Alkisah, dahulu kala hiduplah seorang raja yang muda serta mempunyai kekuasaan yang luas. Ia hidup bersama penasihatnya. Suatu ketika iapun merasa susah, karena ia bingung apa yang akan dia lakukan. Iapun bercerita kepada penasihatnya. “wahai penasihat aku bingung dengan diriku ini, aku telah menjadi raja, tapi kenapa aku merasa hidupku ini tidak enak, aku meras sepi”. Maka dengan senyum dan bijak sang penasehat menjawab “Wahai raja, lebih baik kau menikah, insyaallah khoir, insyaallah kau tidak merasa sepi”.
Maka sang rajapun menuruti apa kata penasehat, sang raja pun menikah. Dan benar raja merasa sangat bahagia, ia tidak merasa sepi lagi. Namun sang raja merasa ada yang kurang, ia belum mempunyai anak. Setelah berbincang sama penasehat, penasehat menganjurkan untuk memiliki anak. “insyaallah khair” kata penasehat. Maka akhirnya memilih untuk memiliki anak. Hingga akhirnya ia mempunyai seorang anak laki- laki.
Seirng berjalananya waktu sang anak pun tumbuh besar. Hingga akhirnya ia mulai memasuki bangku sekolah. Pada saat ini sang raja kembali bingung, anaknya akan disekolahkan dimana. Maka ia kembali berbicara pada penasehatnya. “wahai penasehat bagaimna menurutmu tentang sekolah mana yang pantas untuk anakku ini?” tanya sang raja. Maka dengan bijaksna penasehat berkata “sekolahkan saja anak raja ke negeri seberang, Insyaallah khair, dan insyaallah itu lebih baik”. Maka dengan berat hati sang raja menyekolahkan anaknya ke negeri seberang.
Dengan perginya anaknya, maka sang raja merasa kesepian. Pada suatu malam ia mengupas buah apel. Namun apa gerangan, tangannya terkena pisau hingga mau putus. Sang raja merasa hatinya resah, ia menganggap kalau sedang terjadi sesuatu yang tidak baiak pada anaknya. Maka iapun kembali bicara pada penasehatnya. Wahai penasehat menurutmu aa yng sedang terjadi, aku merasa tidak enak, ini tanganku teriris pisau dan mau patah” kata sang raja. Maka dengan muka senyum penasehat berkata”Insyaallah khair”. Mendengar jawaban penasehat rajapun merasa jengkel, karena dari dulu setiap dimintai pendapat penasehat njawabnya “insyaallah khair” terus. Karena merasa marah maka penasehat tersebut dijebloskan ke dalam penjara.
Sang raja pun mengangkat penasehat baru. Setelah itu mereka langsung berburu di hutan. Kebetulan sang raja memang suka berburu. Dengan membawa segenap pasukan dan penasehatnya rajapun berangkat berburu di hutan. Di tengah jalan raja melihat seekor rusa. maka dengan menunggangi kuda sang raja dan penasehat barunya mengejar rusa tersebut. Namun, tidak dengan para pengawalnya. Mereka kelelahan mengejar sang raja, karena mereka harus berlari. Hingga tanpa diasadari tinggal sang raja dan penasehat yang mengejar buruannya. Akhirnya sang raja mendapatkan posisi yang tepat untuk memanah rusa tersebut. Tanpa disadari, ternyata mereka berdua telaah di kepung oleh bangsa pedalamann hutan tersebut. Di saat yang bersamaan Bangsa pedalaman tersebut sedang mencari manusia untuk upacara adat. Tanpa bisa bebuat maka raja dan penasehat baru teresebut dibawa. Dengan posisi seperti akan disate maka penasehat baru tersebut di panggang, hingga akhirnya ia meninggal dunia. Saat giliran sang raja yang akan di panggang, maka ada seorang bangsa tersebut melihat bahwa ada bagian tubuh yang rusak dari sang raja tersebut, yaitu jari tangannya hampir putus. Mereka juga tidak enak kalau mau memberi sesajen pada leluhurnya dengan barang yang cacat. Maka sang rajapun tak jadi di panggang, dan akhirnya dilepaskan.
Dengan perasaan takut maka rajapun kembali ke kerajaan. Sang raja langsung menemui penasehatnya yang pertama.”wahai penasehat ternyata kau benar, kalau tidak jariku ini terluka, maka aku bisa di panggang oleh bangsa pedalamna hutan tersebut” kata sang raja sambil minta maaf. Dengan tersenyum sang penasehat berkata” saya juga berterima kasih pada raja, karena telah menjebloskan saya ke penjara. Karena kalau tidak aku juga sudah dipanggang oleh bangsa pedalaman tersebut”. Hingga akhirnya sang raja dan penasehat pun kembali hidup rukun.
Terima kasih atas kirimannya sahabat…
by: pristiyana yopi irawati
XI IPA 2
Jumat, 17 Desember 2010
TRANSPARANSI PEMERINTAHAN
MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
BAB IV
TRANSPARANSI PEMERINTAHAN
DISUSUN OLEH:
Nama : Pristiyana Yopi Irawati
NIS : 09925
Kelas : XI IPA 2
SMA NEGERI 3 BONTANG
Jalan Arif Rahman Hakim KM 03 Kelurahan Belimbing
Kecamatan Bontang Barat
TAHUN AJARAN 2009/2010
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dan puji syukur kehadirat Allah SWT saya ucapkan atas terselesainya Tugas Pendidikan Kewarganegaraan yang diberikan Bpk. Wahyudin dengan membuat makalah yang berisikan tentang Transparansi Pemerintahan ini. Tanpa ridla dan kasih sayang serta petunjuk dari-Nya mustahil makalah ini dapat dirampungkan.
Makalah ini disusun sebagai pengganti dan penambah nilai Pendidikan Kewarganegaraan yang belum sempat dibahas. Makalah ini dapat membantu dan membimbing kita menjadi seorang warga negara yang mengetahui kewajiban yang harus ditunaikan, hak yang kamu miliki, dan peran yang harus kamu laksanakan. Selain itu, makalah ini juga mengantarkan kamu menyelami realitas kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Besar harapan saya makalah ini dapat menambah Ilmu Pengetahuan kita. Saya juga berharap dalam pembuatan makalah ini dapat digunakan oleh semua kalangan dan dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Akhirnya, sesuai pepatah “Tiada Gading Yang Tak Retak” saya mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan makalah ini, khususnya dari teman, Bapak/Ibu guru Pendidikan Kewarganegaraan. Karena makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kebenaran dan kesempurnaan hanya Allah lah yang Punya dan Maha Kuasa. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang sudah membantu merampungkan makalah ini.
Bontang, 6 Desember 2010
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….....i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..........................1
BAB II PERMASALAHAN…………………………………………………………………..3
BAB III PENYELESAIAN MASALAH……………………………………………………...4
BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………………..26
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………...27
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Forum Warga Kaliwiru menuntut agar pemkot dan Walikota Semarang bersikap terbuka dalam kebijakan tukar guling (ruislag) sebuah lapangan golf. Begitulah isi berita yg di muat dalam Kompas Online, 8 Mei 2003. Kutipan berita itu demikian:
“Warga, karyawan, dan para caddy yg bergabung dalam Forum Warga Kaliwiru (FWK),yg slama ini dikenal sebagai penyelamat lapangan golf Semarang Golf Club (SGC) di Kelurahan Kaliwiru, Kecematan Candisari, Kota Semarang, menuntut keterbukaan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang dan Wali Kota. Warga berpendapat, tukar guling lapangan golf SGC harus di dasarkan tujuan yang jelas dan dasar hukum yang kuat atas kepemilikan lahan lapangan golf itu oleh Pemkot Semarang. Warga yakin, lapangan golf itu tanah milik negara dan pemkot hanya sebatas pengelola lapangan sejak penyerahan Belanda ke Republik Indonesia pada tahun 19930 an…
Ketua FWK Ari Yudhianto mengemukakan, sejak isu ruislag di gulirkan awal Oktober 2002, pemkot belum pernah secara gambling menjelaskan latar belakang upaya ruislag itu…. “Warga Kaliwiru di buat bingung. Dalam posisi demikian, Pemkot Semarang maupun Wali Kota Semarang langsung menyetujui tukar guling itu dengan dalih kawasan Kaliwiru adalah peruntukan perumahan dan Kota Semarang membutuhkan lapangan golf berskala internasional, “Katanya.
1
Dengan demikian, pemkot tidak transparan. Mengalihkan peruntukan lahan tidak cukup bermodal boleh tidaknya kawasan jadi lahan permukiman. Tetapi yang perlu, pemkot punya dasar hukum yang jelas atas penguasaan lahan SGC tersebut.”
Kutipan berita tersebut menunjukan bahwa masyarakat yang tergabung dalam FWK menghendaki agar penyelenggaraan pemerintahan Kota Semarang di lakukan secara transparan atau terbuka, khususnya dalam proses tukar guling lapangan golf Semarang Golf Club (SGC) di Kelurahan Kaliwiru, Kecamatan Candisari, Kota Semarang. Hal itu mereka perlukan untuk memperoleh jaminan keadilan dalam proses tukar guling tersebut.
2
BAB II
PERMASALAHAN
Makalah tentang transparansi pemerintahan ini membahas tentang:
1. Pengertian Transparansi dan Pemerintahan
1.1 Istilah Transparansi dan Pemerintahan
1.2Karakteristik Pemerintahan
1.3 Aktor dalam Pemerintahan
1.4 Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
3 Dampak Pemerintahan yang Tidak Transparan
2.1 Penyelenggaraan Pemerintahan yang Tidak Transparan
2.2 Dampak Penyelenggaraan Pemerintah yang Tidak Transparan
4 Sikap Keterbukaan dan Keadilan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
3
BAB III
PENYELESAIAN MASALAH
A. Pengertian Transparansi dan Pemerintahan
1. Istilah Transparansi dan pemerintahan
Kecenderungan praktik pemerintahan pada akhir milenium kedua menunjukkan kuatnya semangat untuk menjalankan pemerintahan yang baik (good governance). Kecenderungan ini karna semakin derasnya dorongan nilai universal yang menyangkut demokrasi, transparansi, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia termasuk hak memperoleh informasi yang benar. Praktik pemerintahan yang baik mensyaratkan bahwa pengelolaan dan keputusan manajemen publik harus di lakukan secara terbuka dengan ruang partisipasi sebesar-besarnya bagi masyarakat yang terkena dampaknya. Konsekuensi dari tranparansi pemerintahan adalah terjaminya akses masyarakat dalam berpartisipasi, utamanya dalam proses pengambilan keputusan.
