment utk mengurangi pencemaran udara
Peralatan yg digunakan dan kapasitasnya, sumber yg menghasilkan limbah gas serta kapasitas limbahnya
Lokasi cerobong dan dampaknya terhadap lingk sekitar,
Masalah perizinan yg berkaitan dg pembuangan emisi gas
Usaha untuk mengurangi kebisingan, getaran dan bau.
Pemantauan kualitas emisi gas, debu, kebisingan, getaran baik didalam pabrik maupun di luar pabrik.
Masalah bau atau kebauan di sekitar pabrik (dapat pula dilakukan cek silang thd masy. sekitar (data sekunder), dilakukan secara terpisah dg kegiatan inspeksi ke industri)
III. PERMASALAHAN LINGKUNGAN dan KEBIJAKAN
o 1. Isu LH adalah Penc dan Perusakan lingk , Implikasi dampaknya sangat luas dan komplek krn mengganggu sendi-2 kehidupan masy. dan keberadaan makhluk hidup
o 2. Masalahan LH bersifat multi sektoral dan kompleks yg hrs ditangani scr holistik dan terpadu.
o 3. Penanganan masalah LH harus diawali dg komitment yg kuat dr berbagai stakeholders
o Diaplikasikan dalam kebijakan yg operasional, berasaskan keadilan dan kesetaraan hak dan kewajiban antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat
o 4. Penegakan hukum lingk thd pelaku kejahatan lingk mutlak harus dilaksanakan dg pembaharuan dan pembentukan peradilan lingk dan perangkatnya
Kebijakan pengawasan dan pengendalian Penc Lingk
• Penetapan, penerapan dan pengawasan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kab/Kota
• Rencana pengelolaan DAS secara terpadu mengarah kepada one river one management .
• Dokumen RKL-RPL dan UKL-UPL sebagai tool pengawasan dan pengendalian dampak lingk
• Mendorong dunia usaha melakukan Minimisasi limbah dg mengembangkan cleaning production .
• Penetapan peruntukan dan baku mutu sungai .
o Penetapan baku mutu limbah berbagai industri, hotel, rumah sakit, air terproduksi dll.
• Mendorong PKS melakukan LA pd lahan-2 kebun LA disertai dg pengawasan yg ketat.
o Pemantapan dan optimalisasi serta pendayagunaan AMDAL sebagai instrument management lingkungan dan dokumen publik.
o Pembinaan dan pengembangan peran serta dan pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan lingkungan hidup, termasuk LSM
Pencemaran Industri
o Pertumbuhan industri dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Tidak dapat dihindari, dampak ikutan dari industrialisasi ini adalah juga terjadinya peningkatan pencemaran yg dihasilkan dr proses produksi.
o Proses produksi ini akan menghasilkan produk yg diinginkan dan hasil samping yang tidak diinginkan berupa limbah
o Limbah terdiri dari limbah padat, limbah cair dan gas buangan yang akan masuk ke lingkungan.
o Untuk itu diperlukan upaya untuk mengurangi limbah tsb dg membuat IPAL (Instalasi Pengolah Air Limbah), Dust Collector (Penangkap Debu), Peredam suara, dll
o Untuk memastikan suatu kegiatan industri tidak mempunyai dampak (-) thd lingk, diperlukan upaya pemantauan secara berkala dan terus menerus terhadap kualitas limbah cair dan gas buangan
Prosedur Pengawasan Pengendalian Penc. Air
o Pengawasan (INSPEKSI ) : Kegiatan pemantauan utk mengetahui apakah kegiatan yg bersangkutan melaksanakan penaatan thd peraturan.
o TUJUAN Pengawasan / Inspeksi :
o Utk meninjau, mengevaluasi dan menetapkan status ketaatan dr industri
o Meninjau ulang/ memperbaharui data yg diperoleh sebelumnya
o Mengidentifikasi potensi B-3 & usulan upaya perlindungan lingk.
o Memantau kualitas limbah cair/ emisi gas buang
o Utk pengolahan data informasi , shg berguna dimasa yg akan datang termasuk utk keperluan penyidikan.
o BENTUK-BENTUK PENGAWASAN
o Pengawasan Rutin
o Pengawasan Insidentil (Sidak)
o Pengawasan Kunjungan
o KEGUNAAN PENGAWASAN/ INSPEKSI : Utk mendapatkan data berupa fakta mengenai ketaatan atau ketidaktaatan objek inspeksi terhadap UU, PP, Perda, Perizinan, dll.
Kepatuhan secara sukarela
o Konsumen dan produsen dihimbau untuk peduli lingkungan atau mempraktekkan apa yg disebut " etika lingkungan ". Misalnya, mereka diseru utk menggunakan botol gelas minuman (yg dpt digunakan lagi) dr pd botol plastik (yg sekali pakai dibuang).
o Jika produsen, mau menerima himbauan, mereka diharapkan dpt membuat persetujuan sukarela utk berproduksi scr ramah-lingk , shg tdk perlu dilakukan pemaksaan hukum atau administratif.
o jika instrumen ini dianut, masy dan pemerintah harus melakukan gerakan pendidikan dan penyadaran tentang lingkungan, agar konsumen hanya membeli barang yg diproduksi scr ramah-lingk .
o Para pakar dpt berhimpun utk menyusun semacam " norma profesi teknik " yg diterima scr umum, shg dpt mengikat seluruh industri.
o Kampanye atau himbauan ini merupakan alternatif yang bermanfaat dan hemat untuk mengendalikan perilaku-cemar ,
o Upaya pencegahan penc membutuhkan biaya yg tdk kecil, shg mungkin hrs dilakukan pengurangan jml industri yg berakibat berkurangnya lapangan kerja .
o Produk yg diolah scr ramah-lingkungan dpt lebih mahal dr pd produk sejenis di negara lain, hal ini akan mengakibatkan produk dari negara yg pertama ini mempunyai daya-saing yg rendah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
o Dalam pengendalian pencemaran perlu dilakukan secara terpadu antar berbagai stakeholder yg terlkait agar memberikan daya ungkit thd perbaikan kualitas lingkungan.
o Penegakan hukum lingk perlu diterapkan secara konsisten agar terdapat kepastian hukum bagi suatu pelanggaran dan tidak menjadikan preseden buruk terhadap yang lain.
o Daya dukung lingkungan merupakan hal penting utk dikaji sbg dasar bagi pengambilan keputusan dlm suatu lingk tertentu.
o Kemampuan dan wawasan masyarakat di lingk rawan dampak perlu ditingkatkan scr bertahap sbg ujung tombak membantu Pemerintah dlm pengendalian pencemaran air.
3.2 Saran
3.3 Kritik
DAFTAR PUSTAKA
Ika Ratna Sari, S.Pd. 2006. Metode Belajar Efektif Biologi: Jawa Tengah. CV Media Karya Putra.
Purba Michael. 2004. Biologi Untuk SMA : Jakarta. PT Erlangga.
Purba, Michael.2006. Biologi .Jakarta:Erlangga.
Sudarmo Unggul.2007.Biologi x .Jakarta:Phibeta
Pristiyana.2010.SMAN 3 BONTANG Kelas X-C.Bontang
Kerajaan Bali
Kelas XI IPA 2
Pristiyana Yopi Irawati
SMA NEGERI 3 BONTANG
Tugas dari Bpk Wisnu
Kerajaan Bali
Kerajaan Bali terletak pada sebuah Pulau kecil yang tidak jauh dari daerah Jawa Timur. Dalam perkembangan sejarahnya, Bali mempunyai hubungan erat dengan Pulau Jawa. Karena letak pulau itu berdekatan, maka sejak zaman dulu mempunyai hubungan yang erat. Bahkan ketika Kerajaan Majapahit runtuh, banyak rakyat Majapahit yang melarikan diri dan menetap di sana. Sampai sekarang ada kepercayaan bahwa sebagian dari masyarakat Bali dianggap pewaris tradisi Majapahit.
Sejarah
Sawah di sekitar puri Gunung Kawi, Tampaksiring, Bali.
Penghuni pertama pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500 SM yang bermigrasi dari Asia. Peninggalan peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa Cekik yang terletak di bagian barat pulau. Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya ajaran Hindu dan tulisan Sansekerta dari India pada 100 SM.
Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India, yang prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di berbagai prasasti, diantaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada 913 M dan menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi subak untuk penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga mulai berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit (1293–1500 AD) yang beragama Hindu dan berpusat di pulau Jawa, pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara beragama Hindu, namun seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis, dan masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa ke Bali.
Orang Eropa yang pertama kali menemukan Bali ialah Cornelis de Houtman dari Belanda pada 1597, meskipun sebuah kapal Portugis sebelumnya pernah terdampar dekat tanjung Bukit, Jimbaran, pada 1585. Belanda lewat VOC pun mulai melaksanakan penjajahannya di tanah Bali, akan tetapi terus mendapat perlawanan sehingga sampai akhir kekuasaannya posisi mereka di Bali tidaklah sekokoh posisi mereka di Jawa atau Maluku. Bermula dari wilayah utara Bali, semenjak 1840-an kehadiran Belanda telah menjadi permanen, yang awalnya dilakukan dengan mengadu-domba berbagai penguasa Bali yang saling tidak mempercayai satu sama lain. Belanda melakukan serangan besar lewat laut dan darat terhadap daerah Sanur, dan disusul dengan daerah Denpasar. Pihak Bali yang kalah dalam jumlah maupun persenjataan tidak ingin mengalami malu karena menyerah, sehingga menyebabkan terjadinya perang sampai mati atau puputan, yang melibatkan seluruh rakyat baik pria maupun wanita termasuk rajanya. Diperkirakan sebanyak 4.000 orang tewas dalam peristiwa tersebut, meskipun Belanda telah memerintahkan mereka untuk menyerah. Selanjutnya, para gubernur Belanda yang memerintah hanya sedikit saja memberikan pengaruhnya di pulau ini, sehingga pengendalian lokal terhadap agama dan budaya umumnya tidak berubah.
Jepang menduduki Bali selama Perang Dunia II, dan saat itu seorang perwira militer bernama I Gusti Ngurah Rai membentuk pasukan Bali 'pejuang kemerdekaan'. Menyusul menyerahnya Jepang di Pasifik pada bulan Agustus 1945. Belanda segera kembali ke Indonesia (termasuk Bali) untuk menegakkan kembali pemerintahan kolonialnya layaknya keadaan sebelum perang. Hal ini ditentang oleh pasukan perlawanan Bali yang saat itu menggunakan senjata Jepang.
Pada 20 November 1940, pecahlah pertempuran Puputan Margarana yang terjadi di desa Marga, Kabupaten Tabanan, Bali tengah. Kolonel I Gusti Ngurah Rai, yang berusia 29 tahun, memimpin tentaranya dari wilayah timur Bali untuk melakukan serangan sampai mati pada pasukan Belanda yang bersenjata lengkap. Seluruh anggota batalion Bali tersebut tewas semuanya, dan menjadikannya sebagai perlawanan militer Bali yang terakhir.
Pada tahun 1946 Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13 wilayah bagian dari Negara Indonesia Timur yang baru diproklamasikan, yaitu sebagai salah satu negara saingan bagi Republik Indonesia yang diproklamasikan dan dikepalai oleh Sukarno dan Hatta. Bali kemudian juga dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949. Tahun 1950, secara resmi Bali meninggalkan perserikatannya dengan Belanda dan secara hukum menjadi sebuah propinsi dari Republik Indonesia.
Letusan Gunung Agung yang terjadi di tahun 1963, sempat mengguncangkan perekonomian rakyat dan menyebabkan banyak penduduk Bali bertransmigrasi ke berbagai wilayah lain di Indonesia.
Tahun 1965, seiring dengan gagalnya kudeta oleh G30S terhadap pemerintah nasional di Jakarta, di Bali dan banyak daerah lainnya terjadilah penumpasan terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia. Di Bali, diperkirakan lebih dari 100.000 orang terbunuh atau hilang. Meskipun demikian, kejadian-kejadian di masa awal Orde Baru tersebut sampai dengan saat ini belum berhasil diungkapkan secara hukum.
Serangan teroris telah terjadi pada 12 Oktober 2002, berupa serangan Bom Bali 2002 di kawasan pariwisata Pantai Kuta, menyebabkan sebanyak 202 orang tewas dan 209 orang lainnya cedera. Serangan Bom Bali 2005 juga terjadi tiga tahun kemudian di Kuta dan pantai Jimbaran. Kejadian-kejadian tersebut mendapat liputan internasional yang luas karena sebagian besar korbannya adalah wisatawan asing, dan menyebabkan industri pariwisata Bali menghadapi tantangan berat beberapa tahun terakhir ini.
Struktur Kerajaan
Dalam struktur kerajaan lama, Raja – raja Bali dibantu oleh badan penasehat yang disebut “Pakirakiran I Jro Makabehan” yang terdiri dari beberapa Senapati dan Pendeta Syiwa yang bergelar “Dang Acaryya” dan Pendeta Buddha yang bergelar “Dhang Upadhyaya”. Raja didampingi oleh badan kerajaan yang disebut “Pasamuan Agung” yang tugasnya memberikan nasihat dan pertimbangan kepada raja mengenai jalannya pemerintahan. Raja juga dibantu oleh Patih, Prebekel, dan Punggawa – punggawa.
Sistem Kepercayaan
Menyembah banyak dewa yang bukan hanya berasal dari dewa Hindu & Buddha tetapi juga dari kepercayaan animisme mereka.
Masalah Hukum
Sikap tebuka dalam mengeluarkan pendapat.
Kehidupan ekonomi ,politik, dan sosial budaya
1. Mata pencaharian
Dari beberapa prasasti yang dikeluarkan oleh raja-raja Bali kuno dapat diketahui mengenai kehidupan dan mata pencaharian masyarakat Bali kuno. Umumnya penduduk pulau Bali sejak zaman dahulu hidup terutama dari bercocok tanam. Dalam Prasasti Songan Tambahan salah sebuah prasasti dari Raja Marakata ada disebutkan istilah-istilah yang berhubungan dengan cara mengolah sawah dan menanam padi yaitu : amabaki, atanem, amantum, ahani, anutu. Proses penanaman padi pada waktu itu disebut sebagai berikut, yaitu dimulai dengan mbakaki (pembukaan tanah), kemudian mluku (membajak tanah), tanem (menanam padi), mantum (menyiangi padi), ahani (menuai padi) dan nutu (menumbuk Padi).
Dari keterangan di atas jelaslah bahwa pada masa pemerintahan Raja Marakata, bahkan mungkin pula pada masa sebelumnya, pertanian khususnya pengolahan tanah di Bali telah maju. Hidup berkebun juga telah umum pada masa itu. Macam-macam tanaman yang merupakan hasil perkebunan antara lain adalah nyu (kelapa), kelapa kering (kopra), hano (enau), kamiri (kemiri), kapulaga, kasumbha (kesumba), tals (ales, keladi), bawang bang (bawang merah), pipakan (jahe), mula phala (wartel dan umbi-umbian lainnya), pucang (pinang), durryan (durian), jeruk, hartak (kacang hijau), lunak atau camalagi (asam), cabya (nurica), pisang atau byu, sarwaphala (buah-buahan), sarwa wija atau sarwabija (padi-padian), kapas, kapir (kapuk randu), damar (damar).
2.Pendidikan
Karena terbatasnya sumber mengenai keadaan pendidikan pada zaman Bali kuno maka untuk mengetahuinya akan dicoba menelusuri dari segi kehidupan masyarakat pada masa itu. Mengingat bahwa pada masa itu telah dikenal keahlian-keahlian khusus seperti : pande, undagi, pemahat, pemotong dan lain sebagainya, maka tentunya keahlian tersebut didapat dengan cara belajar.
Proses belajar dan mengajar antara seorang guru dengan muridnya dilakukan pula di asrama-asrama pendeta yang telah banyak ada pada zaman Bali kuno. Dalam prasasti-prasasti ada disebutkan nama-nama antara lain:
Prasasti Tengkulak A menyebutkan : Sang Hyang mandala ring Amarawati.
Prasasti Tengkulak E menyebutkan : Amarawati-Acarama, menyebutkan : Katyagan i hani Songan Tambahan. Salah satu asrama yang paling terkenal pada zaman Bali kuno ialah Asrama Amarawati, yang menurut pendapat R. Goris yang dimaksud adalah kompleks Candi Gunung Kawi sekarang.
Hasil-hasil kesusastraan yang diciptakan di Bali baru mulai bermunculan pada waktu pemerintahan Dalem Waturenggong (1460 - 1550). Lebih-lebih setelah perpustakaan Majapahit dibawa ke Bali. Pada zaman itulah datang ke Bali Danghyang Nirartha (Pedanda Sakti Wau Rauh) yang menciptakan banyak kitab-kitab kesusastraan. Ketika itulah kesusastraan Bali mengalami zaman keemasannya. Pada zaman pemerintahan Dalem Waturenggong inilah disusun bermacam-macam lontar tentang ke Tuhanan, sesana (kesusilaan), wariga (ilmu perbintangan), usada (pengobatan), babad (sejarah), itihasa (parwa, geguritan) dan lain sebagainya.
3.Kesusastraan
Untuk mengetahui mengenai keadaan dan perkembangan kesusastraan pada zaman Bali kuno, maka perlu mengetahui hubungan sejarah dan kekeluargaan antara Bali dan Jawa Timur pada masa itu. Hasil-hasil kesusastraan yang diciptakan di Bali baru mulai bermunculan pada waktu pemerintahan Dalem Waturenggong (1460-1550). Lebih-lebih setelah pustakaan Majapahit banyak dibawa ke Bali. Pada zaman itulah datang ke Bali Danghyang Nirartha (Pedanda Sakti Wau Rauh) yang mengarang banyak kitab-kitab kesusastraan.
4.Kesenian
Dalam pandangan masyarakat pada umumnya, pengertian kesenian (seni) sering disamakan begitu saja dan malah sering dikacaukan dengan keindahan. Kita sering pula berpendapat bahwa semua yang indah itu bernilai seni. Jadi pengertian kesenian dan keindahan berbauran saja tanpa ada pembatasannya. Sebenarnya tidak semua yang indah itu bernilai seni, sebab ada keindahan yang merupakan atau yang tidak termasuk karya seni, atau sebaliknya tidak semua kesenian (karya seni) itu indah.
Secara garis besarnya hasil kegiatan estetika manusia itu meliputi tiga kegiatan seni antara lain :
a. Kenyataan lahiriah (kesenian/karya seni).
b. Aktivitas (tindakan yang memungkinkan lahirnya karya seni).
c. Perasaan yang bersangkutan dengan karya seni.
Macam-macam Karya Seni (Kesenian)
Kesenian atau keindahan seni dalam arti luas meliputi seni sastra, seni bangunan, seni arca, seni tari, seni suara/vokal, seni tabuh dan berbagai jenis kesenian yang dipentaskan. Dari pembacaan teks prasasti-prasasti yang telah ditemukan sampai saat ini dapat diketahui bahwa pada zaman Bali kuno telah hidup beberapa cabang kesenian seperti seni tari, seni tabuh, seni suara/vokal, lawak, dan beberapa jenis seni tontonan lainnya. Tetapi nama-nama kesenian atau tontonan yang disebutkan didalam prasasti-prasasti tidaklah seluruhnya dapat kita identifikasikan dengan cabang-cabang kesenian atau tontonan yang masih hidup sampai dewasa ini. Nama-nama cabang kesenian yang paling banyak diketahui ialah dari prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh raja Anak Wungsu.
Seni Pahat dan Seni Lukis
Selanjutnya kesenian lainnya yang dikenal ialah semacam kesenian yang disebut Culpika dan Citakara. Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia istilah-istilah tersebut berarti : pemahat patung untuk istilah Culpika dan pelukis untuk istilah Citrakara. Istilah-istilah tersebut memberikan suatu gambaran bahwa pada masyarakat Bali kuno sudah ada orang mempunyai keahlian di bidang seni pahat dan seni lukis. Hanya saja data-data mengenai hal ini tidak banyak kita temukan dalam sumber-sumber tertulis seperti prasasti pada umumnya. Hanya beberapa prasasti yang memuat tentang seni tersebut.
Seni bangunan
Prasasti-prasasti cukup banyak menyebutkan nama-nama bangunan khususnya bangunan suci keagamaan, disamping itu juga bangunan suci sebagai pedharman seorang raja atau pejabat tinggi kerajaan atau juga seorang permaisuri kerajaan. Tetapi sayang banyak tempat yang disebutkan dalam prasasti sebagai tempat lumah (wafat) seorang raja atau permaisuri raja belum diketahui lokasinya hingga sekarang. Selain jenis bangunan tersebut, juga ditemukan jenis bangunan yang disebut wihara atau pertapaan. Semua jenis bangunan yang merupakan peninggalan dari zaman kuno itu beberapa diantaranya masih dapat ditemukan sampai saat ini antara lain : Prasada di Pura Magening (Tampaksiring), kompleks percandian Gunung Kawi, Goa Gajah, Wihara-wihara/pertapaan-pertapaan di sepanjang sungai Pakerisan dan Kerobokan dan lain sebagainya. Dari bangunan-bangunan tersebut dapat diketahui bahwa ada unsur keindahan yang mewarnai gaya bangunan atau arsitektur. Seni bangunan atau arsitektur yang terlihat pada bangunan-bangunan meliputi : bentuk bangunan, tata letak dan penentuan atau pemilihan lokasi. Aspek-aspek arsitektur ini kemudian sangat menentukan rasa puas atau tidaknya si pemilik bangunan baik lahir maupun batin.
5. Aspek Sosial Budaya
a. Struktur Pemerintahan
Raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, dibantu oleh raja kerajaan yang terdiri atas kaum bangsawan disebut dengan nama bahunada atau tanda mantri. Para bahudanda atau pembesar kerajaan pada umumnya diambil dari keluarga istana, kerabat kerajaan yang dianggap berjasa atau dalam ikatan kekerabatan dengan raja. Hubungan antara raja dan rakyat diatur melalui suatu birokrasi yang sudah merupakan suatu sistem pemerintahan tradisional. Di dalam menjalankan tugas sehari-hari raja di dampingi oleh pendeta kerajaan yang disebut Bhagawanta atau purohita.
Dari pendeta Ciwa dan Buddha yang berfungsi sebagai penasehat raja dalam masalah-masalah keagamaan. Bhagawanta biasanya adalah keturunan dari putra-putra Dang Hyang Nirartha yang termasuk keturunan Brahmana Kemenuh yang diturunkan dari istri Dang Hyang Nirartha yang pertama yang berasal dari Daha yang bernama Diah Komala.
b. Sistem Kepemimpinan
Golongan ksatria memegang pimpinan di dalam pemerintahan. Hak golongan ksatria ini untuk memegang pemerintahan dianggap sebagai karunia Tuhan, Brahmokta Widisastra memberikan keterangan golongan ksatria lahir dari tugas khusus. Pekerjaan mereka hanya memerintah, mengenal ilmu peperangan. Orang-orang yang memegang jabatan di bawah raja merupakan keturunan para Arya yang menaklukkan kerajaan Bali kuna. Secara turun temurun mereka memakai gelar "I Gusti" atau "Arya" seperti Arya Kepakisan, I Gusti Kubon Tubuh, I Gusti Agung Widia, I Gusti Agung Kaler Pranawa dan lain-lain.
Untuk mengatur dan mengendalikan segala kelakuan dan kehidupan masyarakat diperlukan adanya hukum. dalam masyarakat Majapahit berlaku hukum tertulis dalam sebuah buku yang bernama Manawa Dharma Sastra sedangkan di Bali dikenal buku yang berjudul Sang Hyang Agama.
6. Segi Politik
Perjuangan fisik melawan kolonialisme Belanda juga banyak tampil tokoh-tokoh perempuan. Beberapa diantaranya seperti Dewa Agung Istri Kaniya adalah tokoh perempuan yang memimpin perang Kusamba, di wilayah Kerajaan Klungkung Bali, yang dijuluki “wanita besi” dari Bali oleh pihak pemerintah Belanda.
Masa Prasejarah
Zaman prasejarah Bali merupakan awal dari sejarah masyarakat Bali, yang ditandai oleh kehidupan masyarakat pada masa itu yang belum mengenal tulisan. Walaupun pada zaman prasejarah ini belum dikenal tulisan untuk menuliskan riwayat kehidupannya, tetapi berbagai bukti tentang kehidupan pada masyarakat pada masa itu dapat pula menuturkan kembali keadaanya Zaman prasejarah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang, maka bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang sudah tentu tidak dapat memenuhi segala harapan kita.
Berkat penelitian yang tekun dan terampil dari para ahli asing khususnya bangsa Belanda dan putra-putra Indonesia maka perkembangan masa prasejarah di Bali semakin terang. Perhatian terhadap kekunaan di Bali pertama-tama diberikan oleh seorang naturalis bernama Georg Eberhard Rumpf, pada tahun 1705 yang dimuat dalam bukunya Amboinsche Reteitkamer. Sebagai pionir dalam penelitian kepurbakalaan di Bali adalah W.O.J. Nieuwenkamp yang mengunjungi Bali pada tahun 1906 sebagai seorang pelukis. Dia mengadakan perjalanan menjelajahi Bali. Dan memberikan beberapa catatan antara lain tentang nekara Pejeng, desa Trunyan, Pura Bukit Penulisan. Perhatian terhadap nekara Pejeng ini dilanjutkan oleh K.C Crucq tahun 1932 yang berhasil menemukan tiga bagian cetakan nekara Pejeng di Pura Desa Manuaba desa Tegallalang.