Transparansi adalah suatu proses keterbukaan dari para pengelola manajemen, utamanya manajemen publik, untuk membangun akses dalam proses pengelolaannya sehingga arus informasi keluar dan masuk secara berimbang. Jadi, dalam proses transparansi informasi tidak hanya diberikan oleh pengelola manajemen publik tetapi masyarakat memiliki hak untuk memperoleh informasi yang menyangkut kepentingan publik. Kesadaran ini akan mengubah cara pandang manajemen publik pada masa mendatang. Masyarakat tidak lagi pasif menunggu informasi dari pemerintah atau dinas-dinas penerangan pemerintah,
4
tetapi mereka berhak mengetahui segala sesuatu yang menyangkut keputusan dan kepentingan publik. Hal yang utama dalam asas transparansi adalah keputusan yang mengikat publik harus dapat diterima oleh nalar publik dan tidak ada alasan yang sumir dan tertutup untuk diperdebatkan.
Istilah pemerintah (government) dapat dibedakan dengan pemerintahan (governance). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pemerintah berarti lembaga atau orang yang bertugas mengatur dan memajukan negara dengan rakyatnya. Adapun pemerintahan adalah hal cara, hasil kerja memerintah, mengatur negara dengan rakyatnya. Pemerintah dalam arti organ merupakan alat kelengkapan pemerintahan yang melaksanakan fungsi negara. Dalam arti organ, pemerintah dapat dibedakan dalam arti luas dan arti sempit.
Pemerintah dalam arti luas adalah suatu pemerintah yang berdaulat sebagai gabungan semua badan atau lembaga kenegaraan yang berkuasa dan memerintah di wilayah suatu negara meliputi badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Adapun pemerintah dalam arti sempit adalah suatu pemerintah yang berdaulat sebagai badan atau lembaga yang mempunyai wewenang melaksanakan kebijakan negara (eksekutif) yang terdiri atas presiden, wakil presiden, dan para menteri (kabinet).
2. Karakteristik Pemerintahan
Dalam masyarakat modern dewasa ini, pola pemerintah yang dapat dikembangkan sesuai dengan karakteristiknya masing-masing sebagai berikut.
a. Kompleksitas, dalam menghadapi kondisi yang kompleks, pola penyelenggaraan pemerintahan perlu ditekankan pada fungsi koordinasi dan komposisi.
5
b. Dinamika, dalam hal ini pola pemerintahan yang dapat dikembangkan adalah
pengaturan atau pengendalian (steering) dan kolaborasi (pola interaksi saling
mengendalikan di antara berbagai aktor yang terlibat dan/atau kepentingan dalam bidang tertentu).
c. Keanekaragaman, masyarakat dengan berbagai kepentingan yang beragam dapat diatasi dengan pola penyelenggaraan pemerintahan yang menekankan pengaturan dan integrasi atau keterpaduan.
Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan (governing) dapat dipandang sebagai intervensi pelaku politik dan sosial yang berorientasi hasil, yang diarahkan untuk menciptakan pola interaksi yang stabil atau dapat diprediksikan dalam suatu sistem (social polity), sesuai dengan harapan ataupun tujuan dari pelaku intervensi tersebut.
3. Aktor dalam Pemerintahan
Dalam penyelenggaraan pemerintahan di suatu negara, terdapat tiga komponen besar yang harus diperhatikan karena peran dan fungsinya yang sangat berpengaruh dalam menentukan maju mundurnya pengelolaan negara seperti berikut.
a. Negara dan Pemerintahan
Negara dan pemerintahan merupakan keseluruhan lembaga politik dan sektor publik. Peran dan tanggung jawabnya adalah di bidang hukum, pelayanan publik, desentralisasi, transparansi umum, dan pemberdayaan masyarakat, penciptaan pasar yang kompetitif, membangun lingkungan yang kondusif bagi terciptanya tujuan pembangunan baik pada level lokal, nasional, maupun internasional.
6
b. Sektor Swasta
Sektor swasta yaitu perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi sistem pasar, seperti industri, perdagangan, perbankan, dan koperasi sektor informal. Peranannya adalah meningkatkan produktivitas, menyerap tenaga kerja, mengembangkan sumber penerimaan negara, investasi, pengembangan dunia usaha, dan pertumbuhan ekonomi nasional.
c. Masyarakat Madani
Kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi. Dalam konteks kenegaraan, masyarakat merupakan subjek pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi. masyarakat harus diberdayakan agar berperan aktif dalam mendukung terwujudnya pemerintahan yang baik.
4. Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
a. Pengertian
Terminologi “good” dalam istilah good governance mengandung dua pengertian. Pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional), kemandirian, pembangunan berkelanjutan, dan keadilan sosial. Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut, pemerintahan yang baik berorientasi pada dua hal sebagai berikut.
7
1. Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional, yaitu mengacu pada demokratisasi dengan unsur legitimasi, pertanggungjawaban, otonomi, dan pendelegasian wewenang kekuasaan kepada daerah serta adanya mekanisme kontrol oleh masyarakat.
2. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien melakukan upaya pencapaian tujuan nasional. Hal ini tergantung pada sejauh mana pemerintah memiliki kompetensi, struktur, dan mekanisme politik serta administratif yang berfungsi secara efektif dan efisien.
b. Aspek-Aspek Good Governance
Dari sisi pemerintah (government), good governance dapat dilihat melalui aspek-aspek sebagai berikut.
1. Hukum/kebijakan, merupakan aspek yang ditunjukkan pada perlindungan kebebasan.
2. Administrative competence and transparency, yaitu kemampuan membuat perencanaan dan melakukan implementasi secara efisien, kemampuan melakukan penyederhanaan organisasi, penciptaan disiplin, dan model administratif keterbukaan informasi.
3. Desentralisasi, yaitu desentralisasi regional dan dekonsentrasi di dalam departemen.
4. Penciptaan pasar yang kompetitif, yaitu penyempurnaan mekanisme pasar, peningkatan peran pengusaha kecil, dan segmen lain dalam sektor swasta, deregulasi, dan kemampuan pemerintahan melakukan kontrol terhadap makro ekonomi.
c. Prinsip-Prinsip Good Governance
Kendati diawali oleh tawaran badan-badan internasional, cita good governance kini sudah menjadi masalah serius dalam wacana pengembangan paradigma birokrasi dan pembangunan
8
ke depan. Dari berbagai hasil kajiannya, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menyimpulkan sembilan aspek fundamental dalam perwujudan good governance sebagai berikut.
1. Partisipasi (Participation)
2. Penegakan hukum (Rule of Law)
3. Transparansi (Transparency)
4. Responsif (Responsiveness)
5. Orientasi kesepakatan (Consensus Orientation)
6. Keadilan (Equity)
7. Efektivitas (Effectiveness) dan efesiensi (Efficiency)
8. Akuntabilitas (Accountability)
9. Visi strategi (Strategic Vision)
Untuk mewujudkan cita good governance dengan asas-asas fundamental sebagaimana telah dipaparkan di atas, setidaknya harus melakukan lima aspek prioritas sebagai berikut.
1. Penguatan Fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan
2. Kemandirian Lembaga Peradilan
3. Aparatur Pemerintah yang Profesional dan Penuh Integritas
4. Masyarakat Madani (Civil Society) yang Kuat dan Partisipatif
5. Penguatan Upaya Otonomi Daerah
Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia pascagerakan reformasi nasional, prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik tertera dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
9
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Dalam pasal 3 dan penjelasannya ditetapkan asas umum pemerintahan yang mencakup hal-hal berikut.
1. Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.
2. Asas tertib penyelenggaran negara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara.
3. Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, ekomodatif, dan selektif.
4. Asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memerhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
5. Asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.
6. Asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
10
B. Dampak Pemerintahan yang Tidak Transparan
1. Penyelenggaraan Pemerintah yang Tidak Transparan
Informasi merupakan salah satu bagian yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di dunia saat ini, terlebih jika kita tinggal dalam suatu negara demokrasi yang mengenal adanya pengakuan terhadap kebebasan dalam memperoleh informasi bagi rakyatnya. Tertutupnya kebebasan dalam memperoleh informasi dapat berdampak pada banyak hal seperti rendahnya tingkat pengetahuan dan wawasan warga negara yang pada akhirnya juga berdampak pada rendahnya kualitas hidup suatu bangsa. Sementara itu dari segi penyelenggaraan pemerintahan, tidak adanya informasi yang dapat diakses oleh publik dapat berakibat pada lahirnya pemerintahan yang otoriter dan tidak demokratis.
Pada dasarnya, pemerintahan di negara-negara demokrasi telah menyadari bahwa terciptanya keterbukaan dalam memperoleh informasi bagi publik dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan hukum di negaranya. Keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan juga merupakan salah satu wujud komitmen pemerintah dalam melaksanakan prinsip-prinsip good governance dan demokratisasi pemerintahan, di mana salah satu butir di antara butir-butir good governance adalah adanya keterbukaan pemerintah (transparency) kepada masyarakat.