Penelitian prasejarah di Bali dilanjutkan oleh Dr. H.A.R. van Heekeren dengan hasil tulisan yang berjudul Sarcopagus on Bali tahun 1954. Pada tahun 1963 ahli prasejarah putra Indonesia Drs. R.P. Soejono melakukan penggalian ini dilaksanakan secara berkelanjutan yaitu tahun 1973, 1974, 1984, 1985. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap benda-benda temuan yang berasal dari tepi pantai Teluk Gilimanuk diduga bahwa lokasi Situs Gilimanuk merupakan sebuah perkampungan nelayan dari zaman perundagian di Bali. Di tempat ini sekarang berdiri sebuah museum.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang di Bali, kehidupan masyarakat ataupun penduduk Bali pada zaman prasejarah Bali dapat dibagi menjadi :
1. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana
2. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
3. Masa bercocok tanam
4. Masa perundagian
Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana
Sisa-sisa dari kebudayaan paling awal diketahui dengan penelitian-penelitian yang dilakukan sejak tahun 1960 dengan ditemukan di desa Sambiran (Buleleng Timur), dan ditepi timur dan tenggara Danau Batur (Kintamani) alat-alat batu yang digolongkan kapak genggam, kapak berimbas, serut dan sebagainya. Alat-alat batu yang dijumpai di kedua daerah tersebut kini disimpan di museum Gedung Arca di Bedahulu Gianyar.
Kehidupan penduduk pada masa ini adalah sederhana sekali, sepenuhnya tergantung pada alam lingkungannya. Mereka hidup mengembara dari satu tempat ketempat lainnya. Daerah-daerah yang dipilihnya ialah daerah yang mengandung persediaan makanan dan air yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Hidup berburu dilakukan oleh kelompok kecil dan hasilnya dibagi bersama. Tugas berburu dilakukan oleh kaum laki-laki, karena pekerjaan ini memerlukan tenaga yang cukup besar untuk menghadapi segala bahaya yang mungkin terjadi. Perempuan hanya bertugas untuk menyelesaikan pekerjaan yang ringan misalnya mengumpulkan makanan dari alam sekitarnya. Hingga saat ini belum ditemukan bukti-bukti apakah manusia pada masa itu telah mengenal bahasa sebagai alat bertutur satu sama lainnya.
Walaupun bukti-bukti yang terdapat di Bali kurang lengkap, tetapi bukti-bukti yang ditemukan di daerah Pacitan dapatlah kiranya dijadikan pedoman. Para ahli memperkirakan bahwa alat-alat batu dari Pacitan yang sezaman dan mempunyai banyak persamaan dengan alat-alat batu dari Sembiran, dihasilkan oleh jenis manusia. Pithecanthropus erectus atau keturunannya. Kalau demikian mungkin juga alat-alat baru dari Sambiran dihasilkan oleh manusia jenis Pithecanthropus atau keturunannya.
Masa Berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
Pada masa ini corak hidup yang berasal dari masa sebelumnya masih berpengaruh. Hidup berburu dan mengumpulkan makanan yang terdapat dialam sekitar dilanjutkan terbukti dari bentuk alatnya yang dibuat dari batu, tulang dan kulit kerang. Bukti-bukti mengenai kehidupan manusia pada masa mesolithik berhasil ditemukan pada tahun 1961 di Gua Selonding, Pecatu (Badung). Goa ini terletak di Pegunungan gamping di semenanjung Benoa. Di daerah ini terdapat goa yang lebih besar ialah goa Karang Boma, tetapi goa ini tidak memberikan suatu bukti tentang kehidupan yang pernah berlangsung disana.Dalam penggalian goa Selonding ditemukan alat-alat terdiri dari alat serpih dan serut dari batu dan sejumlah alat-alat dari tulang. Diantara alat-alat tulang terdapat beberapa lencipan muduk yaitu sebuah alat sepanjang 5 cm yang kedua ujungnya diruncingkan.
Alat-alat semacam ini ditemukan pula di goa-goa Sulawesi Selatan pada tingkat perkembangan kebudayaan Toala dan terkenal pula di Australia Timur. Di luar Bali ditemukan lukisan dinding-dinding goa , yang menggambarkan kehidupan sosial ekonomi dan kepercayaan masyarakat pada waktu itu. Lukisan-lukisan di dinding goa atau di dinding-dinding karang itu antara lain yang berupa cap-cap tangan, babi rusa, burung, manusia, perahu, lambang matahari, lukisan mata dan sebagainya. Beberapa lukisan lainnya ternyata lebih berkembang pada tradisi yang lebih kemudian dan artinya menjadi lebih terang juga diantaranya adalah lukisan kadal seperti yang terdapat di pulau Seram dan Irian Jaya, mungkin mengandung arti kekuatan magis yang dianggap sebagai penjelmaan roh nenek moyang atau kepala suku.
Masa bercocok tanam]
Masa bercocok tanam lahir melalui proses yang panjang dan tak mungkin dipisahkan dari usaha manusia prasejarah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya pada masa-masa sebelumnya. Masa neolithik amat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban, karena pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat. Penghidupan mengumpulkan makanan (food gathering) berubah menjadi menghasilkan makanan (food producing). Perubahan ini sesungguhnya sangat besar artinya mengingat akibatnya yang sangat mendalam serta meluas kedalam perekonomian dan kebudayaan.
Sisa-sisa kehidupan dari masa bercocok tanam di Bali antara lain berupa kapak batu persegi dalam berbagai ukuran, belincung dan panarah batang pohon. Dari teori Kern dan teori Von Heine Geldern diketahui bahwa nenek moyang bangsa Austronesia, yang mulai datang di kepulauan kita kira-kira 2000 tahun S.M ialah pada zaman neolithik. Kebudayaan ini mempunyai dua cabang ialah cabang kapak persegi yang penyebarannya dari dataran Asia melalui jalan barat dan peninggalannya terutama terdapat di bagian barat Indonesia dan kapak lonjong yang penyebarannya melalui jalan timur dan peninggalan-peninggalannya merata dibagian timur negara kita. Pendukung kebudayaan neolithik (kapak persegi) adalah bangsa Austronesia dan gelombang perpindahan pertama tadi disusul dengan perpindahan pada gelombang kedua yang terjadi pada masa perunggu kira-kira 500 S.M. Perpindahan bangsa Austronesia ke Asia Tenggara khususnya dengan memakai jenis perahu cadik yang terkenal pada masa ini. Pada masa ini diduga telah tumbuh perdagangan dengan jalan tukar menukar barang (barter) yang diperlukan. Dalam hal ini sebagai alat berhubungan diperlukan adanya bahasa. Para ahli berpendapat bahwa bahasa Indonesia pada masa ini adalah Melayu Polinesia atau dikenal dengan sebagai bahasa Austronesia.
Masa Perundagian
Gong, yang ditemukan pula di berbagai tempat di Nusantara, merupakan alat musik yang diperkirakan berakar dari masa perundagian.
Dalam masa neolithik manusia bertempat tinggal tetap dalam kelompok-kelompok serta mengatur kehidupannya menurut kebutuhan yang dipusatkan kepada menghasilkan bahan makanan sendiri (pertanian dan peternakan). Dalam masa bertempat tinggal tetap ini, manusia berdaya upaya meningkatkan kegiatan-kegiatannya guna mencapai hasil yang sebesar-besarnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada zaman ini jenis manusia yang mendiami Indonesia dapat diketahui dari berbagai penemuan sisa-sisa rangka dari berbagai tempat, yang terpenting diantaranya adalah temuan-temuan dari Anyer Lor (Jawa Barat), Puger (Jawa Timur), Gilimanuk (Bali) dan Melolo (Sumbawa). Dari temuan kerangka yang banyak jumlahnya menunjukkan ciri-ciri manusia. Sedangkan penemuan di Gilimanuk dengan jumlah kerangka yang ditemukan 100 buah menunjukkan ciri Mongolaid yang kuat seperti terlihat pada gigi dan muka. Pada rangka manusia Gilimanuk terlihat penyakit gigi dan encok yang banyak menyerang manusia ketika itu.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan dapat diketahui bahwa dalam masyarakat Bali pada masa perundagian telah berkembang tradisi penguburan dengan cara-cara tertentu. Adapun cara penguburan yang pertama ialah dengan mempergunakan peti mayat atau sarkofagus yang dibuat dari batu padas yang lunak atau yang keras.Cara penguburannya ialah dengan mempergunakan tempayan yang dibuat dari tanah liat seperti ditemukan di tepi pantai Gilimanuk (Jembrana). Benda-benda temuan ditempat ini ternyata cukup menarik perhatian diantaranya terdapat hampir 100 buah kerangka manusia dewasa dan anak-anak, dalam keadaan lengkap dan tidak lengkap. Tradisi penguburan dengan tempayan ditemukan juga di Anyer Jawa Barat, Sabang (Sulawesi Selatan), Selayar, Roti dan Melolo (Sumba). Di luar Indonesia tradisi ini berkembang di Filipina, Thailand, Jepang dan Korea.
Kebudayaan megalithik ialah kebudayaan yang terutama menghasilkan bangunan-bangunan dari batu-batu besar. Batu-batu ini mempunyai biasanya tidak dikerjakan secara halus, hanya diratakan secara kasar saja untuk mendapat bentuk yang diperlukan. di daerah Bali tradisi megalithik masih tampak hidup dan berfungsi di dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Adapun temuan yang penting ialah berupa batu berdiri (menhir) yang terdapat di Pura Ratu Gede Pancering Jagat di desa Trunyan. Di Pura in terdapat sebuah arca yang disebut arca Da Tonta yang memiliki ciri-ciri yang berasal dari masa tradisi megalithik. Arca ini tingginya hampir 4 meter. Temuan lainnya ialah di desa Sembiran (Buleleng), yang terkenal sebagai desa Bali kuna, disamping desa-desa Trunyan dan Tenganan. Tradisi megalithik di desa Sembiran dapat dilihat pada pura-pura yang dipuja penduduk setempat hingga dewasa ini. dari 20 buah pura ternyata 17 buah pura menunjukkan bentuk-bentuk megalithik dan pada umumnya dibuat sederhana sekali. Diantaranya ada berbentuk teras berundak, batu berdiri dalam palinggih dan ada pula yang hanya merupakan susunan batu kali.
Temuan lainnya yang penting juga ialah berupa bangunan-bangunan megalithik yang terdapat di desa Gelgel (Klungkung).Temuan yang penting di desa Gelgel ialah sebuah arca menhir yaitu terdapat di Pura Panataran Jro Agung. Arca menhir ini dibuat dari batu dengan penonjolan kelamin wanita yang mengandung nilai-nilai keagamaan yang penting yaitu sebagai lambang kesuburan yang dapat memberi kehidupan kepada masyarakat.
Masuknya Agama Hindu
Gua Gajah (sekitar abad XI), salah satu peninggalan masa awal periode Hindu di Bali.
Berakhirnya zaman prasejarah di Indonesia ditandai dengan datangnya bangsa dan pengaruh Hindu. Pada abad-abad pertama Masehi sampai dengan lebih kurang tahun 1500, yakni dengan lenyapnya kerajaan Majapahit merupakan masa-masa pengaruh Hindu. Dengan adanya pengaruh-pengaruh dari India itu berakhirlah zaman prasejarah Indonesia karena didapatkannya keterangan tertulis yang memasukkan bangsa Indonesia ke dalam zaman sejarah. Berdasarkan keterangan-keterangan yang ditemukan pada prasasti abad ke-8 Masehi dapatlah dikatakan bahwa periode sejarah Bali Kuno meliputi kurun waktu antara abad ke-8 Masehi sampai dengan abad ke-14 Masehi dengan datangnya ekspedisi Mahapatih Gajah Mada dari Majapahit yang dapat mengalahkan Bali. Nama Balidwipa tidaklah merupakan nama baru, namun telah ada sejak zaman dahulu. Hal ini dapat diketahui dari beberapa prasasti, di antaranya dari prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada tahun 913 Masehi yang menyebutkan kata "Walidwipa". Demikian pula dari prasasti-prasasti Raja Jayapangus, seperti prasasti Buwahan D dan prasasti Cempaga A yang berangka tahun 1181 Masehi.
Di antara raja-raja Bali, yang banyak meninggalkan keterangan tertulis yang juga menyinggung gambaran tentang susunan pemerintahan pada masa itu adalah Udayana, Jayapangus , Jayasakti, dan Anak Wungsu. Dalam mengendalikan pemerintahan, raja dibantu oleh suatu Badan Penasihat Pusat. Dalam prasasti tertua 882 Masehi–-914 Masehi badan ini disebut dengan istilah "panglapuan". Sejak zaman Udayana, Badan Penasihat Pusat disebut dengan istilah "pakiran-kiran i jro makabaihan". Badan ini beranggotakan beberapa orang senapati dan pendeta Siwa dan Budha.
Di dalam prasasti-prasasti sebelum Raja Anak Wungsu disebut-sebut beberapa jenis seni yang ada pada waktu itu. Akan tetapi, baru pada zaman Raja Anak Wungsu, kita dapat membedakan jenis seni menjadi dua kelompok yang besar, yaitu seni keraton dan seni rakyat. Tentu saja istilah seni keraton ini tidak berarti bahwa seni itu tertutup sama sekali bagi rakyat. Kadang-kadang seni ini dipertunjukkan kepada masyarakat di desa-desa atau dengan kata lain seni keraton ini bukanlah monopoli raja-raja.
Dalam bidang agama, pengaruh zaman prasejarah, terutama dari zaman megalitikum masih terasa kuat. Kepercayaan pada zaman itu dititikberatkan kepada pemujaan roh nenek moyang yang disimboliskan dalam wujud bangunan pemujaan yang disebut teras piramid atau bangunan berundak-undak. Kadang-kadang di atas bangunan ditempatkan menhir, yaitu tiang batu monolit sebagai simbol roh nenek moyang mereka. Pada zaman Hindu hal ini terlihat pada bangunan pura yang mirip dengan pundan berundak-undak. Kepercayaan pada dewa-dewa gunung, laut, dan lainnya yang berasal dari zaman sebelum masuknya Hindu tetap tercermin dalam kehidupan masyarakat pada zaman setelah masuknya agama Hindu. Pada masa permulaan hingga masa pemerintahan Raja Sri Wijaya Mahadewi tidak diketahui dengan pasti agama yang dianut pada masa itu. Hanya dapat diketahui dari nama-nama biksu yang memakai unsur nama Siwa, sebagai contoh biksu Piwakangsita Siwa, biksu Siwanirmala, dan biksu Siwaprajna. Berdasarkan hal ini, kemungkinan agama yang berkembang pada saat itu adalah agama Siwa. Baru pada masa pemerintahan Raja Udayana dan permaisurinya, ada dua aliran agama besar yang dipeluk oleh penduduk, yaitu agama Siwa dan agama Budha. Keterangan ini diperoleh dari prasasti-prasastinya yang menyebutkan adanya mpungku Sewasogata (Siwa-Buddha) sebagai pembantu raja.
Masa 1343-1846
Masa ini dimulai dengan kedatangan ekspedisi Gajah Mada pada tahun 1343.
Kedatangan Ekspedisi Gajah Mada
Ekspedisi Gajah Mada ke Bali dilakukan pada saat Bali diperintah oleh Kerajaan Bedahulu dengan Raja Astasura Ratna Bumi Banten dan Patih Kebo Iwa. Dengan terlebih dahulu membunuh Kebo Iwa, Gajah Mada memimpin ekspedisi bersama Panglima Arya Damar dengan dibantu oleh beberapa orang arya. Penyerangan ini mengakibatkan terjadinya pertempuran antara pasukan Gajah Mada dengan Kerajaan Bedahulu. Pertempuran ini mengakibatkan raja Bedahulu dan putranya wafat. Setelah Pasung Grigis menyerah, terjadi kekosongan pemerintahan di Bali. Untuk itu, Majapahit menunjuk Sri Kresna Kepakisan untuk memimpin pemerintahan di Bali dengan pertimbangan bahwa Sri Kresna Kepakisan memiliki hubungan darah dengan penduduk Bali Aga. Dari sinilah berawal wangsa Kepakisan.
Periode Gelgel
Karena ketidakcakapan Raden Agra Samprangan menjadi raja, Raden Samprangan digantikan oleh Dalem Ketut Ngulesir. Oleh Dalem Ketut Ngulesir, pusat pemerintahan dipindahkan ke Gelgel (dibaca /gɛl'gɛl/). Pada saat inilah dimulai Periode Gelgel dan Raja Dalem Ketut Ngulesir merupakan raja pertama. Raja yang kedua adalah Dalem Watu Renggong (1460—1550). Dalem Watu Renggong menaiki singgasana dengan warisan kerajaan yang stabil sehingga ia dapat mengembangkan kecakapan dan kewibawaannya untuk memakmurkan Kerajaan Gelgel. Di bawah pemerintahan Watu Renggong, Bali (Gelgel) mencapai puncak kejayaannya. Setelah Dalem Watu Renggong wafat ia digantikan oleh Dalem Bekung (1550—1580), sedangkan raja terakhir dari zaman Gelgel adalah Dalem Di Made (1605—1686).
Zaman Kerajaan Klungkung
Kerajaan Klungkung sebenarnya merupakan kelanjutan dari Dinasti Gelgel. Pemberontakan I Gusti Agung Maruti ternyata telah mengakhiri Periode Gelgel. Hal itu terjadi karena setelah putra Dalem Di Made dewasa dan dapat mengalahkan I Gusti Agung Maruti, istana Gelgel tidak dipulihkan kembali. Gusti Agung Jambe sebagai putra yang berhak atas takhta kerajaan, ternyata tidak mau bertakhta di Gelgel, tetapi memilih tempat baru sebagai pusat pemerintahan, yaitu bekas tempat persembunyiannya di Semarapura.
Dengan demikian, Dewa Agung Jambe (1710-1775) merupakan raja pertama zaman Klungkung. Raja kedua adalah Dewa Agung Di Made I, sedangkan raja Klungkung yang terakhir adalah Dewa Agung Di Made II. Pada zaman Klungkung ini wilayah kerajaan terbelah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Kerajaan-kerajaan kecil ini selanjutnya menjadi swapraja (berjumlah delapan buah) yang pada zaman kemerdekaan dikenal sebagai kabupaten.
Kerajaan-kerajaan pecahan Klungkung
1. Kerajaan Badung, yang kemudian menjadi Kabupaten Badung.
2. Kerajaan Bangli, yang kemudian menjadi Kabupaten Bangli.
3. Kerajaan Buleleng, yang kemudian menjadi Kabupaten Buleleng.
4. Kerajaan Gianyar, yang kemudian menjadi Kabupaten Gianyar.
5. Kerajaan Karangasem, yang kemudian menjadi Kabupaten Karangasem.
6. Kerajaan Klungkung, yang kemudian menjadi Kabupaten Klungkung.
7. Kerajaan Tabanan, yang kemudian menjadi Kabupaten Tabanan.
Masa 1846-1949
Pada periode ini mulai masuk intervensi Belanda ke Bali dalam rangka "pasifikasi" terhadap seluruh wilayah Kepulauan Nusantara. Dalam proses yang secara tidak disengaja membangkitkan sentimen nasionalisme Indonesia ini, wilayah-wilayah yang belum ditangani oleh administrasi Batavia dicoba untuk dikuasai dan disatukan di bawah administrasi. Belanda masuk ke Bali disebabkan beberapa hal: beberapa aturan kerajaan di Bali yang dianggap mengganggu kepentingan dagang Belanda, penolakan Bali untuk menerima monopoli yang ditawarkan Batavia, dan permintaan bantuan dari warga Pulau Lombok yang merasa diperlakukan tidak adil oleh penguasanya (dari Bali).
Perlawanan Terhadap Orang-Orang Belanda
Masa ini merupakan masa perlawanan terhadap kedatangan bangsa Belanda di Bali. Perlawanan-perlawanan ini ditandai dengan meletusnya berbagai perang di wilayah Bali. Perlawanan-perlawanan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Perang Buleleng (1846) 2. Perang Jagaraga (1848--1849) 3. Perang Kusamba (1849) 4. Perang Banjar (1868) 5. Puputan Badung (1906) 6. Puputan Klungkung (1908) Dengan kemenangan Belanda dalam seluruh perang dan jatuhnya kerajaan Klungkung ke tangan Belanda, berarti secara keseluruhan Bali telah jatuh ke tangan Belanda.
Zaman Penjajahan Belanda
Sejak kerajaan Buleleng jatuh ke tangan Belanda mulailah pemerintah Belanda ikut campur mengurus soal pemerintahan di Bali. Hal ini dilaksanakan dengan mengubah nama raja sebagai penguasa daerah dengan nama regent untuk daerah Buleleng dan Jembrana serta menempatkan P.L. Van Bloemen Waanders sebagai controleur yang pertama di Bali.
Struktur pemerintahan di Bali masih berakar pada struktur pemerintahan tradisional, yaitu tetap mengaktifkan kepemimpinan tradisional dalam melaksanakan pemerintahan di daerah-daerah. Untuk di daerah Bali, kedudukan raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, yang pada waktu pemerintahan kolonial didampingi oleh seorang controleur. Di dalam bidang pertanggungjawaban, raja langsung bertanggung jawab kepada Residen Bali dan Lombok yang berkedudukan di Singaraja, sedangkan untuk Bali Selatan, raja-rajanya betanggung jawab kepada Asisten Residen yang berkedudukan di Denpasar. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga administrasi, pemerintah Belanda telah membuka sebuah sekolah rendah yang pertama di Bali, yakni di Singaraja (1875) yang dikenal dengan nama Tweede Klasse School. Pada tahun 1913 dibuka sebuah sekolah dengan nama Erste Inlandsche School dan kemudian disusul dengan sebuah sekolah Belanda dengan nama Hollands Inlandshe School (HIS) yang muridnya kebanyakan berasal dari anak-anak bangsawan dan golongan kaya.
Lahirnya Organisasi Pergerakan
Akibat pengaruh pendidikan yang didapat, para pemuda pelajar dan beberapa orang yang telah mendapatkan pekerjaan di kota Singaraja berinisiatif untuk mendirikan sebuah perkumpulan dengan nama "Suita Gama Tirta" yang bertujuan untuk memajukan masyarakat Bali dalam dunia ilmu pengetahuan melalui ajaran agama. Sayang perkumpulan ini tidak burumur panjang. Kemudian beberapa guru yang masih haus dengan pendidikan agama mendirikan sebuah perkumpulan yang diberi nama "Shanti" pada tahun 1923. Perkumpulan ini memiliki sebuah majalah yang bernama "Shanti Adnyana" yang kemudian berubah menjadi "Bali Adnyana".
Pada tahun 1925 di Singaraja juga didirikan sebuah perkumpulan yang diberi nama "Suryakanta" dan memiliki sebuah majalah yang diberi nama "Suryakanta". Seperti perkumpulan Shanti, Suryakanta menginginkan agar masyarakat Bali mengalami kemajuan dalam bidang pengetahuan dan menghapuskan adat istiadat yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Sementara itu, di Karangasem lahir suatu perhimpunan yang bernama "Satya Samudaya Baudanda Bali Lombok" yang anggotanya terdiri atas pegawai negeri dan masyarakat umum dengan tujuan menyimpan dan mengumpulkan uang untuk kepentingan studie fons.
Zaman Pendudukan Jepang
Setelah melalui beberapa pertempuran, tentara Jepang mendarat di Pantai Sanur pada tanggal 18 dan 19 Februari 1942. Dari arah Sanur ini tentara Jepang memasuki kota Denpasar dengan tidak mengalami perlawanan apa-apa. Kemudian, dari Denpasar inilah Jepang menguasai seluruh Bali. Mula-mula yang meletakkan dasar kekuasaan Jepang di Bali adalah pasukan Angkatan Darat Jepang (Rikugun). Kemudian, ketika suasana sudah stabil penguasaan pemerintahan diserahkan kepada pemerintahan sipil.
Karena selama pendudukan Jepang suasana berada dalam keadaan perang, seluruh kegiatan diarahkan pada kebutuhan perang. Para pemuda dididik untuk menjadi tentara Pembela Tanah Air (PETA). Untuk daerah Bali, PETA dibentuk pada bulan Januari tahun 1944 yang program dan syarat-syarat pendidikannya disesuaikan dengan PETA di Jawa.
Zaman Kemerdekaan
Menyusul Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 23 Agustus 1945, Mr. I Gusti Ketut Puja tiba di Bali dengan membawa mandat pengangkatannya sebagai Gubernur Sunda Kecil. Sejak kedatangan beliau inilah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Bali mulai disebarluaskan sampai ke desa-desa. Pada saat itulah mulai diadakan persiapan-persiapan untuk mewujudkan susunan pemerintahan di Bali sebagai daerah Sunda Kecil dengan ibu kotanya Singaraja.