Keterbukaan akses informasi bagi publik di sisi lain juga dapat menjadi salah satu alat penunjang kontrol masyarakat atas kinerja pemerintah ataupun unit-unit kerjanya. Dalam konteks bidang keamanan dan pertahanan, setiap negara demokrasi juga membuka ruang-ruang tersedianya informasi yang dapat diakses masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar hak-hak warga negara tetap terjaga dan tidak terenggut. Di samping itu, adanya keterbukaan
11
memperoleh informasi juga dapat menjadikan aktor pertahanan menjadi lebih professional selalu bertindak dengan berdasarkan hukum.
Sebagai sebuah negara yang demokratis, Indonesia juga tentunya harus tetap memandang bahwa kebebasan memperoleh informasi bagi publik merupakan suatu hal yang pada dasarnya harus tetap dijaga. Adapun terkait beberapa hal yang sifatnya "rahasia" di mana di dalamnya terdapat hal-hal yang sensitif terutama menyangkut persoalan kedaulatan negara haruslah dapat didefinisikan dengan jelas dan tetap mengacu pada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
Selama masa pemerintahan Orde Baru, keterbukaan untuk memperoleh informasi sangat dibatasi pemerintah. Bahkan, beberapa media yang sangat kritis dan lugas dalam menyajikan informasi dengan sangat mudah dibekukan pemerintah. Dengan alasan kerahasiaan, pemerintah Orde Baru banyak mengotrol berbagai informasi yang akan keluar dan diterima masyarakat sehingga sangat wajar apabila informasi yang akan disajikan media harus melewati pengawasan yang ketat. Hal ini tentunya dimaksudkan agar tidak terjadi gejolak perlawanan di dalam masyarakat.
Tertutupnya pintu untuk memperoleh informasi juga sangat berdampak negatif pada lemahnya jaminan kepastian hukum dan perlindungan HAM bagi masyarakat, pemerintahan pun pada akhirnya menjadi pemerintahan yang otoriter sehingga sangat wajar apabila berbagai kalangan berpendapat bahwa pada masa Orde Baru banyak sekali terjadi kasus penculikan aktivis yang sangat vokal mengkritisi kebijakan pemerintah. Dengan mengatasnamakan keamanan dan rahasia negara, pemerintah Orde Baru juga telah menafsirkan sifat kerahasiaan negara demi kepentingan dan keberlangsungan kekuasaannya
12
sehingga mengakibatkan banyak pihak yang menjadi khawatir dengan setiap tindakan dan ucapan mereka karena selalu diintai.
Sifat rahasia negara yang ditafsirkan dan diimplementasikan oleh pemerintahan Orde Baru untuk menghalang-halangi kebebasan memperoleh informasi, pada dasarnya juga menyeret aktor pertahanan dan keamanan pada posisi yang tidak profesional sehingga ketika kita berbicara mengenai rahasia negara dan kebebasan memperoleh informasi, pada saat ini, tidak akan terlepas pula dari proses reformasi di bidang pertahanan dan keamanan.
Jatuhnya tampuk kekuasaan Orde Baru telah membuka harapan bagi kehidupan bernegara yang lebih demokratis, dan keterbukaan pemerintah terhadap masyarakat menjadi salah satu tuntutan dalam agenda perjuangan reformasi. Keterbukaan pemerintah kepada masyarakat merupakan suatu hal yang memang sudah selayaknya dilakukan sejak dahulu sebab Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi, sebuah negara demokrasi yang lahir dari kedaulatan rakyat sehingga kedaulatan sepenuhnya berada di tangan rakyat. Oleh karena itu, pemerintah wajib bersikap transparan kepada rakyatnya.
Negara Indonesia yang ingin mensejahterakan seluruh rakyat perlu mengimplementasikan formulasi pembentukan negara dalam kosepnya yang terkenal Kontrak Sosial (Du Contract social ou principes du droit politique) yang dibuat pada tahun 1762 oleh Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Rousseau melihat hubungan individu dengan negara haruslah didasari pada sebuah kesepakatan untuk bernegara sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan bersama. Kesepakatan yang penting harus dipenuhi adalah tentang hak dan kewajiban.
Dalam uraiannya, Rousseau menekankan pentingnya istilah volente generale (kehendak umum) yang merupakan cikal bakal lahirmya masyarakat sipil. Sebuah negara haruslah
13
didasarkan pada kesepakatan umum yang jika dilanggar akan mengakibatkan ketidakadilan. Konsep ketidakadilan, dengan sendirinya membubarkan kesepakatan umum dan juga kontrak sosial.
Konstitusi (UUD) pada hekakatnya merupakan kontrak sosial dalam kehidupan bernegara. Pasal 28 F pada prinsipnya memberikan hak pada setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Hak tersebut selain diatur dalam pasal tersebut, juga jauh sebelumnya sudah ditetapkan PBB melalui resolusi 59 ayat 1 Tahun 1946 dan Internasional Cevenant on Civil and Political Rights 1966 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB pasal 19 yang menegaskan bahwa hak atas informasi merupakan hak asasi dan hak konstitusional sehingga wajib dilindungi oleh negara.
Dunia sekarang sudah memasuki Era Informasi, dimana informasi adalah kekuasaan ("from brown to brain"). Telah terjadi suatu Powershift, kata Alvin Toffler. Era informasi ini sejalan dengan demokratisasi, pengurangan dominasi pemerintah, pemajuan civil liberties, civil society, hak asasi manusia, pemberdayaan publik dan ihwal lain yang serupa. Sejak Reformasi 1988 Indonesia mulai menuju kesitu.
Hak atas informasi tersebut meliputi:
(1). Hak publik untuk memantau atau mengamati perilaku pejabat publik dalam menjalankan fungsi publiknya (right to observe)
(2). Hak publik untuk mendapatkan/mengakses informasi (public access to information)
14
(3). Hak publik untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan kebijakan (right to participate)
(4). Kebebasan berekspresi yang salah satunya diwujudkan kebebasan pers (free and responsible pers)
(5). Hak publik untuk mengajukan keberatan apabila hak-hak di atas diabaikan (right to appeal) baik melalui administrasi maupun adjudikasi (menggunakan sarana pengadilan semu, arbitrasi maupun pengadilan.
Selain itu keterbukaan informasi memberi peluang rakyat untuk berpartisipasi dalam berbagai kebijakan publik. Rakyat yang well - informed akan menjadi kekuatan dan actor dalam proses penentuan dan pengawasan kebijakan publik. Hak itu didasarkan pada pemikiran dan Pengalaman empirik bahwa :
(1) Publik yang lebih banyak mendapat informasi dapat berpartisipasi lebih baik dalam proses demokrasi.
(2) Parlemen, pers dan publik harus dapat dengan wajar mengikuti dan meneliti tindakan- tindakan pemerintah; kerahasiaan adalah hambatan terbesar pada pertanggung jawaban pemerintah.
(3) Pegawai pemerintahan mengambil keputusan-keputusan penting yang berdampak pada kepentingan publik; dan agar bertanggung jawab pemerintah harus menyediakan informasi yang lengkap mengenai apa yang dikerjakan.
15
(4) Arus informasi yang lebih baik menghasilkan pemerintahan yang efektif dan membantu pengembangan yang lebih fleksibel.
(5) Kerjasama antara publik dan pemerintah akan semakin erat karena informasi yang semakin banyak tersedia.
Informasi dapat digambarkan sebagai oksigen dalam suatu negara demokrasi. Negara Demokrasi terkait dengan pertanggungjawaban dan tata pemerintahan yang baik. Rakyat diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan negara, oleh karena itu pemberian hak kepada rakyat atas informasi merupakan tiang penyangga yang penting bagi demokrasi.
2. Dampak Penyelenggaraan Pemerintah yang Tidak Transparan
Suatu pemerintahan atau kepemerintahan dikatakan Transparan (terbuka), apabila dalam penyelenggaraan kepemerintahannya terdapat kebebasan aliran informasi dalam berbagai proses kelembagaan sehingga mudah diakses oleh mereka yang membutuhkan. Berbagai informasi telah disediakan secara memadai dan mudah dimengerti, sehingga dapat
digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi. Kepemerintahan yang tidak transparan, cepat atau lambat cendrung akan menuju kepemerintahan yang korup, otoriter, atau diktatur.
Dalam penyelenggaraan Negara, pemerintah dituntut bersikap terbuka terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuatnya termasuk anggara yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Sehingga mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi terhadap kebijakan tersebut pemerintah dituntut bersikap terbuka dalam rangka ”akuntabilitas publik”.
16
Realitasnya kadang kebijakan yang dibuat pemerintah dalam hal pelaksanaannya kurang bersikap ransparan, sehingga berdampak pada rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap setiap kebijakan yang dibuat pemerintah. Sebagai contoh, setiap kenaikan harga BBM selalu di ikuti oleh demonstrasi “penolakan” kenaikan tersebut. Pada hal pemerintah berasumsi kenaikan BBM dapat mensubsidi sector lain untuk rakyat kecil “miskin”, seperti pemberian fasilitas kesehatan yang memadai, peningkatan sector pendidikan, dan pengadaan beras miskin (raskin). Akan tetapi karena kebijakan tersebut pengelolaannya tidka transparan bahkan sering menimbulkan kebocoran (korupsi), rakyat tidak mempercayai kebijakan serupa dikemudain hari.
Dampak yang paling besar terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan adalah korupsi. Istilah “korupsi” dapat dinyatakan sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Dalam praktiknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang ada hubungannnya dengan jabatan tanpa ada catatan admnistratif.