Sejak pendaratan NICA di Bali, Bali selalu menjadi arena pertempuran. Dalam pertempuran itu pasukan RI menggunakan sistem gerilya. Oleh karena itu, MBO sebagai induk pasukan selalu berpindah-pindah. Untuk memperkuat pertahanan di Bali, didatangkan bantuan ALRI dari Jawa yang kemudian menggabungkan diri ke dalam pasukan yang ada di Bali. Karena seringnya terjadi pertempuran, pihak Belanda pernah mengirim surat kepada Rai untuk mengadakan perundingan. Akan tetapi, pihak pejuang Bali tidak bersedia, bahkan terus memperkuat pertahanan dengan mengikutsertakan seluruh rakyat.
Untuk memudahkan kontak dengan Jawa, Rai pernah mengambil siasat untuk memindahkan perhatian Belanda ke bagian timur Pulau Bali. Pada 28 Mei 1946 Rai mengerahkan pasukannya menuju ke timur dan ini terkenal dengan sebutan "Long March". Selama diadakan "Long March" itu pasukan gerilya sering dihadang oleh tentara Belanda sehingga sering terjadi pertempuran. Pertempuran yang membawa kemenangan di pihak pejuang ialah pertempuran Tanah Arun, yaitu pertempuran yang terjadi di sebuah desa kecil di lereng Gunung Agung, Kabupaten Karangasem. Dalam pertempuran Tanah Arun yang terjadi 9 Juli 1946 itu pihak Belanda banyak menjadi korban. Setelah pertempuran itu pasukan Ngurah Rai kembali menuju arah barat yang kemudian sampai di Desa Marga (Tabanan). Untuk lebih menghemat tenaga karena terbatasnya persenjataan, ada beberapa anggota pasukan terpaksa disuruh berjuang bersama-sama dengan masyarakat.
Puputan Margarana
Pada waktu staf MBO berada di desa Marga, I Gusti Ngurah Rai memerintahkan pasukannya untuk merebut senjata polisi NICA yang ada di kota Tabanan. Perintah itu dilaksanakan pada 18 November 1946 (malam hari) dan berhasil baik. Beberapa pucuk senjata beserta pelurunya dapat direbut dan seorang komandan polisi Nica ikut menggabungkan diri kepada pasukan Ngurah Rai. Setelah itu pasukan segera kembali ke Desa Marga. Pada 20 November 1946 sejak pagi-pagi buta tentara Belanda mulai nengadakan pengurungan terhadap Desa Marga. Kurang lebih pukul 10.00 pagi mulailah terjadi tembak-menembak antara pasukan Nica dengan pasukan Ngurah Rai. Pada pertempuran yang seru itu pasukan bagian depan Belanda banyak yang mati tertembak. Oleh karena itu, Belanda segera mendatangkan bantuan dari semua tentaranya yang berada di Bali ditambah pesawat pengebom yang didatangkan dari Makasar. Di dalam pertempuran yang sengit itu semua anggota pasukan Ngurah Rai bertekad tidak akan mundur sampai titik darah penghabisan. Di sinilah pasukan Ngurah Rai mengadakan "Puputan" sehingga pasukan yang berjumlah 96 orang itu semuanya gugur, termasuk Ngurah Rai sendiri. Sebaliknya, di pihak Belanda ada lebih kurang 400 orang yang tewas. Untuk mengenang peristiwa tersebut kini pada bekas arena pertempuran itu didirikan Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa.
Pristiyana Yopi Irawati
SMA NEGERI 3 BONTANG
Tugas dari Bpk Wisnu
Kerajaan Bali
Kerajaan Bali terletak pada sebuah Pulau kecil yang tidak jauh dari daerah Jawa Timur. Dalam perkembangan sejarahnya, Bali mempunyai hubungan erat dengan Pulau Jawa. Karena letak pulau itu berdekatan, maka sejak zaman dulu mempunyai hubungan yang erat. Bahkan ketika Kerajaan Majapahit runtuh, banyak rakyat Majapahit yang melarikan diri dan menetap di sana. Sampai sekarang ada kepercayaan bahwa sebagian dari masyarakat Bali dianggap pewaris tradisi Majapahit.
Sejarah
Sawah di sekitar puri Gunung Kawi, Tampaksiring, Bali.
Penghuni pertama pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500 SM yang bermigrasi dari Asia. Peninggalan peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa Cekik yang terletak di bagian barat pulau. Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya ajaran Hindu dan tulisan Sansekerta dari India pada 100 SM.
Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India, yang prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di berbagai prasasti, diantaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada 913 M dan menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi subak untuk penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga mulai berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit (1293–1500 AD) yang beragama Hindu dan berpusat di pulau Jawa, pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara beragama Hindu, namun seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis, dan masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa ke Bali.
Orang Eropa yang pertama kali menemukan Bali ialah Cornelis de Houtman dari Belanda pada 1597, meskipun sebuah kapal Portugis sebelumnya pernah terdampar dekat tanjung Bukit, Jimbaran, pada 1585. Belanda lewat VOC pun mulai melaksanakan penjajahannya di tanah Bali, akan tetapi terus mendapat perlawanan sehingga sampai akhir kekuasaannya posisi mereka di Bali tidaklah sekokoh posisi mereka di Jawa atau Maluku. Bermula dari wilayah utara Bali, semenjak 1840-an kehadiran Belanda telah menjadi permanen, yang awalnya dilakukan dengan mengadu-domba berbagai penguasa Bali yang saling tidak mempercayai satu sama lain. Belanda melakukan serangan besar lewat laut dan darat terhadap daerah Sanur, dan disusul dengan daerah Denpasar. Pihak Bali yang kalah dalam jumlah maupun persenjataan tidak ingin mengalami malu karena menyerah, sehingga menyebabkan terjadinya perang sampai mati atau puputan, yang melibatkan seluruh rakyat baik pria maupun wanita termasuk rajanya. Diperkirakan sebanyak 4.000 orang tewas dalam peristiwa tersebut, meskipun Belanda telah memerintahkan mereka untuk menyerah. Selanjutnya, para gubernur Belanda yang memerintah hanya sedikit saja memberikan pengaruhnya di pulau ini, sehingga pengendalian lokal terhadap agama dan budaya umumnya tidak berubah.
Jepang menduduki Bali selama Perang Dunia II, dan saat itu seorang perwira militer bernama I Gusti Ngurah Rai membentuk pasukan Bali 'pejuang kemerdekaan'. Menyusul menyerahnya Jepang di Pasifik pada bulan Agustus 1945. Belanda segera kembali ke Indonesia (termasuk Bali) untuk menegakkan kembali pemerintahan kolonialnya layaknya keadaan sebelum perang. Hal ini ditentang oleh pasukan perlawanan Bali yang saat itu menggunakan senjata Jepang.
Pada 20 November 1940, pecahlah pertempuran Puputan Margarana yang terjadi di desa Marga, Kabupaten Tabanan, Bali tengah. Kolonel I Gusti Ngurah Rai, yang berusia 29 tahun, memimpin tentaranya dari wilayah timur Bali untuk melakukan serangan sampai mati pada pasukan Belanda yang bersenjata lengkap. Seluruh anggota batalion Bali tersebut tewas semuanya, dan menjadikannya sebagai perlawanan militer Bali yang terakhir.
Pada tahun 1946 Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13 wilayah bagian dari Negara Indonesia Timur yang baru diproklamasikan, yaitu sebagai salah satu negara saingan bagi Republik Indonesia yang diproklamasikan dan dikepalai oleh Sukarno dan Hatta. Bali kemudian juga dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949. Tahun 1950, secara resmi Bali meninggalkan perserikatannya dengan Belanda dan secara hukum menjadi sebuah propinsi dari Republik Indonesia.
Letusan Gunung Agung yang terjadi di tahun 1963, sempat mengguncangkan perekonomian rakyat dan menyebabkan banyak penduduk Bali bertransmigrasi ke berbagai wilayah lain di Indonesia.
Tahun 1965, seiring dengan gagalnya kudeta oleh G30S terhadap pemerintah nasional di Jakarta, di Bali dan banyak daerah lainnya terjadilah penumpasan terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia. Di Bali, diperkirakan lebih dari 100.000 orang terbunuh atau hilang. Meskipun demikian, kejadian-kejadian di masa awal Orde Baru tersebut sampai dengan saat ini belum berhasil diungkapkan secara hukum.
Serangan teroris telah terjadi pada 12 Oktober 2002, berupa serangan Bom Bali 2002 di kawasan pariwisata Pantai Kuta, menyebabkan sebanyak 202 orang tewas dan 209 orang lainnya cedera. Serangan Bom Bali 2005 juga terjadi tiga tahun kemudian di Kuta dan pantai Jimbaran. Kejadian-kejadian tersebut mendapat liputan internasional yang luas karena sebagian besar korbannya adalah wisatawan asing, dan menyebabkan industri pariwisata Bali menghadapi tantangan berat beberapa tahun terakhir ini.
Struktur Kerajaan
Dalam struktur kerajaan lama, Raja – raja Bali dibantu oleh badan penasehat yang disebut “Pakirakiran I Jro Makabehan” yang terdiri dari beberapa Senapati dan Pendeta Syiwa yang bergelar “Dang Acaryya” dan Pendeta Buddha yang bergelar “Dhang Upadhyaya”. Raja didampingi oleh badan kerajaan yang disebut “Pasamuan Agung” yang tugasnya memberikan nasihat dan pertimbangan kepada raja mengenai jalannya pemerintahan. Raja juga dibantu oleh Patih, Prebekel, dan Punggawa – punggawa.
Sistem Kepercayaan
Menyembah banyak dewa yang bukan hanya berasal dari dewa Hindu & Buddha tetapi juga dari kepercayaan animisme mereka.
Masalah Hukum
Sikap tebuka dalam mengeluarkan pendapat.
Kehidupan ekonomi ,politik, dan sosial budaya
1. Mata pencaharian
Dari beberapa prasasti yang dikeluarkan oleh raja-raja Bali kuno dapat diketahui mengenai kehidupan dan mata pencaharian masyarakat Bali kuno. Umumnya penduduk pulau Bali sejak zaman dahulu hidup terutama dari bercocok tanam. Dalam Prasasti Songan Tambahan salah sebuah prasasti dari Raja Marakata ada disebutkan istilah-istilah yang berhubungan dengan cara mengolah sawah dan menanam padi yaitu : amabaki, atanem, amantum, ahani, anutu. Proses penanaman padi pada waktu itu disebut sebagai berikut, yaitu dimulai dengan mbakaki (pembukaan tanah), kemudian mluku (membajak tanah), tanem (menanam padi), mantum (menyiangi padi), ahani (menuai padi) dan nutu (menumbuk Padi).
Dari keterangan di atas jelaslah bahwa pada masa pemerintahan Raja Marakata, bahkan mungkin pula pada masa sebelumnya, pertanian khususnya pengolahan tanah di Bali telah maju. Hidup berkebun juga telah umum pada masa itu. Macam-macam tanaman yang merupakan hasil perkebunan antara lain adalah nyu (kelapa), kelapa kering (kopra), hano (enau), kamiri (kemiri), kapulaga, kasumbha (kesumba), tals (ales, keladi), bawang bang (bawang merah), pipakan (jahe), mula phala (wartel dan umbi-umbian lainnya), pucang (pinang), durryan (durian), jeruk, hartak (kacang hijau), lunak atau camalagi (asam), cabya (nurica), pisang atau byu, sarwaphala (buah-buahan), sarwa wija atau sarwabija (padi-padian), kapas, kapir (kapuk randu), damar (damar).
2.Pendidikan
Karena terbatasnya sumber mengenai keadaan pendidikan pada zaman Bali kuno maka untuk mengetahuinya akan dicoba menelusuri dari segi kehidupan masyarakat pada masa itu. Mengingat bahwa pada masa itu telah dikenal keahlian-keahlian khusus seperti : pande, undagi, pemahat, pemotong dan lain sebagainya, maka tentunya keahlian tersebut didapat dengan cara belajar.
Proses belajar dan mengajar antara seorang guru dengan muridnya dilakukan pula di asrama-asrama pendeta yang telah banyak ada pada zaman Bali kuno. Dalam prasasti-prasasti ada disebutkan nama-nama antara lain:
Prasasti Tengkulak A menyebutkan : Sang Hyang mandala ring Amarawati.
Prasasti Tengkulak E menyebutkan : Amarawati-Acarama, menyebutkan : Katyagan i hani Songan Tambahan. Salah satu asrama yang paling terkenal pada zaman Bali kuno ialah Asrama Amarawati, yang menurut pendapat R. Goris yang dimaksud adalah kompleks Candi Gunung Kawi sekarang.
Hasil-hasil kesusastraan yang diciptakan di Bali baru mulai bermunculan pada waktu pemerintahan Dalem Waturenggong (1460 - 1550). Lebih-lebih setelah perpustakaan Majapahit dibawa ke Bali. Pada zaman itulah datang ke Bali Danghyang Nirartha (Pedanda Sakti Wau Rauh) yang menciptakan banyak kitab-kitab kesusastraan. Ketika itulah kesusastraan Bali mengalami zaman keemasannya. Pada zaman pemerintahan Dalem Waturenggong inilah disusun bermacam-macam lontar tentang ke Tuhanan, sesana (kesusilaan), wariga (ilmu perbintangan), usada (pengobatan), babad (sejarah), itihasa (parwa, geguritan) dan lain sebagainya.
3.Kesusastraan
Untuk mengetahui mengenai keadaan dan perkembangan kesusastraan pada zaman Bali kuno, maka perlu mengetahui hubungan sejarah dan kekeluargaan antara Bali dan Jawa Timur pada masa itu. Hasil-hasil kesusastraan yang diciptakan di Bali baru mulai bermunculan pada waktu pemerintahan Dalem Waturenggong (1460-1550). Lebih-lebih setelah pustakaan Majapahit banyak dibawa ke Bali. Pada zaman itulah datang ke Bali Danghyang Nirartha (Pedanda Sakti Wau Rauh) yang mengarang banyak kitab-kitab kesusastraan.
4.Kesenian
Dalam pandangan masyarakat pada umumnya, pengertian kesenian (seni) sering disamakan begitu saja dan malah sering dikacaukan dengan keindahan. Kita sering pula berpendapat bahwa semua yang indah itu bernilai seni. Jadi pengertian kesenian dan keindahan berbauran saja tanpa ada pembatasannya. Sebenarnya tidak semua yang indah itu bernilai seni, sebab ada keindahan yang merupakan atau yang tidak termasuk karya seni, atau sebaliknya tidak semua kesenian (karya seni) itu indah.
Secara garis besarnya hasil kegiatan estetika manusia itu meliputi tiga kegiatan seni antara lain :
a. Kenyataan lahiriah (kesenian/karya seni).
b. Aktivitas (tindakan yang memungkinkan lahirnya karya seni).
c. Perasaan yang bersangkutan dengan karya seni.
Macam-macam Karya Seni (Kesenian)
Kesenian atau keindahan seni dalam arti luas meliputi seni sastra, seni bangunan, seni arca, seni tari, seni suara/vokal, seni tabuh dan berbagai jenis kesenian yang dipentaskan. Dari pembacaan teks prasasti-prasasti yang telah ditemukan sampai saat ini dapat diketahui bahwa pada zaman Bali kuno telah hidup beberapa cabang kesenian seperti seni tari, seni tabuh, seni suara/vokal, lawak, dan beberapa jenis seni tontonan lainnya. Tetapi nama-nama kesenian atau tontonan yang disebutkan didalam prasasti-prasasti tidaklah seluruhnya dapat kita identifikasikan dengan cabang-cabang kesenian atau tontonan yang masih hidup sampai dewasa ini. Nama-nama cabang kesenian yang paling banyak diketahui ialah dari prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh raja Anak Wungsu.
Seni Pahat dan Seni Lukis
Selanjutnya kesenian lainnya yang dikenal ialah semacam kesenian yang disebut Culpika dan Citakara. Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia istilah-istilah tersebut berarti : pemahat patung untuk istilah Culpika dan pelukis untuk istilah Citrakara. Istilah-istilah tersebut memberikan suatu gambaran bahwa pada masyarakat Bali kuno sudah ada orang mempunyai keahlian di bidang seni pahat dan seni lukis. Hanya saja data-data mengenai hal ini tidak banyak kita temukan dalam sumber-sumber tertulis seperti prasasti pada umumnya. Hanya beberapa prasasti yang memuat tentang seni tersebut.
Seni bangunan
Prasasti-prasasti cukup banyak menyebutkan nama-nama bangunan khususnya bangunan suci keagamaan, disamping itu juga bangunan suci sebagai pedharman seorang raja atau pejabat tinggi kerajaan atau juga seorang permaisuri kerajaan. Tetapi sayang banyak tempat yang disebutkan dalam prasasti sebagai tempat lumah (wafat) seorang raja atau permaisuri raja belum diketahui lokasinya hingga sekarang. Selain jenis bangunan tersebut, juga ditemukan jenis bangunan yang disebut wihara atau pertapaan. Semua jenis bangunan yang merupakan peninggalan dari zaman kuno itu beberapa diantaranya masih dapat ditemukan sampai saat ini antara lain : Prasada di Pura Magening (Tampaksiring), kompleks percandian Gunung Kawi, Goa Gajah, Wihara-wihara/pertapaan-pertapaan di sepanjang sungai Pakerisan dan Kerobokan dan lain sebagainya. Dari bangunan-bangunan tersebut dapat diketahui bahwa ada unsur keindahan yang mewarnai gaya bangunan atau arsitektur. Seni bangunan atau arsitektur yang terlihat pada bangunan-bangunan meliputi : bentuk bangunan, tata letak dan penentuan atau pemilihan lokasi. Aspek-aspek arsitektur ini kemudian sangat menentukan rasa puas atau tidaknya si pemilik bangunan baik lahir maupun batin.
5. Aspek Sosial Budaya
a. Struktur Pemerintahan
Raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, dibantu oleh raja kerajaan yang terdiri atas kaum bangsawan disebut dengan nama bahunada atau tanda mantri. Para bahudanda atau pembesar kerajaan pada umumnya diambil dari keluarga istana, kerabat kerajaan yang dianggap berjasa atau dalam ikatan kekerabatan dengan raja. Hubungan antara raja dan rakyat diatur melalui suatu birokrasi yang sudah merupakan suatu sistem pemerintahan tradisional. Di dalam menjalankan tugas sehari-hari raja di dampingi oleh pendeta kerajaan yang disebut Bhagawanta atau purohita.
Dari pendeta Ciwa dan Buddha yang berfungsi sebagai penasehat raja dalam masalah-masalah keagamaan. Bhagawanta biasanya adalah keturunan dari putra-putra Dang Hyang Nirartha yang termasuk keturunan Brahmana Kemenuh yang diturunkan dari istri Dang Hyang Nirartha yang pertama yang berasal dari Daha yang bernama Diah Komala.
b. Sistem Kepemimpinan
Golongan ksatria memegang pimpinan di dalam pemerintahan. Hak golongan ksatria ini untuk memegang pemerintahan dianggap sebagai karunia Tuhan, Brahmokta Widisastra memberikan keterangan golongan ksatria lahir dari tugas khusus. Pekerjaan mereka hanya memerintah, mengenal ilmu peperangan. Orang-orang yang memegang jabatan di bawah raja merupakan keturunan para Arya yang menaklukkan kerajaan Bali kuna. Secara turun temurun mereka memakai gelar "I Gusti" atau "Arya" seperti Arya Kepakisan, I Gusti Kubon Tubuh, I Gusti Agung Widia, I Gusti Agung Kaler Pranawa dan lain-lain.
Untuk mengatur dan mengendalikan segala kelakuan dan kehidupan masyarakat diperlukan adanya hukum. dalam masyarakat Majapahit berlaku hukum tertulis dalam sebuah buku yang bernama Manawa Dharma Sastra sedangkan di Bali dikenal buku yang berjudul Sang Hyang Agama.
6. Segi Politik
Perjuangan fisik melawan kolonialisme Belanda juga banyak tampil tokoh-tokoh perempuan. Beberapa diantaranya seperti Dewa Agung Istri Kaniya adalah tokoh perempuan yang memimpin perang Kusamba, di wilayah Kerajaan Klungkung Bali, yang dijuluki “wanita besi” dari Bali oleh pihak pemerintah Belanda.
Masa Prasejarah
Zaman prasejarah Bali merupakan awal dari sejarah masyarakat Bali, yang ditandai oleh kehidupan masyarakat pada masa itu yang belum mengenal tulisan. Walaupun pada zaman prasejarah ini belum dikenal tulisan untuk menuliskan riwayat kehidupannya, tetapi berbagai bukti tentang kehidupan pada masyarakat pada masa itu dapat pula menuturkan kembali keadaanya Zaman prasejarah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang, maka bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang sudah tentu tidak dapat memenuhi segala harapan kita.
Berkat penelitian yang tekun dan terampil dari para ahli asing khususnya bangsa Belanda dan putra-putra Indonesia maka perkembangan masa prasejarah di Bali semakin terang. Perhatian terhadap kekunaan di Bali pertama-tama diberikan oleh seorang naturalis bernama Georg Eberhard Rumpf, pada tahun 1705 yang dimuat dalam bukunya Amboinsche Reteitkamer. Sebagai pionir dalam penelitian kepurbakalaan di Bali adalah W.O.J. Nieuwenkamp yang mengunjungi Bali pada tahun 1906 sebagai seorang pelukis. Dia mengadakan perjalanan menjelajahi Bali. Dan memberikan beberapa catatan antara lain tentang nekara Pejeng, desa Trunyan, Pura Bukit Penulisan. Perhatian terhadap nekara Pejeng ini dilanjutkan oleh K.C Crucq tahun 1932 yang berhasil menemukan tiga bagian cetakan nekara Pejeng di Pura Desa Manuaba desa Tegallalang.
Penelitian prasejarah di Bali dilanjutkan oleh Dr. H.A.R. van Heekeren dengan hasil tulisan yang berjudul Sarcopagus on Bali tahun 1954. Pada tahun 1963 ahli prasejarah putra Indonesia Drs. R.P. Soejono melakukan penggalian ini dilaksanakan secara berkelanjutan yaitu tahun 1973, 1974, 1984, 1985. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap benda-benda temuan yang berasal dari tepi pantai Teluk Gilimanuk diduga bahwa lokasi Situs Gilimanuk merupakan sebuah perkampungan nelayan dari zaman perundagian di Bali. Di tempat ini sekarang berdiri sebuah museum.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang di Bali, kehidupan masyarakat ataupun penduduk Bali pada zaman prasejarah Bali dapat dibagi menjadi :
1. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana
2. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
3. Masa bercocok tanam
4. Masa perundagian
Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana
Sisa-sisa dari kebudayaan paling awal diketahui dengan penelitian-penelitian yang dilakukan sejak tahun 1960 dengan ditemukan di desa Sambiran (Buleleng Timur), dan ditepi timur dan tenggara Danau Batur (Kintamani) alat-alat batu yang digolongkan kapak genggam, kapak berimbas, serut dan sebagainya. Alat-alat batu yang dijumpai di kedua daerah tersebut kini disimpan di museum Gedung Arca di Bedahulu Gianyar.
Kehidupan penduduk pada masa ini adalah sederhana sekali, sepenuhnya tergantung pada alam lingkungannya. Mereka hidup mengembara dari satu tempat ketempat lainnya. Daerah-daerah yang dipilihnya ialah daerah yang mengandung persediaan makanan dan air yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Hidup berburu dilakukan oleh kelompok kecil dan hasilnya dibagi bersama. Tugas berburu dilakukan oleh kaum laki-laki, karena pekerjaan ini memerlukan tenaga yang cukup besar untuk menghadapi segala bahaya yang mungkin terjadi. Perempuan hanya bertugas untuk menyelesaikan pekerjaan yang ringan misalnya mengumpulkan makanan dari alam sekitarnya. Hingga saat ini belum ditemukan bukti-bukti apakah manusia pada masa itu telah mengenal bahasa sebagai alat bertutur satu sama lainnya.
Walaupun bukti-bukti yang terdapat di Bali kurang lengkap, tetapi bukti-bukti yang ditemukan di daerah Pacitan dapatlah kiranya dijadikan pedoman. Para ahli memperkirakan bahwa alat-alat batu dari Pacitan yang sezaman dan mempunyai banyak persamaan dengan alat-alat batu dari Sembiran, dihasilkan oleh jenis manusia. Pithecanthropus erectus atau keturunannya. Kalau demikian mungkin juga alat-alat baru dari Sambiran dihasilkan oleh manusia jenis Pithecanthropus atau keturunannya.