Menurut MTI (Masyarakat Transparansi Internasional), “korupsi merupakan perilaku pejabat, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.” Korupsi tumbuh subur terutama pada negara-negara yang menerapkan sistem politik yang cenderung tertutup, seperti absolut, diktatur, totaliter, dam otoriter. Hal ini sejalan dengan pandangan Lord Acton, bahwa “the power tends to corrupt…” (kekuasaan cenderung untuk menyimpang) dan “… absolute power corrupts absolutely” (semakin lama seseorang berkuasa, penyimpangan yang dilakukannya akan semakin menjadi-jadi). Di Indonesia, rezim pemerintahan yang paling
17
korup adalah masa Orde Baru. Berdasarkan laporan Wold Economic Forum dalam “the global competitivennennssn report 1999”, kondisi Indonesia termasuk yang terburuk diantara 59 negara yang diteliti. Bahkan pada tahun 2002, menurut laporan “political and risk consultancy (PERC) atau Lembaga Konsultasi Politik dan Risiko yang berkedudukan di Hongkong, Indonesia” berhasil mengukir prestasim sebagai negara yang paling korup di Asia. Tampaknya tidak salah lagi bahwa rezim Orde Baru yang berkuasa kurang lebih selama 32 (tiga puluh dua) tahun telah membawa Indonesia kejurang kehancuran krisis ekonomi yang berkepanjangan. Ini semua merupakan akumulasi dari pemerintahan yang dikelolah dengan tidak transparan, sehingga masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) telah meracuni semua aspek kehidupan dan mencangkup hampir semua institusi formal maupun nonformal. Mafia peradilan dan praktik politik uang merupakan contoh dari segudang bentuk praktik KKN.
1) Sebab-sebab korupsi
Mengenai sebab-sebab terjadinya korupsi, hingga sekarang ini para ahli belum dapat memberikan kepastian apa dan bagaimana korupsi itu terjadi. Tindakan korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan ada variabel lain yang ikut berperan. Penyebabnya dapat karena faktor internal si pelaku itu sendiri, maupun dari situasi
lingkungan yang “memungkinkan” bagi seseorang untuk untuk melakukannya.
2) Ciri-ciri korupsi
Penyalahgunaan wewenang dengan jalan korupsi, tampaknya tidak hanya didominasi oleh oknum aparat pemerintahan, akan tetapi institusi lain juga melakukan hal sama dengan
18
ciri-ciri sebagai berikut :
• Melibatkan lebih dari satu orang
• Pelaku tidak terbatas pada oknum pegawai pemerintahan, tetapi juga pegawai swasta
• Sering digunakan bahasa “sumir” untuk menerima uang sogok, yaitu: uang kopi, uang rokok, uang semir, uang pelancar, salam tempel, uang pelancar baik dalam bentuk uang tunai, benda tertentu atau wanita
• Umumnya bersifat rahasia, kecuali jika sudah membudaya
• Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik yang selalu tidak berupa uang
• Mengandung unsur penipuan yang biasanya ada pada bahan publik atau masyarakat umum.
3) Akibat tindak korupsi
Siapapun pelakunya, sekecil apapun perbuatan tindak korupsi akan mendatangkan kerugian pada pihak lain. Beberapa akibat yang ditimbulkan dari tindakan korupsi yang pada umumnya tampak di permukaan adalah sebagai berikut :
• Mendelegetimasi proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politi melalui politik uang
• Mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik, membuat tiadanya akuntabilitas publik dan manafikan the rule of law. Hukum dan birokrasi hanya melayani kekuasaan dan pemilik modal
• Meniadaklan sistem promosi (riward and punishment), karena lebihy dominan hubungan patronklien dan nepotisme
19
• Proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga mangganggu pembangunan yang berkelanjutan
• Jatuh atau rusaknya tatanan ekonomi karena produk yang dijual tidak kompetitif dan terjadi penumnpukan beban utang luar negeri
• Semua urusan dapat diatur sehingga tatanan/ aturan dapat dibeli dengan sejumlah uang sesuai kesepakatan
• Lahirnya kelompok-kelompok pertemanan atau “koncoisme” yang lebih didasarkan kepada kepentingan pragmatisme uang.
Upaya menghindari penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan sehingga melahirkan “budaya” korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dapat dilakukan, anatara lain melalui jalur-jalur sebagai berikut.
1) Formal pemerintah/ kekuasaan
a. Pemerintah dan pejabat publik perlu pengawasan melekat (waskat) dari aparat berwenang,
DPR, dan masyarakat luas sehingga yang terbukti bersalah diberikan sanksi yang tegas tanpa diskriminasi
b. Mengefektifkan peran dan fingsi aparat penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, para hakim, serta komisi pemberantas korupsi
c. Membekalan secara intensif dan sistematis terhadap aparatur pemerintah dan pejabat publik dalam hal nilai-nilai agama dan sosial budaya
d. Menegakkan supermasi hukum dan perundang-undangan secara konsisten dan bertanggung jawab serta menjamin dan menghormati hak asasi manusia
e. Mengatur peralihan kekuasaan secara tertib, damai dan demokrastis sesuai dengan hukum dan perundang-undangan
20
f. Menata kehidupan politik agar distribusi kekuasaan dalam berbagai tingakat struktur politik dan hubungan kekuasaan dapat berlangsung dengan seimbang
g. Meningkatkan integritas, profesionalisme, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan negara serta memberdayakan masyarakat untuk melakukan kontrol sosial secara konstruktif dan efektif
2) Organisasi non-pemnerintah dan media massa
a. Keterlibatab lemnbaga swadaya masyarakat (LSM) atau NGO (non-Government Organization) dalam mengawasi setiap kebijakan publik yang dibuat pemerintahan seperti
ICW, MTI, GOWA dan sebagainya
b. Adanya kontrol sosial untuk perbaikan komunikasi yang berimbang antara pemerintah dan rakyat melalui berbagai media massa elektronik maupun cetak
3) Pendidikan dan Masyarakat
a. Memperkenalkan sejak dini melalui pembelajaran di sekolah tentang pentingnya pemerintah yang transparan melalui mata pelajaran Kewarganegaraan
b. Menjadikan pancasila sebagai dasar negara yang mampu membuka wacana dan dialog interaktif di dalam masyarakat sehingga dapat menjawab tantangan yang dihadapi sesui dengan visi Indonesia masa depan
c. Meningkatkan kekurangan sosial anatara pemeluk agama, suku, dan kelompok- kelompok masyarakat lainnya melalui dialog dan kerja sama dengan prinsip kebersamaan, kesetaraan, toleransi, dan saling menghormati
d. Memberdayakan masyarakat melalui perbaikan sistem politik yang demokratis sehingga dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas, bertanggung jawab, menjadi panutan masyarakat, dan mampu mempersatukan bangsa dan negara.
21
C. Sikap Keterbukaan dan Keadilan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Dalam rangka peningkatan sikap keterbukaan dan jaminan keadilan sebagai warga masyarakat sekaligus warga negara perlu dikembangkan perilaku positif, antara lain sebagai berikut.
1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
4. Menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama
Selain perilaku tersebut, dalam rangka jaminan keadilan perlu ditimbulkan hal-hal berikut.
1. Kesadaran tentang adanya hak yang sama bagi setiap warga negara Indonesia
2. Kesadaran tentang adanya kewajiban yang sama bagi setiap warga negara Indonesia
3. Kesadaran tentang hak dan kewajiban untuk menciptakan dan tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran yang merata.
Peran warga negara dalam upaya untuk meningkatkan sikap keterbukaan dan jaminan keadilan dapat dilakukan melalui partisipasi seluruh komponen masyarakat dibutuhkan dalam rangka menumbuhkan sikap keterbukaan, penegakan supermasi hukum serta jaminan dan penghormatan hak asasi manusia.
22
Dewasa ini semua komponen masyarakat dan aparatur negara sudah seharusnya mau bekerja sama sebagai mitra kerja untuk kepentingan kemajuan dan kesejahteraan rakyat banyak. Sikap terbuka dan jaminan keadilan merupakan prasyarat menuju terbentuknya clean governance (pemerintahan yang bersih). Oleh karena itu, diperlakukan partisipasi konstruktif dari seluruh komponen warga masyarakat untuk saling introspeksi dan koreksi guna mewujudkan hasil kinerja yang optimal dan terhindar dari berbagai kebocoran yang hanya akan memperkaya segelintir orang. Bentuk partisipasi warga negara tersebut antara lain dapat dilakukan sebagai berikut.
1. Pengawasan terhadap Aparatur Negara
Pengawasan terhadap aparatur negara dari berbagai elemen masyarakat dan institusi pemerintah dilakukan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan, dan kegagalan dalam pencapaian tujuan.
Sasaran pengawasan adalah mewujudkan dan meningkatkan efisiensi, efektivitas, rasionalitas, dan ketertiban dalam pencapaian tujuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi. Oleh karena itu, hasil pengawasan harus dijadikan masukan oleh pimpinan dalam pengambilan keputusan dalam menghentikan, mencegah, dan mencari agar kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidaktertiban tidak terjadi. Secara umum pengawasan terhadap aparatur negara dimaksudkan:
1. Agar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dilakukan secara tertib berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berdasarkan sendi-sendi kewajaran penyelenggaraan pemerintahan agar tercapai daya guna, hasil guna, dan tepat guna yang sebaik-baiknya.
23
2. Agar pelaksanaan pembangunan dilakukan sesuai dengan rencana dan program pemerintah serta peraturan perundangan yang berlaku sehingga tercapai sasaran yang ditetapkan.
3. Agar hasil-hasil pembangunan dapat menjadi umpan balik berupa pendapat, kesimpulan, dan saran terhadap kebijakan, perencanaan, pembinaan, dan pembangunan.
4. Agar sejauh mungkin mencegah terjadinya pemborosan, kebocoran, dan penyimpangan dalam penggunaan wewenang, tenaga, uang, dan pelengkapan milik negara. Dengan demikian, akan terbina aparatur yang tertib, bersih, berwibawa, berhasil guna, dan berdaya guna.
2. Peran Masyarakat dalam Upaya Memberantas Korupsi
Korupsi merupakan penyakit masyarakat yang sulit diberantas karena korupsi terkesan telah membudaya dan dilakukan secara sistematis. Mulai dari korupsi yang dilakukan pejabat negara hingga korupsi yang dilakukan pejabat biasa. Misalnya korupsi waktu, biaya pembuatan KTP, dan pengurusan administrasi tanah.