Masa Berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
Pada masa ini corak hidup yang berasal dari masa sebelumnya masih berpengaruh. Hidup berburu dan mengumpulkan makanan yang terdapat dialam sekitar dilanjutkan terbukti dari bentuk alatnya yang dibuat dari batu, tulang dan kulit kerang. Bukti-bukti mengenai kehidupan manusia pada masa mesolithik berhasil ditemukan pada tahun 1961 di Gua Selonding, Pecatu (Badung). Goa ini terletak di Pegunungan gamping di semenanjung Benoa. Di daerah ini terdapat goa yang lebih besar ialah goa Karang Boma, tetapi goa ini tidak memberikan suatu bukti tentang kehidupan yang pernah berlangsung disana.Dalam penggalian goa Selonding ditemukan alat-alat terdiri dari alat serpih dan serut dari batu dan sejumlah alat-alat dari tulang. Diantara alat-alat tulang terdapat beberapa lencipan muduk yaitu sebuah alat sepanjang 5 cm yang kedua ujungnya diruncingkan.
Alat-alat semacam ini ditemukan pula di goa-goa Sulawesi Selatan pada tingkat perkembangan kebudayaan Toala dan terkenal pula di Australia Timur. Di luar Bali ditemukan lukisan dinding-dinding goa , yang menggambarkan kehidupan sosial ekonomi dan kepercayaan masyarakat pada waktu itu. Lukisan-lukisan di dinding goa atau di dinding-dinding karang itu antara lain yang berupa cap-cap tangan, babi rusa, burung, manusia, perahu, lambang matahari, lukisan mata dan sebagainya. Beberapa lukisan lainnya ternyata lebih berkembang pada tradisi yang lebih kemudian dan artinya menjadi lebih terang juga diantaranya adalah lukisan kadal seperti yang terdapat di pulau Seram dan Irian Jaya, mungkin mengandung arti kekuatan magis yang dianggap sebagai penjelmaan roh nenek moyang atau kepala suku.
Masa bercocok tanam]
Masa bercocok tanam lahir melalui proses yang panjang dan tak mungkin dipisahkan dari usaha manusia prasejarah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya pada masa-masa sebelumnya. Masa neolithik amat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban, karena pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat. Penghidupan mengumpulkan makanan (food gathering) berubah menjadi menghasilkan makanan (food producing). Perubahan ini sesungguhnya sangat besar artinya mengingat akibatnya yang sangat mendalam serta meluas kedalam perekonomian dan kebudayaan.
Sisa-sisa kehidupan dari masa bercocok tanam di Bali antara lain berupa kapak batu persegi dalam berbagai ukuran, belincung dan panarah batang pohon. Dari teori Kern dan teori Von Heine Geldern diketahui bahwa nenek moyang bangsa Austronesia, yang mulai datang di kepulauan kita kira-kira 2000 tahun S.M ialah pada zaman neolithik. Kebudayaan ini mempunyai dua cabang ialah cabang kapak persegi yang penyebarannya dari dataran Asia melalui jalan barat dan peninggalannya terutama terdapat di bagian barat Indonesia dan kapak lonjong yang penyebarannya melalui jalan timur dan peninggalan-peninggalannya merata dibagian timur negara kita. Pendukung kebudayaan neolithik (kapak persegi) adalah bangsa Austronesia dan gelombang perpindahan pertama tadi disusul dengan perpindahan pada gelombang kedua yang terjadi pada masa perunggu kira-kira 500 S.M. Perpindahan bangsa Austronesia ke Asia Tenggara khususnya dengan memakai jenis perahu cadik yang terkenal pada masa ini. Pada masa ini diduga telah tumbuh perdagangan dengan jalan tukar menukar barang (barter) yang diperlukan. Dalam hal ini sebagai alat berhubungan diperlukan adanya bahasa. Para ahli berpendapat bahwa bahasa Indonesia pada masa ini adalah Melayu Polinesia atau dikenal dengan sebagai bahasa Austronesia.
Masa Perundagian
Gong, yang ditemukan pula di berbagai tempat di Nusantara, merupakan alat musik yang diperkirakan berakar dari masa perundagian.
Dalam masa neolithik manusia bertempat tinggal tetap dalam kelompok-kelompok serta mengatur kehidupannya menurut kebutuhan yang dipusatkan kepada menghasilkan bahan makanan sendiri (pertanian dan peternakan). Dalam masa bertempat tinggal tetap ini, manusia berdaya upaya meningkatkan kegiatan-kegiatannya guna mencapai hasil yang sebesar-besarnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada zaman ini jenis manusia yang mendiami Indonesia dapat diketahui dari berbagai penemuan sisa-sisa rangka dari berbagai tempat, yang terpenting diantaranya adalah temuan-temuan dari Anyer Lor (Jawa Barat), Puger (Jawa Timur), Gilimanuk (Bali) dan Melolo (Sumbawa). Dari temuan kerangka yang banyak jumlahnya menunjukkan ciri-ciri manusia. Sedangkan penemuan di Gilimanuk dengan jumlah kerangka yang ditemukan 100 buah menunjukkan ciri Mongolaid yang kuat seperti terlihat pada gigi dan muka. Pada rangka manusia Gilimanuk terlihat penyakit gigi dan encok yang banyak menyerang manusia ketika itu.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan dapat diketahui bahwa dalam masyarakat Bali pada masa perundagian telah berkembang tradisi penguburan dengan cara-cara tertentu. Adapun cara penguburan yang pertama ialah dengan mempergunakan peti mayat atau sarkofagus yang dibuat dari batu padas yang lunak atau yang keras.Cara penguburannya ialah dengan mempergunakan tempayan yang dibuat dari tanah liat seperti ditemukan di tepi pantai Gilimanuk (Jembrana). Benda-benda temuan ditempat ini ternyata cukup menarik perhatian diantaranya terdapat hampir 100 buah kerangka manusia dewasa dan anak-anak, dalam keadaan lengkap dan tidak lengkap. Tradisi penguburan dengan tempayan ditemukan juga di Anyer Jawa Barat, Sabang (Sulawesi Selatan), Selayar, Roti dan Melolo (Sumba). Di luar Indonesia tradisi ini berkembang di Filipina, Thailand, Jepang dan Korea.
Kebudayaan megalithik ialah kebudayaan yang terutama menghasilkan bangunan-bangunan dari batu-batu besar. Batu-batu ini mempunyai biasanya tidak dikerjakan secara halus, hanya diratakan secara kasar saja untuk mendapat bentuk yang diperlukan. di daerah Bali tradisi megalithik masih tampak hidup dan berfungsi di dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Adapun temuan yang penting ialah berupa batu berdiri (menhir) yang terdapat di Pura Ratu Gede Pancering Jagat di desa Trunyan. Di Pura in terdapat sebuah arca yang disebut arca Da Tonta yang memiliki ciri-ciri yang berasal dari masa tradisi megalithik. Arca ini tingginya hampir 4 meter. Temuan lainnya ialah di desa Sembiran (Buleleng), yang terkenal sebagai desa Bali kuna, disamping desa-desa Trunyan dan Tenganan. Tradisi megalithik di desa Sembiran dapat dilihat pada pura-pura yang dipuja penduduk setempat hingga dewasa ini. dari 20 buah pura ternyata 17 buah pura menunjukkan bentuk-bentuk megalithik dan pada umumnya dibuat sederhana sekali. Diantaranya ada berbentuk teras berundak, batu berdiri dalam palinggih dan ada pula yang hanya merupakan susunan batu kali.
Temuan lainnya yang penting juga ialah berupa bangunan-bangunan megalithik yang terdapat di desa Gelgel (Klungkung).Temuan yang penting di desa Gelgel ialah sebuah arca menhir yaitu terdapat di Pura Panataran Jro Agung. Arca menhir ini dibuat dari batu dengan penonjolan kelamin wanita yang mengandung nilai-nilai keagamaan yang penting yaitu sebagai lambang kesuburan yang dapat memberi kehidupan kepada masyarakat.
Masuknya Agama Hindu
Gua Gajah (sekitar abad XI), salah satu peninggalan masa awal periode Hindu di Bali.
Berakhirnya zaman prasejarah di Indonesia ditandai dengan datangnya bangsa dan pengaruh Hindu. Pada abad-abad pertama Masehi sampai dengan lebih kurang tahun 1500, yakni dengan lenyapnya kerajaan Majapahit merupakan masa-masa pengaruh Hindu. Dengan adanya pengaruh-pengaruh dari India itu berakhirlah zaman prasejarah Indonesia karena didapatkannya keterangan tertulis yang memasukkan bangsa Indonesia ke dalam zaman sejarah. Berdasarkan keterangan-keterangan yang ditemukan pada prasasti abad ke-8 Masehi dapatlah dikatakan bahwa periode sejarah Bali Kuno meliputi kurun waktu antara abad ke-8 Masehi sampai dengan abad ke-14 Masehi dengan datangnya ekspedisi Mahapatih Gajah Mada dari Majapahit yang dapat mengalahkan Bali. Nama Balidwipa tidaklah merupakan nama baru, namun telah ada sejak zaman dahulu. Hal ini dapat diketahui dari beberapa prasasti, di antaranya dari prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada tahun 913 Masehi yang menyebutkan kata "Walidwipa". Demikian pula dari prasasti-prasasti Raja Jayapangus, seperti prasasti Buwahan D dan prasasti Cempaga A yang berangka tahun 1181 Masehi.
Di antara raja-raja Bali, yang banyak meninggalkan keterangan tertulis yang juga menyinggung gambaran tentang susunan pemerintahan pada masa itu adalah Udayana, Jayapangus , Jayasakti, dan Anak Wungsu. Dalam mengendalikan pemerintahan, raja dibantu oleh suatu Badan Penasihat Pusat. Dalam prasasti tertua 882 Masehi–-914 Masehi badan ini disebut dengan istilah "panglapuan". Sejak zaman Udayana, Badan Penasihat Pusat disebut dengan istilah "pakiran-kiran i jro makabaihan". Badan ini beranggotakan beberapa orang senapati dan pendeta Siwa dan Budha.
Di dalam prasasti-prasasti sebelum Raja Anak Wungsu disebut-sebut beberapa jenis seni yang ada pada waktu itu. Akan tetapi, baru pada zaman Raja Anak Wungsu, kita dapat membedakan jenis seni menjadi dua kelompok yang besar, yaitu seni keraton dan seni rakyat. Tentu saja istilah seni keraton ini tidak berarti bahwa seni itu tertutup sama sekali bagi rakyat. Kadang-kadang seni ini dipertunjukkan kepada masyarakat di desa-desa atau dengan kata lain seni keraton ini bukanlah monopoli raja-raja.
Dalam bidang agama, pengaruh zaman prasejarah, terutama dari zaman megalitikum masih terasa kuat. Kepercayaan pada zaman itu dititikberatkan kepada pemujaan roh nenek moyang yang disimboliskan dalam wujud bangunan pemujaan yang disebut teras piramid atau bangunan berundak-undak. Kadang-kadang di atas bangunan ditempatkan menhir, yaitu tiang batu monolit sebagai simbol roh nenek moyang mereka. Pada zaman Hindu hal ini terlihat pada bangunan pura yang mirip dengan pundan berundak-undak. Kepercayaan pada dewa-dewa gunung, laut, dan lainnya yang berasal dari zaman sebelum masuknya Hindu tetap tercermin dalam kehidupan masyarakat pada zaman setelah masuknya agama Hindu. Pada masa permulaan hingga masa pemerintahan Raja Sri Wijaya Mahadewi tidak diketahui dengan pasti agama yang dianut pada masa itu. Hanya dapat diketahui dari nama-nama biksu yang memakai unsur nama Siwa, sebagai contoh biksu Piwakangsita Siwa, biksu Siwanirmala, dan biksu Siwaprajna. Berdasarkan hal ini, kemungkinan agama yang berkembang pada saat itu adalah agama Siwa. Baru pada masa pemerintahan Raja Udayana dan permaisurinya, ada dua aliran agama besar yang dipeluk oleh penduduk, yaitu agama Siwa dan agama Budha. Keterangan ini diperoleh dari prasasti-prasastinya yang menyebutkan adanya mpungku Sewasogata (Siwa-Buddha) sebagai pembantu raja.
Masa 1343-1846
Masa ini dimulai dengan kedatangan ekspedisi Gajah Mada pada tahun 1343.
Kedatangan Ekspedisi Gajah Mada
Ekspedisi Gajah Mada ke Bali dilakukan pada saat Bali diperintah oleh Kerajaan Bedahulu dengan Raja Astasura Ratna Bumi Banten dan Patih Kebo Iwa. Dengan terlebih dahulu membunuh Kebo Iwa, Gajah Mada memimpin ekspedisi bersama Panglima Arya Damar dengan dibantu oleh beberapa orang arya. Penyerangan ini mengakibatkan terjadinya pertempuran antara pasukan Gajah Mada dengan Kerajaan Bedahulu. Pertempuran ini mengakibatkan raja Bedahulu dan putranya wafat. Setelah Pasung Grigis menyerah, terjadi kekosongan pemerintahan di Bali. Untuk itu, Majapahit menunjuk Sri Kresna Kepakisan untuk memimpin pemerintahan di Bali dengan pertimbangan bahwa Sri Kresna Kepakisan memiliki hubungan darah dengan penduduk Bali Aga. Dari sinilah berawal wangsa Kepakisan.
Periode Gelgel
Karena ketidakcakapan Raden Agra Samprangan menjadi raja, Raden Samprangan digantikan oleh Dalem Ketut Ngulesir. Oleh Dalem Ketut Ngulesir, pusat pemerintahan dipindahkan ke Gelgel (dibaca /gɛl'gɛl/). Pada saat inilah dimulai Periode Gelgel dan Raja Dalem Ketut Ngulesir merupakan raja pertama. Raja yang kedua adalah Dalem Watu Renggong (1460—1550). Dalem Watu Renggong menaiki singgasana dengan warisan kerajaan yang stabil sehingga ia dapat mengembangkan kecakapan dan kewibawaannya untuk memakmurkan Kerajaan Gelgel. Di bawah pemerintahan Watu Renggong, Bali (Gelgel) mencapai puncak kejayaannya. Setelah Dalem Watu Renggong wafat ia digantikan oleh Dalem Bekung (1550—1580), sedangkan raja terakhir dari zaman Gelgel adalah Dalem Di Made (1605—1686).
Zaman Kerajaan Klungkung
Kerajaan Klungkung sebenarnya merupakan kelanjutan dari Dinasti Gelgel. Pemberontakan I Gusti Agung Maruti ternyata telah mengakhiri Periode Gelgel. Hal itu terjadi karena setelah putra Dalem Di Made dewasa dan dapat mengalahkan I Gusti Agung Maruti, istana Gelgel tidak dipulihkan kembali. Gusti Agung Jambe sebagai putra yang berhak atas takhta kerajaan, ternyata tidak mau bertakhta di Gelgel, tetapi memilih tempat baru sebagai pusat pemerintahan, yaitu bekas tempat persembunyiannya di Semarapura.
Dengan demikian, Dewa Agung Jambe (1710-1775) merupakan raja pertama zaman Klungkung. Raja kedua adalah Dewa Agung Di Made I, sedangkan raja Klungkung yang terakhir adalah Dewa Agung Di Made II. Pada zaman Klungkung ini wilayah kerajaan terbelah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Kerajaan-kerajaan kecil ini selanjutnya menjadi swapraja (berjumlah delapan buah) yang pada zaman kemerdekaan dikenal sebagai kabupaten.
Kerajaan-kerajaan pecahan Klungkung
1. Kerajaan Badung, yang kemudian menjadi Kabupaten Badung.
2. Kerajaan Bangli, yang kemudian menjadi Kabupaten Bangli.
3. Kerajaan Buleleng, yang kemudian menjadi Kabupaten Buleleng.
4. Kerajaan Gianyar, yang kemudian menjadi Kabupaten Gianyar.
5. Kerajaan Karangasem, yang kemudian menjadi Kabupaten Karangasem.
6. Kerajaan Klungkung, yang kemudian menjadi Kabupaten Klungkung.
7. Kerajaan Tabanan, yang kemudian menjadi Kabupaten Tabanan.
Masa 1846-1949
Pada periode ini mulai masuk intervensi Belanda ke Bali dalam rangka "pasifikasi" terhadap seluruh wilayah Kepulauan Nusantara. Dalam proses yang secara tidak disengaja membangkitkan sentimen nasionalisme Indonesia ini, wilayah-wilayah yang belum ditangani oleh administrasi Batavia dicoba untuk dikuasai dan disatukan di bawah administrasi. Belanda masuk ke Bali disebabkan beberapa hal: beberapa aturan kerajaan di Bali yang dianggap mengganggu kepentingan dagang Belanda, penolakan Bali untuk menerima monopoli yang ditawarkan Batavia, dan permintaan bantuan dari warga Pulau Lombok yang merasa diperlakukan tidak adil oleh penguasanya (dari Bali).
Perlawanan Terhadap Orang-Orang Belanda
Masa ini merupakan masa perlawanan terhadap kedatangan bangsa Belanda di Bali. Perlawanan-perlawanan ini ditandai dengan meletusnya berbagai perang di wilayah Bali. Perlawanan-perlawanan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Perang Buleleng (1846) 2. Perang Jagaraga (1848--1849) 3. Perang Kusamba (1849) 4. Perang Banjar (1868) 5. Puputan Badung (1906) 6. Puputan Klungkung (1908) Dengan kemenangan Belanda dalam seluruh perang dan jatuhnya kerajaan Klungkung ke tangan Belanda, berarti secara keseluruhan Bali telah jatuh ke tangan Belanda.
Zaman Penjajahan Belanda
Sejak kerajaan Buleleng jatuh ke tangan Belanda mulailah pemerintah Belanda ikut campur mengurus soal pemerintahan di Bali. Hal ini dilaksanakan dengan mengubah nama raja sebagai penguasa daerah dengan nama regent untuk daerah Buleleng dan Jembrana serta menempatkan P.L. Van Bloemen Waanders sebagai controleur yang pertama di Bali.
Struktur pemerintahan di Bali masih berakar pada struktur pemerintahan tradisional, yaitu tetap mengaktifkan kepemimpinan tradisional dalam melaksanakan pemerintahan di daerah-daerah. Untuk di daerah Bali, kedudukan raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, yang pada waktu pemerintahan kolonial didampingi oleh seorang controleur. Di dalam bidang pertanggungjawaban, raja langsung bertanggung jawab kepada Residen Bali dan Lombok yang berkedudukan di Singaraja, sedangkan untuk Bali Selatan, raja-rajanya betanggung jawab kepada Asisten Residen yang berkedudukan di Denpasar. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga administrasi, pemerintah Belanda telah membuka sebuah sekolah rendah yang pertama di Bali, yakni di Singaraja (1875) yang dikenal dengan nama Tweede Klasse School. Pada tahun 1913 dibuka sebuah sekolah dengan nama Erste Inlandsche School dan kemudian disusul dengan sebuah sekolah Belanda dengan nama Hollands Inlandshe School (HIS) yang muridnya kebanyakan berasal dari anak-anak bangsawan dan golongan kaya.
Lahirnya Organisasi Pergerakan
Akibat pengaruh pendidikan yang didapat, para pemuda pelajar dan beberapa orang yang telah mendapatkan pekerjaan di kota Singaraja berinisiatif untuk mendirikan sebuah perkumpulan dengan nama "Suita Gama Tirta" yang bertujuan untuk memajukan masyarakat Bali dalam dunia ilmu pengetahuan melalui ajaran agama. Sayang perkumpulan ini tidak burumur panjang. Kemudian beberapa guru yang masih haus dengan pendidikan agama mendirikan sebuah perkumpulan yang diberi nama "Shanti" pada tahun 1923. Perkumpulan ini memiliki sebuah majalah yang bernama "Shanti Adnyana" yang kemudian berubah menjadi "Bali Adnyana".
Pada tahun 1925 di Singaraja juga didirikan sebuah perkumpulan yang diberi nama "Suryakanta" dan memiliki sebuah majalah yang diberi nama "Suryakanta". Seperti perkumpulan Shanti, Suryakanta menginginkan agar masyarakat Bali mengalami kemajuan dalam bidang pengetahuan dan menghapuskan adat istiadat yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Sementara itu, di Karangasem lahir suatu perhimpunan yang bernama "Satya Samudaya Baudanda Bali Lombok" yang anggotanya terdiri atas pegawai negeri dan masyarakat umum dengan tujuan menyimpan dan mengumpulkan uang untuk kepentingan studie fons.
Zaman Pendudukan Jepang
Setelah melalui beberapa pertempuran, tentara Jepang mendarat di Pantai Sanur pada tanggal 18 dan 19 Februari 1942. Dari arah Sanur ini tentara Jepang memasuki kota Denpasar dengan tidak mengalami perlawanan apa-apa. Kemudian, dari Denpasar inilah Jepang menguasai seluruh Bali. Mula-mula yang meletakkan dasar kekuasaan Jepang di Bali adalah pasukan Angkatan Darat Jepang (Rikugun). Kemudian, ketika suasana sudah stabil penguasaan pemerintahan diserahkan kepada pemerintahan sipil.
Karena selama pendudukan Jepang suasana berada dalam keadaan perang, seluruh kegiatan diarahkan pada kebutuhan perang. Para pemuda dididik untuk menjadi tentara Pembela Tanah Air (PETA). Untuk daerah Bali, PETA dibentuk pada bulan Januari tahun 1944 yang program dan syarat-syarat pendidikannya disesuaikan dengan PETA di Jawa.
Zaman Kemerdekaan
Menyusul Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 23 Agustus 1945, Mr. I Gusti Ketut Puja tiba di Bali dengan membawa mandat pengangkatannya sebagai Gubernur Sunda Kecil. Sejak kedatangan beliau inilah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Bali mulai disebarluaskan sampai ke desa-desa. Pada saat itulah mulai diadakan persiapan-persiapan untuk mewujudkan susunan pemerintahan di Bali sebagai daerah Sunda Kecil dengan ibu kotanya Singaraja.
Sejak pendaratan NICA di Bali, Bali selalu menjadi arena pertempuran. Dalam pertempuran itu pasukan RI menggunakan sistem gerilya. Oleh karena itu, MBO sebagai induk pasukan selalu berpindah-pindah. Untuk memperkuat pertahanan di Bali, didatangkan bantuan ALRI dari Jawa yang kemudian menggabungkan diri ke dalam pasukan yang ada di Bali. Karena seringnya terjadi pertempuran, pihak Belanda pernah mengirim surat kepada Rai untuk mengadakan perundingan. Akan tetapi, pihak pejuang Bali tidak bersedia, bahkan terus memperkuat pertahanan dengan mengikutsertakan seluruh rakyat.
Untuk memudahkan kontak dengan Jawa, Rai pernah mengambil siasat untuk memindahkan perhatian Belanda ke bagian timur Pulau Bali. Pada 28 Mei 1946 Rai mengerahkan pasukannya menuju ke timur dan ini terkenal dengan sebutan "Long March". Selama diadakan "Long March" itu pasukan gerilya sering dihadang oleh tentara Belanda sehingga sering terjadi pertempuran. Pertempuran yang membawa kemenangan di pihak pejuang ialah pertempuran Tanah Arun, yaitu pertempuran yang terjadi di sebuah desa kecil di lereng Gunung Agung, Kabupaten Karangasem. Dalam pertempuran Tanah Arun yang terjadi 9 Juli 1946 itu pihak Belanda banyak menjadi korban. Setelah pertempuran itu pasukan Ngurah Rai kembali menuju arah barat yang kemudian sampai di Desa Marga (Tabanan). Untuk lebih menghemat tenaga karena terbatasnya persenjataan, ada beberapa anggota pasukan terpaksa disuruh berjuang bersama-sama dengan masyarakat.
Puputan Margarana
Pada waktu staf MBO berada di desa Marga, I Gusti Ngurah Rai memerintahkan pasukannya untuk merebut senjata polisi NICA yang ada di kota Tabanan. Perintah itu dilaksanakan pada 18 November 1946 (malam hari) dan berhasil baik. Beberapa pucuk senjata beserta pelurunya dapat direbut dan seorang komandan polisi Nica ikut menggabungkan diri kepada pasukan Ngurah Rai. Setelah itu pasukan segera kembali ke Desa Marga. Pada 20 November 1946 sejak pagi-pagi buta tentara Belanda mulai nengadakan pengurungan terhadap Desa Marga. Kurang lebih pukul 10.00 pagi mulailah terjadi tembak-menembak antara pasukan Nica dengan pasukan Ngurah Rai. Pada pertempuran yang seru itu pasukan bagian depan Belanda banyak yang mati tertembak. Oleh karena itu, Belanda segera mendatangkan bantuan dari semua tentaranya yang berada di Bali ditambah pesawat pengebom yang didatangkan dari Makasar. Di dalam pertempuran yang sengit itu semua anggota pasukan Ngurah Rai bertekad tidak akan mundur sampai titik darah penghabisan. Di sinilah pasukan Ngurah Rai mengadakan "Puputan" sehingga pasukan yang berjumlah 96 orang itu semuanya gugur, termasuk Ngurah Rai sendiri. Sebaliknya, di pihak Belanda ada lebih kurang 400 orang yang tewas. Untuk mengenang peristiwa tersebut kini pada bekas arena pertempuran itu didirikan Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa.
Langganan:
Postingan (Atom)