Untuk meminilisasi terjadinya korupsi dibutuhkan peran aktif mesyarakat, di antaranya sebagai berikut.
1. Berusaha memahami berbagai aturan yang diterapkan pemerintah pada instansi-instansi tertentu.
2. Mau mengikuti prosedur dan mekanisme sesuai dengan aturan yang berlaku dalam mengurus suatu keentingan di instansi tertentu.
3. Jika terdapat kejanggalan dalam penerapan aturan, tanyakan dengan baik dan sopan kepada pejabat atau instansi yang berwenang untuk konfirmasi.
24
4. Bersedia melaporkan atau menginformasikan pelaku korupsi kepada lembaga berwenang, seperti kejaksaan, kepolisian, dan Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disertai dengan bukti-bukti awal yang memadai (tidak fitnah).
5. Mau menjadi bagian anggota masyarakat yang member contoh dan keteladanan dalam menolak berbagai pendirian yang tidak semestinya.
6. Melakukan kampanye preventif (pencegahan) sedini mungkin melalui jalur-jalur pendidikan formal maupun nonformal dengan melaksanakan program seperti pelajar BTP (Bersih, Transparan, Profesional) dan mengadakan lomba poster menolak suap/korupsi dengan segala bentuknya.
25
BAB IV
PENUTUP
Dengan dibuatnya makalah tentang Transparansi Pemerintahan ini, saya menyimpulkan bahwa:
a. Prinsip keterbukaan menghendaki agar penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan secara terbuka atau transparan.
b. Dalam teori demokrasi, pemerintahan yang terbuka itu bersifat esensial.
c. Prinsip mengenai pemerintahan yang terbuka tidak berarti bahwa semua informasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan boleh diakses oleh publik tanpa batas.
d. Pemerintahan yang baik dan demokratis haruslah diselenggarakan secara terbuka.
26
DAFTAR PUSTAKA
Suparyanto,Yudi dan Amin Suprihatini. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA/MA. Yogyakarta: PT INTAN PARIWARA
Suteng, Bambang. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas XI. Jakarta: ERLANGGA
http://hidayatno.wordpress.com/2008/03/02/membumikan-konsep-transparansi-di-pemerintahan/
http://kingroodee.blogspot.com/2008/02/pentingnya-transparansi.html
http://72.14.235.132/search?q=cache:GViF…
http://www.google.com/search?client=oper…
http://72.14.235.132/search?q=cache:kx2k…
http://www.google.com/search?hl=en&clien…
27
BAB IV
TRANSPARANSI PEMERINTAHAN
DISUSUN OLEH:
Nama : Pristiyana Yopi Irawati
NIS : 09925
Kelas : XI IPA 2
SMA NEGERI 3 BONTANG
Jalan Arif Rahman Hakim KM 03 Kelurahan Belimbing
Kecamatan Bontang Barat
TAHUN AJARAN 2009/2010
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dan puji syukur kehadirat Allah SWT saya ucapkan atas terselesainya Tugas Pendidikan Kewarganegaraan yang diberikan Bpk. Wahyudin dengan membuat makalah yang berisikan tentang Transparansi Pemerintahan ini. Tanpa ridla dan kasih sayang serta petunjuk dari-Nya mustahil makalah ini dapat dirampungkan.
Makalah ini disusun sebagai pengganti dan penambah nilai Pendidikan Kewarganegaraan yang belum sempat dibahas. Makalah ini dapat membantu dan membimbing kita menjadi seorang warga negara yang mengetahui kewajiban yang harus ditunaikan, hak yang kamu miliki, dan peran yang harus kamu laksanakan. Selain itu, makalah ini juga mengantarkan kamu menyelami realitas kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Besar harapan saya makalah ini dapat menambah Ilmu Pengetahuan kita. Saya juga berharap dalam pembuatan makalah ini dapat digunakan oleh semua kalangan dan dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Akhirnya, sesuai pepatah “Tiada Gading Yang Tak Retak” saya mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan makalah ini, khususnya dari teman, Bapak/Ibu guru Pendidikan Kewarganegaraan. Karena makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kebenaran dan kesempurnaan hanya Allah lah yang Punya dan Maha Kuasa. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang sudah membantu merampungkan makalah ini.
Bontang, 6 Desember 2010
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….....i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..........................1
BAB II PERMASALAHAN…………………………………………………………………..3
BAB III PENYELESAIAN MASALAH……………………………………………………...4
BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………………..26
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………...27
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Forum Warga Kaliwiru menuntut agar pemkot dan Walikota Semarang bersikap terbuka dalam kebijakan tukar guling (ruislag) sebuah lapangan golf. Begitulah isi berita yg di muat dalam Kompas Online, 8 Mei 2003. Kutipan berita itu demikian:
“Warga, karyawan, dan para caddy yg bergabung dalam Forum Warga Kaliwiru (FWK),yg slama ini dikenal sebagai penyelamat lapangan golf Semarang Golf Club (SGC) di Kelurahan Kaliwiru, Kecematan Candisari, Kota Semarang, menuntut keterbukaan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang dan Wali Kota. Warga berpendapat, tukar guling lapangan golf SGC harus di dasarkan tujuan yang jelas dan dasar hukum yang kuat atas kepemilikan lahan lapangan golf itu oleh Pemkot Semarang. Warga yakin, lapangan golf itu tanah milik negara dan pemkot hanya sebatas pengelola lapangan sejak penyerahan Belanda ke Republik Indonesia pada tahun 19930 an…
Ketua FWK Ari Yudhianto mengemukakan, sejak isu ruislag di gulirkan awal Oktober 2002, pemkot belum pernah secara gambling menjelaskan latar belakang upaya ruislag itu…. “Warga Kaliwiru di buat bingung. Dalam posisi demikian, Pemkot Semarang maupun Wali Kota Semarang langsung menyetujui tukar guling itu dengan dalih kawasan Kaliwiru adalah peruntukan perumahan dan Kota Semarang membutuhkan lapangan golf berskala internasional, “Katanya.
1
Dengan demikian, pemkot tidak transparan. Mengalihkan peruntukan lahan tidak cukup bermodal boleh tidaknya kawasan jadi lahan permukiman. Tetapi yang perlu, pemkot punya dasar hukum yang jelas atas penguasaan lahan SGC tersebut.”
Kutipan berita tersebut menunjukan bahwa masyarakat yang tergabung dalam FWK menghendaki agar penyelenggaraan pemerintahan Kota Semarang di lakukan secara transparan atau terbuka, khususnya dalam proses tukar guling lapangan golf Semarang Golf Club (SGC) di Kelurahan Kaliwiru, Kecamatan Candisari, Kota Semarang. Hal itu mereka perlukan untuk memperoleh jaminan keadilan dalam proses tukar guling tersebut.
2
BAB II
PERMASALAHAN
Makalah tentang transparansi pemerintahan ini membahas tentang:
1. Pengertian Transparansi dan Pemerintahan
1.1 Istilah Transparansi dan Pemerintahan
1.2Karakteristik Pemerintahan
1.3 Aktor dalam Pemerintahan
1.4 Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
3 Dampak Pemerintahan yang Tidak Transparan
2.1 Penyelenggaraan Pemerintahan yang Tidak Transparan
2.2 Dampak Penyelenggaraan Pemerintah yang Tidak Transparan
4 Sikap Keterbukaan dan Keadilan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
3
BAB III
PENYELESAIAN MASALAH
A. Pengertian Transparansi dan Pemerintahan
1. Istilah Transparansi dan pemerintahan
Kecenderungan praktik pemerintahan pada akhir milenium kedua menunjukkan kuatnya semangat untuk menjalankan pemerintahan yang baik (good governance). Kecenderungan ini karna semakin derasnya dorongan nilai universal yang menyangkut demokrasi, transparansi, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia termasuk hak memperoleh informasi yang benar. Praktik pemerintahan yang baik mensyaratkan bahwa pengelolaan dan keputusan manajemen publik harus di lakukan secara terbuka dengan ruang partisipasi sebesar-besarnya bagi masyarakat yang terkena dampaknya. Konsekuensi dari tranparansi pemerintahan adalah terjaminya akses masyarakat dalam berpartisipasi, utamanya dalam proses pengambilan keputusan.
Transparansi adalah suatu proses keterbukaan dari para pengelola manajemen, utamanya manajemen publik, untuk membangun akses dalam proses pengelolaannya sehingga arus informasi keluar dan masuk secara berimbang. Jadi, dalam proses transparansi informasi tidak hanya diberikan oleh pengelola manajemen publik tetapi masyarakat memiliki hak untuk memperoleh informasi yang menyangkut kepentingan publik. Kesadaran ini akan mengubah cara pandang manajemen publik pada masa mendatang. Masyarakat tidak lagi pasif menunggu informasi dari pemerintah atau dinas-dinas penerangan pemerintah,
4
tetapi mereka berhak mengetahui segala sesuatu yang menyangkut keputusan dan kepentingan publik. Hal yang utama dalam asas transparansi adalah keputusan yang mengikat publik harus dapat diterima oleh nalar publik dan tidak ada alasan yang sumir dan tertutup untuk diperdebatkan.
Istilah pemerintah (government) dapat dibedakan dengan pemerintahan (governance). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pemerintah berarti lembaga atau orang yang bertugas mengatur dan memajukan negara dengan rakyatnya. Adapun pemerintahan adalah hal cara, hasil kerja memerintah, mengatur negara dengan rakyatnya. Pemerintah dalam arti organ merupakan alat kelengkapan pemerintahan yang melaksanakan fungsi negara. Dalam arti organ, pemerintah dapat dibedakan dalam arti luas dan arti sempit.
Pemerintah dalam arti luas adalah suatu pemerintah yang berdaulat sebagai gabungan semua badan atau lembaga kenegaraan yang berkuasa dan memerintah di wilayah suatu negara meliputi badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Adapun pemerintah dalam arti sempit adalah suatu pemerintah yang berdaulat sebagai badan atau lembaga yang mempunyai wewenang melaksanakan kebijakan negara (eksekutif) yang terdiri atas presiden, wakil presiden, dan para menteri (kabinet).
2. Karakteristik Pemerintahan
Dalam masyarakat modern dewasa ini, pola pemerintah yang dapat dikembangkan sesuai dengan karakteristiknya masing-masing sebagai berikut.
a. Kompleksitas, dalam menghadapi kondisi yang kompleks, pola penyelenggaraan pemerintahan perlu ditekankan pada fungsi koordinasi dan komposisi.
5
b. Dinamika, dalam hal ini pola pemerintahan yang dapat dikembangkan adalah
pengaturan atau pengendalian (steering) dan kolaborasi (pola interaksi saling
mengendalikan di antara berbagai aktor yang terlibat dan/atau kepentingan dalam bidang tertentu).
c. Keanekaragaman, masyarakat dengan berbagai kepentingan yang beragam dapat diatasi dengan pola penyelenggaraan pemerintahan yang menekankan pengaturan dan integrasi atau keterpaduan.
Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan (governing) dapat dipandang sebagai intervensi pelaku politik dan sosial yang berorientasi hasil, yang diarahkan untuk menciptakan pola interaksi yang stabil atau dapat diprediksikan dalam suatu sistem (social polity), sesuai dengan harapan ataupun tujuan dari pelaku intervensi tersebut.
3. Aktor dalam Pemerintahan
Dalam penyelenggaraan pemerintahan di suatu negara, terdapat tiga komponen besar yang harus diperhatikan karena peran dan fungsinya yang sangat berpengaruh dalam menentukan maju mundurnya pengelolaan negara seperti berikut.
a. Negara dan Pemerintahan
Negara dan pemerintahan merupakan keseluruhan lembaga politik dan sektor publik. Peran dan tanggung jawabnya adalah di bidang hukum, pelayanan publik, desentralisasi, transparansi umum, dan pemberdayaan masyarakat, penciptaan pasar yang kompetitif, membangun lingkungan yang kondusif bagi terciptanya tujuan pembangunan baik pada level lokal, nasional, maupun internasional.
6
b. Sektor Swasta
Sektor swasta yaitu perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi sistem pasar, seperti industri, perdagangan, perbankan, dan koperasi sektor informal. Peranannya adalah meningkatkan produktivitas, menyerap tenaga kerja, mengembangkan sumber penerimaan negara, investasi, pengembangan dunia usaha, dan pertumbuhan ekonomi nasional.
c. Masyarakat Madani
Kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi. Dalam konteks kenegaraan, masyarakat merupakan subjek pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi. masyarakat harus diberdayakan agar berperan aktif dalam mendukung terwujudnya pemerintahan yang baik.
4. Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
a. Pengertian
Terminologi “good” dalam istilah good governance mengandung dua pengertian. Pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional), kemandirian, pembangunan berkelanjutan, dan keadilan sosial. Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut, pemerintahan yang baik berorientasi pada dua hal sebagai berikut.
7
1. Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional, yaitu mengacu pada demokratisasi dengan unsur legitimasi, pertanggungjawaban, otonomi, dan pendelegasian wewenang kekuasaan kepada daerah serta adanya mekanisme kontrol oleh masyarakat.
2. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien melakukan upaya pencapaian tujuan nasional. Hal ini tergantung pada sejauh mana pemerintah memiliki kompetensi, struktur, dan mekanisme politik serta administratif yang berfungsi secara efektif dan efisien.
b. Aspek-Aspek Good Governance
Dari sisi pemerintah (government), good governance dapat dilihat melalui aspek-aspek sebagai berikut.
1. Hukum/kebijakan, merupakan aspek yang ditunjukkan pada perlindungan kebebasan.
2. Administrative competence and transparency, yaitu kemampuan membuat perencanaan dan melakukan implementasi secara efisien, kemampuan melakukan penyederhanaan organisasi, penciptaan disiplin, dan model administratif keterbukaan informasi.
3. Desentralisasi, yaitu desentralisasi regional dan dekonsentrasi di dalam departemen.
4. Penciptaan pasar yang kompetitif, yaitu penyempurnaan mekanisme pasar, peningkatan peran pengusaha kecil, dan segmen lain dalam sektor swasta, deregulasi, dan kemampuan pemerintahan melakukan kontrol terhadap makro ekonomi.
c. Prinsip-Prinsip Good Governance
Kendati diawali oleh tawaran badan-badan internasional, cita good governance kini sudah menjadi masalah serius dalam wacana pengembangan paradigma birokrasi dan pembangunan
8
ke depan. Dari berbagai hasil kajiannya, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menyimpulkan sembilan aspek fundamental dalam perwujudan good governance sebagai berikut.
1. Partisipasi (Participation)
2. Penegakan hukum (Rule of Law)
3. Transparansi (Transparency)
4. Responsif (Responsiveness)
5. Orientasi kesepakatan (Consensus Orientation)
6. Keadilan (Equity)
7. Efektivitas (Effectiveness) dan efesiensi (Efficiency)
8. Akuntabilitas (Accountability)
9. Visi strategi (Strategic Vision)
Untuk mewujudkan cita good governance dengan asas-asas fundamental sebagaimana telah dipaparkan di atas, setidaknya harus melakukan lima aspek prioritas sebagai berikut.
1. Penguatan Fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan
2. Kemandirian Lembaga Peradilan
3. Aparatur Pemerintah yang Profesional dan Penuh Integritas
4. Masyarakat Madani (Civil Society) yang Kuat dan Partisipatif
5. Penguatan Upaya Otonomi Daerah
Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia pascagerakan reformasi nasional, prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik tertera dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
9
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Dalam pasal 3 dan penjelasannya ditetapkan asas umum pemerintahan yang mencakup hal-hal berikut.
1. Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.
2. Asas tertib penyelenggaran negara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara.
3. Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, ekomodatif, dan selektif.
4. Asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memerhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
5. Asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.
6. Asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
10
B. Dampak Pemerintahan yang Tidak Transparan
1. Penyelenggaraan Pemerintah yang Tidak Transparan
Informasi merupakan salah satu bagian yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di dunia saat ini, terlebih jika kita tinggal dalam suatu negara demokrasi yang mengenal adanya pengakuan terhadap kebebasan dalam memperoleh informasi bagi rakyatnya. Tertutupnya kebebasan dalam memperoleh informasi dapat berdampak pada banyak hal seperti rendahnya tingkat pengetahuan dan wawasan warga negara yang pada akhirnya juga berdampak pada rendahnya kualitas hidup suatu bangsa. Sementara itu dari segi penyelenggaraan pemerintahan, tidak adanya informasi yang dapat diakses oleh publik dapat berakibat pada lahirnya pemerintahan yang otoriter dan tidak demokratis.
Pada dasarnya, pemerintahan di negara-negara demokrasi telah menyadari bahwa terciptanya keterbukaan dalam memperoleh informasi bagi publik dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan hukum di negaranya. Keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan juga merupakan salah satu wujud komitmen pemerintah dalam melaksanakan prinsip-prinsip good governance dan demokratisasi pemerintahan, di mana salah satu butir di antara butir-butir good governance adalah adanya keterbukaan pemerintah (transparency) kepada masyarakat.
Keterbukaan akses informasi bagi publik di sisi lain juga dapat menjadi salah satu alat penunjang kontrol masyarakat atas kinerja pemerintah ataupun unit-unit kerjanya. Dalam konteks bidang keamanan dan pertahanan, setiap negara demokrasi juga membuka ruang-ruang tersedianya informasi yang dapat diakses masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar hak-hak warga negara tetap terjaga dan tidak terenggut. Di samping itu, adanya keterbukaan
11
memperoleh informasi juga dapat menjadikan aktor pertahanan menjadi lebih professional selalu bertindak dengan berdasarkan hukum.
Sebagai sebuah negara yang demokratis, Indonesia juga tentunya harus tetap memandang bahwa kebebasan memperoleh informasi bagi publik merupakan suatu hal yang pada dasarnya harus tetap dijaga. Adapun terkait beberapa hal yang sifatnya "rahasia" di mana di dalamnya terdapat hal-hal yang sensitif terutama menyangkut persoalan kedaulatan negara haruslah dapat didefinisikan dengan jelas dan tetap mengacu pada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
Selama masa pemerintahan Orde Baru, keterbukaan untuk memperoleh informasi sangat dibatasi pemerintah. Bahkan, beberapa media yang sangat kritis dan lugas dalam menyajikan informasi dengan sangat mudah dibekukan pemerintah. Dengan alasan kerahasiaan, pemerintah Orde Baru banyak mengotrol berbagai informasi yang akan keluar dan diterima masyarakat sehingga sangat wajar apabila informasi yang akan disajikan media harus melewati pengawasan yang ketat. Hal ini tentunya dimaksudkan agar tidak terjadi gejolak perlawanan di dalam masyarakat.
Tertutupnya pintu untuk memperoleh informasi juga sangat berdampak negatif pada lemahnya jaminan kepastian hukum dan perlindungan HAM bagi masyarakat, pemerintahan pun pada akhirnya menjadi pemerintahan yang otoriter sehingga sangat wajar apabila berbagai kalangan berpendapat bahwa pada masa Orde Baru banyak sekali terjadi kasus penculikan aktivis yang sangat vokal mengkritisi kebijakan pemerintah. Dengan mengatasnamakan keamanan dan rahasia negara, pemerintah Orde Baru juga telah menafsirkan sifat kerahasiaan negara demi kepentingan dan keberlangsungan kekuasaannya
12
sehingga mengakibatkan banyak pihak yang menjadi khawatir dengan setiap tindakan dan ucapan mereka karena selalu diintai.
Sifat rahasia negara yang ditafsirkan dan diimplementasikan oleh pemerintahan Orde Baru untuk menghalang-halangi kebebasan memperoleh informasi, pada dasarnya juga menyeret aktor pertahanan dan keamanan pada posisi yang tidak profesional sehingga ketika kita berbicara mengenai rahasia negara dan kebebasan memperoleh informasi, pada saat ini, tidak akan terlepas pula dari proses reformasi di bidang pertahanan dan keamanan.
Jatuhnya tampuk kekuasaan Orde Baru telah membuka harapan bagi kehidupan bernegara yang lebih demokratis, dan keterbukaan pemerintah terhadap masyarakat menjadi salah satu tuntutan dalam agenda perjuangan reformasi. Keterbukaan pemerintah kepada masyarakat merupakan suatu hal yang memang sudah selayaknya dilakukan sejak dahulu sebab Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi, sebuah negara demokrasi yang lahir dari kedaulatan rakyat sehingga kedaulatan sepenuhnya berada di tangan rakyat. Oleh karena itu, pemerintah wajib bersikap transparan kepada rakyatnya.
Negara Indonesia yang ingin mensejahterakan seluruh rakyat perlu mengimplementasikan formulasi pembentukan negara dalam kosepnya yang terkenal Kontrak Sosial (Du Contract social ou principes du droit politique) yang dibuat pada tahun 1762 oleh Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Rousseau melihat hubungan individu dengan negara haruslah didasari pada sebuah kesepakatan untuk bernegara sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan bersama. Kesepakatan yang penting harus dipenuhi adalah tentang hak dan kewajiban.
Dalam uraiannya, Rousseau menekankan pentingnya istilah volente generale (kehendak umum) yang merupakan cikal bakal lahirmya masyarakat sipil. Sebuah negara haruslah
13
didasarkan pada kesepakatan umum yang jika dilanggar akan mengakibatkan ketidakadilan. Konsep ketidakadilan, dengan sendirinya membubarkan kesepakatan umum dan juga kontrak sosial.
Konstitusi (UUD) pada hekakatnya merupakan kontrak sosial dalam kehidupan bernegara. Pasal 28 F pada prinsipnya memberikan hak pada setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Hak tersebut selain diatur dalam pasal tersebut, juga jauh sebelumnya sudah ditetapkan PBB melalui resolusi 59 ayat 1 Tahun 1946 dan Internasional Cevenant on Civil and Political Rights 1966 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB pasal 19 yang menegaskan bahwa hak atas informasi merupakan hak asasi dan hak konstitusional sehingga wajib dilindungi oleh negara.
Dunia sekarang sudah memasuki Era Informasi, dimana informasi adalah kekuasaan ("from brown to brain"). Telah terjadi suatu Powershift, kata Alvin Toffler. Era informasi ini sejalan dengan demokratisasi, pengurangan dominasi pemerintah, pemajuan civil liberties, civil society, hak asasi manusia, pemberdayaan publik dan ihwal lain yang serupa. Sejak Reformasi 1988 Indonesia mulai menuju kesitu.
Hak atas informasi tersebut meliputi:
(1). Hak publik untuk memantau atau mengamati perilaku pejabat publik dalam menjalankan fungsi publiknya (right to observe)
(2). Hak publik untuk mendapatkan/mengakses informasi (public access to information)
14
(3). Hak publik untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan kebijakan (right to participate)
(4). Kebebasan berekspresi yang salah satunya diwujudkan kebebasan pers (free and responsible pers)
(5). Hak publik untuk mengajukan keberatan apabila hak-hak di atas diabaikan (right to appeal) baik melalui administrasi maupun adjudikasi (menggunakan sarana pengadilan semu, arbitrasi maupun pengadilan.
Selain itu keterbukaan informasi memberi peluang rakyat untuk berpartisipasi dalam berbagai kebijakan publik. Rakyat yang well - informed akan menjadi kekuatan dan actor dalam proses penentuan dan pengawasan kebijakan publik. Hak itu didasarkan pada pemikiran dan Pengalaman empirik bahwa :
(1) Publik yang lebih banyak mendapat informasi dapat berpartisipasi lebih baik dalam proses demokrasi.
(2) Parlemen, pers dan publik harus dapat dengan wajar mengikuti dan meneliti tindakan- tindakan pemerintah; kerahasiaan adalah hambatan terbesar pada pertanggung jawaban pemerintah.
(3) Pegawai pemerintahan mengambil keputusan-keputusan penting yang berdampak pada kepentingan publik; dan agar bertanggung jawab pemerintah harus menyediakan informasi yang lengkap mengenai apa yang dikerjakan.
15
(4) Arus informasi yang lebih baik menghasilkan pemerintahan yang efektif dan membantu pengembangan yang lebih fleksibel.
(5) Kerjasama antara publik dan pemerintah akan semakin erat karena informasi yang semakin banyak tersedia.
Informasi dapat digambarkan sebagai oksigen dalam suatu negara demokrasi. Negara Demokrasi terkait dengan pertanggungjawaban dan tata pemerintahan yang baik. Rakyat diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan negara, oleh karena itu pemberian hak kepada rakyat atas informasi merupakan tiang penyangga yang penting bagi demokrasi.
2. Dampak Penyelenggaraan Pemerintah yang Tidak Transparan
Suatu pemerintahan atau kepemerintahan dikatakan Transparan (terbuka), apabila dalam penyelenggaraan kepemerintahannya terdapat kebebasan aliran informasi dalam berbagai proses kelembagaan sehingga mudah diakses oleh mereka yang membutuhkan. Berbagai informasi telah disediakan secara memadai dan mudah dimengerti, sehingga dapat
digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi. Kepemerintahan yang tidak transparan, cepat atau lambat cendrung akan menuju kepemerintahan yang korup, otoriter, atau diktatur.
Dalam penyelenggaraan Negara, pemerintah dituntut bersikap terbuka terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuatnya termasuk anggara yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Sehingga mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi terhadap kebijakan tersebut pemerintah dituntut bersikap terbuka dalam rangka ”akuntabilitas publik”.
16
Realitasnya kadang kebijakan yang dibuat pemerintah dalam hal pelaksanaannya kurang bersikap ransparan, sehingga berdampak pada rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap setiap kebijakan yang dibuat pemerintah. Sebagai contoh, setiap kenaikan harga BBM selalu di ikuti oleh demonstrasi “penolakan” kenaikan tersebut. Pada hal pemerintah berasumsi kenaikan BBM dapat mensubsidi sector lain untuk rakyat kecil “miskin”, seperti pemberian fasilitas kesehatan yang memadai, peningkatan sector pendidikan, dan pengadaan beras miskin (raskin). Akan tetapi karena kebijakan tersebut pengelolaannya tidka transparan bahkan sering menimbulkan kebocoran (korupsi), rakyat tidak mempercayai kebijakan serupa dikemudain hari.
Dampak yang paling besar terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan adalah korupsi. Istilah “korupsi” dapat dinyatakan sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Dalam praktiknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang ada hubungannnya dengan jabatan tanpa ada catatan admnistratif.
Menurut MTI (Masyarakat Transparansi Internasional), “korupsi merupakan perilaku pejabat, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.” Korupsi tumbuh subur terutama pada negara-negara yang menerapkan sistem politik yang cenderung tertutup, seperti absolut, diktatur, totaliter, dam otoriter. Hal ini sejalan dengan pandangan Lord Acton, bahwa “the power tends to corrupt…” (kekuasaan cenderung untuk menyimpang) dan “… absolute power corrupts absolutely” (semakin lama seseorang berkuasa, penyimpangan yang dilakukannya akan semakin menjadi-jadi). Di Indonesia, rezim pemerintahan yang paling
17
korup adalah masa Orde Baru. Berdasarkan laporan Wold Economic Forum dalam “the global competitivennennssn report 1999”, kondisi Indonesia termasuk yang terburuk diantara 59 negara yang diteliti. Bahkan pada tahun 2002, menurut laporan “political and risk consultancy (PERC) atau Lembaga Konsultasi Politik dan Risiko yang berkedudukan di Hongkong, Indonesia” berhasil mengukir prestasim sebagai negara yang paling korup di Asia. Tampaknya tidak salah lagi bahwa rezim Orde Baru yang berkuasa kurang lebih selama 32 (tiga puluh dua) tahun telah membawa Indonesia kejurang kehancuran krisis ekonomi yang berkepanjangan. Ini semua merupakan akumulasi dari pemerintahan yang dikelolah dengan tidak transparan, sehingga masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) telah meracuni semua aspek kehidupan dan mencangkup hampir semua institusi formal maupun nonformal. Mafia peradilan dan praktik politik uang merupakan contoh dari segudang bentuk praktik KKN.
1) Sebab-sebab korupsi
Mengenai sebab-sebab terjadinya korupsi, hingga sekarang ini para ahli belum dapat memberikan kepastian apa dan bagaimana korupsi itu terjadi. Tindakan korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan ada variabel lain yang ikut berperan. Penyebabnya dapat karena faktor internal si pelaku itu sendiri, maupun dari situasi
lingkungan yang “memungkinkan” bagi seseorang untuk untuk melakukannya.
2) Ciri-ciri korupsi
Penyalahgunaan wewenang dengan jalan korupsi, tampaknya tidak hanya didominasi oleh oknum aparat pemerintahan, akan tetapi institusi lain juga melakukan hal sama dengan
18
ciri-ciri sebagai berikut :
• Melibatkan lebih dari satu orang
• Pelaku tidak terbatas pada oknum pegawai pemerintahan, tetapi juga pegawai swasta
• Sering digunakan bahasa “sumir” untuk menerima uang sogok, yaitu: uang kopi, uang rokok, uang semir, uang pelancar, salam tempel, uang pelancar baik dalam bentuk uang tunai, benda tertentu atau wanita
• Umumnya bersifat rahasia, kecuali jika sudah membudaya
• Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik yang selalu tidak berupa uang
• Mengandung unsur penipuan yang biasanya ada pada bahan publik atau masyarakat umum.
3) Akibat tindak korupsi
Siapapun pelakunya, sekecil apapun perbuatan tindak korupsi akan mendatangkan kerugian pada pihak lain. Beberapa akibat yang ditimbulkan dari tindakan korupsi yang pada umumnya tampak di permukaan adalah sebagai berikut :
• Mendelegetimasi proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politi melalui politik uang
• Mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik, membuat tiadanya akuntabilitas publik dan manafikan the rule of law. Hukum dan birokrasi hanya melayani kekuasaan dan pemilik modal
• Meniadaklan sistem promosi (riward and punishment), karena lebihy dominan hubungan patronklien dan nepotisme
19
• Proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga mangganggu pembangunan yang berkelanjutan
• Jatuh atau rusaknya tatanan ekonomi karena produk yang dijual tidak kompetitif dan terjadi penumnpukan beban utang luar negeri
• Semua urusan dapat diatur sehingga tatanan/ aturan dapat dibeli dengan sejumlah uang sesuai kesepakatan
• Lahirnya kelompok-kelompok pertemanan atau “koncoisme” yang lebih didasarkan kepada kepentingan pragmatisme uang.
Upaya menghindari penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan sehingga melahirkan “budaya” korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dapat dilakukan, anatara lain melalui jalur-jalur sebagai berikut.
1) Formal pemerintah/ kekuasaan
a. Pemerintah dan pejabat publik perlu pengawasan melekat (waskat) dari aparat berwenang,
DPR, dan masyarakat luas sehingga yang terbukti bersalah diberikan sanksi yang tegas tanpa diskriminasi
b. Mengefektifkan peran dan fingsi aparat penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, para hakim, serta komisi pemberantas korupsi
c. Membekalan secara intensif dan sistematis terhadap aparatur pemerintah dan pejabat publik dalam hal nilai-nilai agama dan sosial budaya
d. Menegakkan supermasi hukum dan perundang-undangan secara konsisten dan bertanggung jawab serta menjamin dan menghormati hak asasi manusia
e. Mengatur peralihan kekuasaan secara tertib, damai dan demokrastis sesuai dengan hukum dan perundang-undangan
20
f. Menata kehidupan politik agar distribusi kekuasaan dalam berbagai tingakat struktur politik dan hubungan kekuasaan dapat berlangsung dengan seimbang
g. Meningkatkan integritas, profesionalisme, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan negara serta memberdayakan masyarakat untuk melakukan kontrol sosial secara konstruktif dan efektif
2) Organisasi non-pemnerintah dan media massa
a. Keterlibatab lemnbaga swadaya masyarakat (LSM) atau NGO (non-Government Organization) dalam mengawasi setiap kebijakan publik yang dibuat pemerintahan seperti
ICW, MTI, GOWA dan sebagainya
b. Adanya kontrol sosial untuk perbaikan komunikasi yang berimbang antara pemerintah dan rakyat melalui berbagai media massa elektronik maupun cetak
3) Pendidikan dan Masyarakat
a. Memperkenalkan sejak dini melalui pembelajaran di sekolah tentang pentingnya pemerintah yang transparan melalui mata pelajaran Kewarganegaraan
b. Menjadikan pancasila sebagai dasar negara yang mampu membuka wacana dan dialog interaktif di dalam masyarakat sehingga dapat menjawab tantangan yang dihadapi sesui dengan visi Indonesia masa depan
c. Meningkatkan kekurangan sosial anatara pemeluk agama, suku, dan kelompok- kelompok masyarakat lainnya melalui dialog dan kerja sama dengan prinsip kebersamaan, kesetaraan, toleransi, dan saling menghormati
d. Memberdayakan masyarakat melalui perbaikan sistem politik yang demokratis sehingga dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas, bertanggung jawab, menjadi panutan masyarakat, dan mampu mempersatukan bangsa dan negara.
21
C. Sikap Keterbukaan dan Keadilan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Dalam rangka peningkatan sikap keterbukaan dan jaminan keadilan sebagai warga masyarakat sekaligus warga negara perlu dikembangkan perilaku positif, antara lain sebagai berikut.
1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
4. Menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama
Selain perilaku tersebut, dalam rangka jaminan keadilan perlu ditimbulkan hal-hal berikut.
1. Kesadaran tentang adanya hak yang sama bagi setiap warga negara Indonesia
2. Kesadaran tentang adanya kewajiban yang sama bagi setiap warga negara Indonesia
3. Kesadaran tentang hak dan kewajiban untuk menciptakan dan tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran yang merata.
Peran warga negara dalam upaya untuk meningkatkan sikap keterbukaan dan jaminan keadilan dapat dilakukan melalui partisipasi seluruh komponen masyarakat dibutuhkan dalam rangka menumbuhkan sikap keterbukaan, penegakan supermasi hukum serta jaminan dan penghormatan hak asasi manusia.
22
Dewasa ini semua komponen masyarakat dan aparatur negara sudah seharusnya mau bekerja sama sebagai mitra kerja untuk kepentingan kemajuan dan kesejahteraan rakyat banyak. Sikap terbuka dan jaminan keadilan merupakan prasyarat menuju terbentuknya clean governance (pemerintahan yang bersih). Oleh karena itu, diperlakukan partisipasi konstruktif dari seluruh komponen warga masyarakat untuk saling introspeksi dan koreksi guna mewujudkan hasil kinerja yang optimal dan terhindar dari berbagai kebocoran yang hanya akan memperkaya segelintir orang. Bentuk partisipasi warga negara tersebut antara lain dapat dilakukan sebagai berikut.
1. Pengawasan terhadap Aparatur Negara
Pengawasan terhadap aparatur negara dari berbagai elemen masyarakat dan institusi pemerintah dilakukan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan, dan kegagalan dalam pencapaian tujuan.
Sasaran pengawasan adalah mewujudkan dan meningkatkan efisiensi, efektivitas, rasionalitas, dan ketertiban dalam pencapaian tujuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi. Oleh karena itu, hasil pengawasan harus dijadikan masukan oleh pimpinan dalam pengambilan keputusan dalam menghentikan, mencegah, dan mencari agar kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidaktertiban tidak terjadi. Secara umum pengawasan terhadap aparatur negara dimaksudkan:
1. Agar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dilakukan secara tertib berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berdasarkan sendi-sendi kewajaran penyelenggaraan pemerintahan agar tercapai daya guna, hasil guna, dan tepat guna yang sebaik-baiknya.
23
2. Agar pelaksanaan pembangunan dilakukan sesuai dengan rencana dan program pemerintah serta peraturan perundangan yang berlaku sehingga tercapai sasaran yang ditetapkan.
3. Agar hasil-hasil pembangunan dapat menjadi umpan balik berupa pendapat, kesimpulan, dan saran terhadap kebijakan, perencanaan, pembinaan, dan pembangunan.
4. Agar sejauh mungkin mencegah terjadinya pemborosan, kebocoran, dan penyimpangan dalam penggunaan wewenang, tenaga, uang, dan pelengkapan milik negara. Dengan demikian, akan terbina aparatur yang tertib, bersih, berwibawa, berhasil guna, dan berdaya guna.
2. Peran Masyarakat dalam Upaya Memberantas Korupsi
Korupsi merupakan penyakit masyarakat yang sulit diberantas karena korupsi terkesan telah membudaya dan dilakukan secara sistematis. Mulai dari korupsi yang dilakukan pejabat negara hingga korupsi yang dilakukan pejabat biasa. Misalnya korupsi waktu, biaya pembuatan KTP, dan pengurusan administrasi tanah.
Untuk meminilisasi terjadinya korupsi dibutuhkan peran aktif mesyarakat, di antaranya sebagai berikut.
1. Berusaha memahami berbagai aturan yang diterapkan pemerintah pada instansi-instansi tertentu.
2. Mau mengikuti prosedur dan mekanisme sesuai dengan aturan yang berlaku dalam mengurus suatu keentingan di instansi tertentu.
3. Jika terdapat kejanggalan dalam penerapan aturan, tanyakan dengan baik dan sopan kepada pejabat atau instansi yang berwenang untuk konfirmasi.
24
4. Bersedia melaporkan atau menginformasikan pelaku korupsi kepada lembaga berwenang, seperti kejaksaan, kepolisian, dan Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disertai dengan bukti-bukti awal yang memadai (tidak fitnah).
5. Mau menjadi bagian anggota masyarakat yang member contoh dan keteladanan dalam menolak berbagai pendirian yang tidak semestinya.
6. Melakukan kampanye preventif (pencegahan) sedini mungkin melalui jalur-jalur pendidikan formal maupun nonformal dengan melaksanakan program seperti pelajar BTP (Bersih, Transparan, Profesional) dan mengadakan lomba poster menolak suap/korupsi dengan segala bentuknya.
25
BAB IV
PENUTUP
Dengan dibuatnya makalah tentang Transparansi Pemerintahan ini, saya menyimpulkan bahwa:
a. Prinsip keterbukaan menghendaki agar penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan secara terbuka atau transparan.
b. Dalam teori demokrasi, pemerintahan yang terbuka itu bersifat esensial.
c. Prinsip mengenai pemerintahan yang terbuka tidak berarti bahwa semua informasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan boleh diakses oleh publik tanpa batas.
d. Pemerintahan yang baik dan demokratis haruslah diselenggarakan secara terbuka.
26
DAFTAR PUSTAKA
Suparyanto,Yudi dan Amin Suprihatini. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA/MA. Yogyakarta: PT INTAN PARIWARA
Suteng, Bambang. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas XI. Jakarta: ERLANGGA
http://hidayatno.wordpress.com/2008/03/02/membumikan-konsep-transparansi-di-pemerintahan/
http://kingroodee.blogspot.com/2008/02/pentingnya-transparansi.html
http://72.14.235.132/search?q=cache:GViF…
http://www.google.com/search?client=oper…
http://72.14.235.132/search?q=cache:kx2k…
http://www.google.com/search?hl=en&clien…
27
Langganan:
Postingan (Atom)